Badan Pusat
Statistik (BPS) dalam menyediakan data memiliki berbagai macam survei dalam
pengumpulannya. Salah satu survei yang dilaksanakan oleh BPS adalah Susenas
(Survei Sosial Ekonomi Nasional), sebuah survei yang ketika pelaksanaannya
cukup menguras dan tenaga segenap insan BPS. Susenas merupakan salah satu
survei rutin BPS yang menjadi sumber data utama untuk kegiatan pembangunan
dibidang sosial dan ekonomi. Data dan informasi yang dihasilkan susenas selalu
ditunggu dan menjadi rujukan berbagai pihak, baik pemerintah maupun swasta.
Susenas juga menjadi rujukan utama untuk memantau perkembangan pencapaian sustainable development goals (SDGs)
setiap tahunnya hingga 2030. Sebuah survei yang mengemban amanah cukup berat
didalamnya.
Rumah tangga
responden Susenas pasti akan merasa sedikit terganggu dengan kehadiran petugas
survei, karena pertanyaan yang diajukan petugas sangat banyak yang dapat
memakan waktu hingga dua jam saat melaksanakannya. Bisa dibayangkan bagaimana
keponya survei ini ketika responden ditanya berapa beras yang dihabiskan selama
seminggu untuk keperluan rumah tangganya, makan ikan apa saja, ada membeli
perabotan rumah tangga apa tidak dalam sebulan terakhir, balita yang berada dirumah
tangga tersebut sudah mendapat imunisasi apa belum, menggunakan alat
kontrasepsi apa wanita yang berstatus kawin atau pernah kawin, sampai berapa
batang rokok yang dihabiskan dalam seminggu.
Pada Susenas
yang dilaksanakan bulan Maret 2017 ini juga ada pertanyaan mengenai akses
terhadap makanan. Dimana tujuan pertanyaan ini adalah untuk memperkirakan
prevalensi food insecurity. Food security adalah ketika semua orang,
setiap saat, memiliki akses fisik, sosial dan ekonomi terhadap makanan yang
cukup, aman dan bergizi yang memenuhi kebutuhan makanan mereka dan preferensi
makanan untuk hidup aktif da sehat. Salah satu target pada SDG’s adalah
mengakhiri kelaparan dan menjamin akses bagi semua orang, khususnya orang
miskin dan rentan, termasuk bayi, untuk memperoleh makanan yang aman, bergizi
dan cukup sepanjang tahun pada tahun 2030.
Survei Sosial
Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilaksanakan Badan Pusat Statistik (BPS) dua
kali dalam setahun adalah satu-satunya survei yang mampu menangkap pola
pengeluaran penduduk Indonesia, termasuk kelompok penduduk miskin. Dalam
beberapa tahun terakhir, Susenas telah menangkap fakta menarik terkait pola
pengeluaran penduduk miskin, yakni tingginya konsumsi rokok filter dan kretek.
Sebagian besar pengeluaran/pendapatan penduduk miskin ternyata selain
dialokasikan untuk membeli beras juga dialokasikan untuk membeli rokok. Hal ini
tercermin dari kontribusi pengeluaran untuk rokok dalam perhitungan garis
kemiskinan (GK). GK adalah batas rupiah minimum yang mesti dikeluarkan oleh
setiap orang dalam sebulan agar tidak terkategori miskin. Penduduk dengan
pengeluaran per kapita per bulan lebih kecil dari GK disebut miskin.
Susenas
begitu banyak meracik indikator sosial dan ekonomi, komponen penuyusun Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) seperti rata-rata lama sekolah, harapan lama sekolah serta
komponen standar hidup layak berupa pengeluaran riil yang disesuaikan dengan
paritas daya beli berumber dari Susenas.
Begitu luar
biasa banyaknya data yang dapat dihasilkan oleh survei ini, kumpulan data yang
dapat menjadi acuan dalam menggerakan roda pembangunan negeri ini. Perjuangan
rekan-rekan pengumpul data juga perlu mendapat apresiasi, bagaimana ketika
mereka harus menahan teriknya sengatan matahari atau dinginnya guyuran air
hujan yang menemani mereka saat mengumpulkan data dilapangan. Sebuah
kesungguhan dalam mengemban amanah untuk menyediakan data yang berkualitas.
Hingga
tidaklah berlebihan jika kita katakan apabila ada the power of love dalam cerita romeo dan juliet atau rama dan shinta,
maka ada the power of susenas dalam
menentukan kebijakan pembangunan di bidang sosial ekonomi negeri ini.