Selasa, 26 Desember 2017

PERAN PUBLIK DAN DOMESTIK PEREMPUAN

Berilah pelajaran kepada anak-anak perempuan, dan dari sinilah peradaban bangsa dimulai. Jadikanlah mereka ibu-ibu yang cakap, cerdas dan baik, maka mereka akan menyebarluaskan peradaban diantara bangsanya kepada anak-anak peradaban, dan kepandaian mereka akan diteruskan.
(R. A. Kartini)

Bicara tentang sosok perempuan tak lepas dari dinamika para perempuan Indonesia dalam mewarnai kehidupan berbangsa dan bernegara. Perempuan masa lampau yang cenderung terbatas untuk bekerja di ranah pemerintahan, terbatas untuk berpendidikan tinggi. Semua kesempatan kerja di luar, pendidikan tinggi seakan milik kuasa laki-laki, kondisi itu kini sudah terkikis. Dari segi pendidikan, sekarang perempuan memiliki kesempatan yang sama untuk menambah pengetahuan sebagaimana laki-laki yang berkesempatan. Banyak perempuan yang memiliki karir yang tinggi karena pendidikan yang diperolehnya serta menjadi business women yang mewarnai kehidupan.
Saat ini banyak yang ingin menjadi perempuan yang berbeda dari yang lain. Maksudnya adalah perempuan juga ingin memiliki pendidikan yang tinggi dan sukses dalam karir tanpa harus mengabaikan kodratnya. Mengapa demikian? Karena perempuan pada masa sekarang tidak ingin hanya terbatas mengurus rumah tangga dengan berdiam diri dirumah.
Dalam peran domestik, berdasarkan data Badan Pusat Statistik sebanyak 37,79% perempuan Indonesia 15 tahun ke atas yang mengurus rumah tangga dan sebanyak 14,63% bertindak selaku kepala rumah tangga. Sedangkan pada peran publik perempuan Indonesia yang bekerja pada tahun 2016 adalah sebesar 48,00% dan sebanyak 29,50% perempuan menjadi pejabat struktural serta 41,99% menjadi pengusaha industri kecil dan menengah.
Di Kalimantan Timur  peran publik perempuan tampak dari jumlah perempuan yang menduduki kursi DPRD Kaltim periode 2014 - 2019 tercatat sebanyak 47 orang atau sebesar 12 persen dari jumlah total anggota DPRD di Kalimantan Timur. Dalam birokrasi pemerintahan pun peran perempuan tidak dapat diabaikan. Tahun 2016 tercatat sebanyak 2.569 pegawai negeri sipil perempuan atau sebesar 39 persen dari jumlah total pegawai negeri sipil di pemerintahan provinsi Kalimantan Timur.
Dari hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) di tahun 2016 penduduk perempuan usia kerja, yaitu perempuan yang berusia lebih dari 15 tahun, yang bekerja sebanyak 528.844 jiwa dari total penduduk perempuan usia kerja sebanyak 1.194.610 jiwa. Sehingga tingkat partisipasi angkatan kerja penduduk perempuan di provinsi Kaimantan Timur sebesar 47,69 persen, yang berarti hampir separuh penduduk perempuan di provinsi Kaimantan Timur pada tahun 2016 berpartisipasi aktif secara ekonomi dalam kehidupan sehari-hari.
Banyak alasan mengapa perempuan terdorong untuk maju melangkah ke ranah publik dan tidak stagnan di ranah domestik. Jika menengok kebelakang saat gelombang emansipasi pertama kali didengungkan ketika zaman pergerakan, di situlah titik tonggak perempuan menginginkan keterlibatannya dalam ranah publik.
Pada era reformasi merupaka awal ketidaksetaraan gender mulai nyaring disuarakan. Paham feminisme bukan lagi menjadi hal yang bisik-bisik untuk dibicarakan. Media, buku, sastra, semua ramai dan tidak ragu mengangkat isu gender dan perempuan. Sehingga semakin mendorong perempuan untuk sadar mengenai kesetaraan gender dalam berbagai lini bidang tidak hanya domestik tetapi juga di ranah publik.
Perwujudan upaya tersebut tidak mudah bagi perempuan, pasti ada kendalanya. Hambatannya terkait peran dalam keluarga dan tuntutan dari perannya di ranah publik. Pada lingkup domestik perempuan menjalankan perannya sebagai ibu dan istri, sedangkan dalam lingkup publik ia memiliki tanggung jawab terkait pekerjaan dan tugas-tugas di ranah publik. Peran ganda adalah resiko yang mau tidak mau harus diambil oleh perempuan saat terlibat di ranah publik. Konsekuesinya bisa saja keeratan dalam hubungan anggota keluarga menjadi renggang misalnya hubungan orang tua dengan anak, anak menjadi kurang perhatian orang tua karena kedua orang tuanya sibuk.
Momentum Hari Ibu yang baru saja kita peringati pada tanggal 22 Desember lalu dapat jadikan sebagai refleksi tentang peran perempuan dalam keluarga dan ruang publik. Pada dasawarsa terakhir ini dalam komunitas dan sektor tertentu perempuan telah mendapatkan tempat yang berarti di tengah masyarakat, tetapi secara makro perempuan masih berhadapan dengan berbagai masalah. Adanya persepsi tentang peran ganda seorang perempuan, walaupun dia bekerja di sektor publik tetapi tetap dituntut untuk menyediakan waktu di sektor domestik yaitu peran sebagai ibu, sebagai isteri, dan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga lainnya tetap dibebankan kepada kaum perempuan.
Perempuan tidak juga harus memilih salah satu, antara domestik maupun publik. Beberapa perempuan tetap memilih menjalankan peran ganda tersebut. Peran ganda memang tidak dapat dihindarkan, maka dari itu sudah seharusnya laki-laki menerima berbagi peran domestik tersebut agar tidak semua dibebankan pada perempuan. sosok perempuanlah diharapkan menjadi pendidik pertama bagi anak-anak yang dilahirkannya. Jika hal ini terwujud maka keterlibatan perempuan dalam lingkup publik akan semakin bertambah. Keikutsertaan perempuan dalam ranah publik maka mereka turut serta dalam pembangunan negara ke arah yang lebih maju dan baik.

