Hasil sensus penduduk yang dilakukan
pemerintah Hindia Belanda di tahun 1930 menunjukkan, jumlah penduduk Hindia
kala itu (sekarang Indonesia) mencapai 60,7 juta jiwa. Delapan dekade kemudian,
yakni di tahun 2010, menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah
tersebut telah melejit menjadi 237,6 juta jiwa. Sungguh laju pertumbuhan
penduduk yang begitu cepat !
Kilas data kependudukan di atas tidak
hanya berkisah tentang perkembangan jumlah penduduk negeri ini selama windu
dasa warsa, tetapi juga perjalanan panjang kegiatan perstatistikan negeri ini.
Ternyata, kegiatan statistik resmi (official statistics) telah
berlangsung jauh sebelum negeri ini menemukan bentuknya sebagai suatu negara
merdeka bernama Indonesia.
Sejarah kegiatan statistik di Indonesia
bermula ketika pada tahun 1920 didirikan sebuah kantor statistik di Bogor oleh
Direktur Pertanian dan Perdagangan (Director van Landbouw Nijverheid en
Hendel). Pada tahun 1924, lembaga ini kemudian berganti nama menjadi Kantor
Pusat Statistik (Centraal Kantoor voor de Statistik) dan dipindahkan ke
Batavia (Jakarta). Setelah melewati proses sejarah yang panjang, sejak 1 Juni
1957, Kantor Pusat Statistik kemudian diubah menjadi Biro Pusat Statistik (BPS)
dengan Keputusan Presiden RI Nomor 131 tahun 1957.
Di tahun 1961, sensus
penduduk kembali dilakukan untuk memenuhi anjuran Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB) agar setiap negara melakukan sensus penduduk secara serentak. Inilah
sensus kali pertama yang dilakukan setelah Indonesia merdeka. Setahun
sebelumnya, yakni pada tanggal 24 September 1960, payung hukum pelaksanaan
sensus tersebut diundangkan melalui Undang-undang Nomor 6 tahun 1960 tentang
sensus.
Dua hari kemudian, yakni tanggal 26
September, payung hukum terkait penyelenggaraan statistik secara luas dan
menyeluruh (tidak hanya sensus) diundangkan. Maka, lahirlah Undang-undang Nomor
7 tahun 1960 tentang statistik yang boleh dikata merupakan tonggak awal dan
pijakan hukum mula-mula penyelenggaraan statistik selepas Indonesia merdeka.
Undang-undang ini kemudian disempurnakan lagi dengan Undang-undang Nomor 16
tahun 1997 tentang statistik. Bersamaan dengan itu pula, BPS yang semula Biro
Pusat Statistik kemudian berganti nama menjadi Badan Pusat Statistik seperti
sekarang.
Di tahun 1996, Kepala BPS saat itu, Sugito
merasa perlu adanya semacam hari statistik nasional sebagai momentum untuk
memupuk kesadaran masyarakat tentang statistik. Maka, pada tanggal 28 Juni 1996
kala menghadap Presiden Soeharto untuk melaporkan berbagai kegiatan statistik
yang telah dilakukan BPS, Sugito juga meminta petunjuk beliau terkait penetapan
Hari Statistik.
Selanjutnya, dalam upaya mewujudkan adanya
Hari Statistik Nasional, sebagai tindaklanjut pertemuan dengan Presiden
Soeharto, pada tanggal 22 Juli 1996, Sugito mengirim surat ke Menteri
Sekertaris Negara Republik Indonesia memohon persetujuan agar tanggal 26
September ditetapkan sebagai Hari Statistik Nasional. Pemilihan tanggal 26 September sebagai Hari Statistik
nasional dilatarbelakangi proses sejarah seperti yang tertulis di atas, hari
ini dianggap paling signifikan dalam mewarnai sejarah panjang kegiatan
statistik di Indonesia dengan lahirnya Undang-undung Nomor 7 tahun 1960 tentang
statistik.
Alhamdulillah. Upaya untuk mewujudkan Hari
Statistik Nasional menuai hasil. Tanggal 26 September akhirnya disetujui
sebagai Hari Statistik Nasional dengan keluarnya surat nomor
B.259/M.Sesneg/1996 pada tanggal 12 Agustus 1996. Tanggal 26 September
selanjutnya setiap tahun diperingati sebagai Hari Statistik nasional sejak
tahun 1996.
Filosofi di balik lahirnya Hari Statistik
nasional adalah terwujudnya masyarakat yang sadar statistik. Kata “sadar”
mengandung makna, masyarakat memiliki pengetahuan yang cukup tentang statistik,
juga tahu kegunaan dan pentingnya statistik tersebut.
Tak hanya memiliki
pengetahuan yang cukup mengenai statistik tetapi juga mengerti kegunaan dan
peran pentingnya. Dengan begitu, kegiatan statistik yang melibatkan berbagai
elemen masyarakat seperti statistisi (penghasil data), responden (sumber data),
dan pengguna (konsumen data) dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya.
Sebuah tantangan yang tentunya tidak
mudah, ditengah kian menipisnya kepercayaan sebagian masyarakat terhadap
berbagai statistik resmi yang dihasilkan pemerintah.
Selamat Hari Statistik.