Sabtu, 08 Juli 2023

STATISTISI YANG (bukan) STATISTISI

Oleh: JSH

Sahabatku.
Pemimpinmu boleh datang dan pergi. Juga kehidupan kita. Kadang pasang, kadang surut, tetapi energi statistik itu, bagi yg bekerjanya dengan data, idealnya terus bertumbuh, mengalir dan merembesi darah kehidupan kita.

Data statistik yg terpercaya merupakan pondasi dan bagian dari penopang moral berkehidupan. Moral itu adalah kebenaran, ketepatan, objektifitas dan ketidakberpihakan.. Itu lah ontologi (hakekat keberadaan) ilmu statistik.
Sudahkah prinsip-prinsip berstatistik itu ada dalam kehidupan non dinasmu? Mari kita cerita hal paling dasar dan sederhana terkait salah satu minat telaah ilmu statistik yaitu Konsep.
Konsep adalah abstraksi dari suatu phenomena dan atau ide. Sering pula disebut sebagai general notion dan atau sesuatu yg diberi atribut. Takkan pernah ada proses sains tanpa berawal dari konsep. Agar suatu abstraksi atau konsep itu lebih terang-benderang diperlukan gambaran konstruksinya dengan keterjelasan batasan yg disebut sebagai definisi. Maka selalu bergandeng 2 kata: Konsep dan definisi.
Berlimpah-ruah di bumi ini orang bicara tentang sesuatu yg di dalamnya bermuatan konsep, tetapi yg bersangkutan kurang memahaminya apalagi mendefinisikannya. Nganggur, kerja, miskin, kawin, lahir, mati, bencana dan lain lain adalah serangkaian konsep yg sudah terdefinisikan mendekati baku. Karena tidak jelas mana konsep , mana definisi maka narasi yang dibangun dan biasa kita baca di berbagai media, umumnya, sangat ngambang.
Bagi seorang statistisi, konsep-definisi seharusnya bukan sekadar ada di laci kantor, di meja belajar, di buku pedoman survei atau di pidato dinas, tapi merembesi darah kehidupan keseharian. Ada dalam setiap proses interaksi kita. Itulah statistisi yang sesungguhnya.
Selain pentingnya konsep- definisi untuk menuntun kita memahami sesuatu, jantung statistik itu ada di sampling (memilih wakil yang akan diobservasi) mengamati gerakan pemusatan dari suatu nilai (measure of central tendency) keragaman (variability) keterhubungan antar variabel (relasi asosiatif) dan makna data (data meaning).
Dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa, sampai sejauh mana kita menerapkan logika dan filosofi sampling ini. Mendengar suatu perdebatan misalnya, tumbuhkah reflekmu untuk mencermati keterwakilan dan kecukupan setiap poin argumen sebelum sampai pada suatu kesimpulan, atau apakah kesimpulan itu hanya dibangun dari sesuatu yang kasuistik.
Apa pun yg kita akan simpulkan idealnya berbasis keterwakilan yg cukup dari serangkaian fakta, dan itu menjadi ciri berpikir dan bertindak seorang statistisi.
Lihat berita di TV, baca di twitter, FB atau media apapun sering menampilkan data. Reflekkah anda untuk berpikir dengan cara statistik bahwa setiap data itu memiliki perilakunya yang khas. Apakah data yg disajikan itu cenderung memusat (central tendency) membentuk rata-rata hitung, ataukah nilai yg berada di tengah ( median) nilai yang mayoritas ( modus) Lalu pikiran seorang statistisi biasanya berlanjut ke sejauh mana nilai itu membentuk pengelompokan di perseratusan (percentile) persepuluhan ( decile) atau perduapuluhan (quintile) dst. Bagaimana variasinya, kenormalannya, kemencengannya dan kelancipan kurvanya (kurtosis) Cara-cara sederhana ini idealnya selalu menjadi the way of thinking kita. Kajilah segala sesuatu menurut jalur jalan statistik itu sendiri.
Terlalu panjang jika diurai di FB. Tapi satu lagi sekadar contoh. Ketika membaca berita terkait pencapaian kinerja tertentu, seorang statistisi tentu akan berpikir tidak saja terkait apa yang jadi dasar orang itu menarik kesimpulan tetapi lebih jauh bahwa dalam ilmu statistik suatu nilai pasti terbentuk oleh sekumpulan nilai yang lain. Besaran suatu variabel dan atau parameter tertentu pasti terkait dengan variabel lain sebagai determinan yg membentuknya, baik yg langsung ( bersifat antara) atau yg tidak langsung (berdimensi antecedent).
Ketika anda membaca berita tentang kegelisahan Jepang menghadapi fenomena banyaknya sekolah-sekolah SD yg tutup karena tak ada lagi murid, sebagai orang statistik tentu tidak akan berhenti sampai di situ, tapi akan antusias mengikuti perkembangan TFR (tingkat kelahiran) di Jepang dan juga mencari dinamika perubahan di variabel antaranya dan di variabel besar yg menggerakkan variabel antara itu. Itulah cara berpikir manusia statistik.
Sudahkah dalam hari-hari kita, berpikir, bertindak dan berperilaku di jalan statistik yang menjadi darah kita dan sekaligus bagian dari martabat diri kita. Energi yg menghiasi perilaku kita..
Jika ia, anda statistisi sesungguhnya. Jika belum, jangan-jangan kita sekadar numpang hidup dalam bayang-bayang dan cangkang lembaga statistik semata.
Sejatinya profesi kita sebatas berburu. Jenis pekerjaan: berburu. Status pekerjaan: buruh perburuan.
Spesialisasi berburu angka kredit, berburu honor tambahan, berburu makan tidur di hotel atas nama konsinyir, berburu perjalanan dinas, dan...
Lebih "kerennya" lagi Berburu Jabatan. Lalu tiba-tiba menjadi insan penting statistik..dan dipentingkan.
Boleh-noleh saja..tapi bagusnya: jangan sampai ketiduran.


#ditulis oleh statistisi yang saya kagumi