Rabu, 06 Desember 2017

MENAKAR DEMOKRASI

Tahun 2018 nanti kembali digelar pesta demokrasi, beberapa daerah secara serentak akan kembali melakukan pemilihan kepala daerahnya masing-masing. Tidak ketinggalan Provinsi Kalimantan Timur yang kita cintai ini juga akan melaksanakan hajatan demokrasi untuk memilih gubernur dan wakil gubernurnya untuk 5 (lima) tahun kedepan. Ditengah riuhnya semangat pesta demokrasi tersebut hendaknya kita juga perlu melirik indeks demokrasi di kalimantan timur yang jatuh terjerembab, pada tahun 2015 indek demokrasi berada pada angka 81,24, sedangkan pada tahun 2016 mengalami penurunan menjadi 73,64. Apakah yang sedang terjadi pada demokrasi di kaltim, apakah demokrasi di kaltim sedang mengalami cidera yang mengakibatkan angka indeks demokrasi di Kalimantan Timur menurun ?

Pembangunan demokrasi memerlukan data empirik untuk dapat dijadikan landasan pengambilan kebijakan dan perumusan strategi yang spesifik dan akurat. Indeks demokrasi Indonesia adalah indikator komposit yang menunjukkan tingkat perkembangan demokrasi di Indonesia. Tingkat capaiannya diukur berdasarkan pelaksanaan dan perkembangan tiga aspek demokrasi, yaitu kebebasan sipil (civil liberty), hak-hak politik (political rights) dan lembaga-lembaga demokrasi (institution of democracy).

Indeks demokrasi bertujuan untuk mengukur secara kuantitatif tingkat perkembangan demokrasi. Lewat indeks demokrasi dapat terlihat perkembangan demokrasi sesuai dengan ketiga aspek yang diukur. Indeks demokrasi tidak hanya memberikan gambaran demokrasi yang berasal dari sisi kinerja pemerintah saja. Namun juga melihat perkembangan demokrasi dari aspek peran masayarakat, partai politik, lembaga peradilan, penegak hukum dan lembaga legislatif.

Metodelogi penghitungan indeks demokrasi indonesia menggunakan 4 (empat) sumber data, yaitu review surat kabar lokal, review dokumen (perda, pergub, dll), focus group discussion (FGD) dan wawancara mendalam.

Pada tahun 2016 ketiga aspek demokrasi di kalimantan Timur mengalami penurunan dibandingkan tahun 2015. Aspek kebebasan sipil turun 14,82 poin dari tahun 2015 sebesar 93,07 menjadi 78,25 pada tahun 2016. Aspek hak-hak politik turun 4,39 poin dari tahun 2015 sebesar 82,74 menjadi 78,35 pada tahun 2016. Sedangkan aspek lembaga demokrasi 3,63 poin, dimana pada tahun 2015 aspek ini mengantungi angka 63,99 menjadi 60,36 pada tahun 2016.

Aspek kebebasan sipil ini mengalami penurunan karena meningkatnya hambatan berkumpul dan berserikat, kebebasan menyampaikan pendapat serta menurunnya kebebasan dari diskriminasi. Dapat kita lihat bahwa pada saat ini masyarakat kita sangat mudah untuk dikotak-kotakkan oleh hal-hal yang  dapat menghambat perkembangan dari demokrasi. Harus kita sadari bahwa kita masih terbelenggu oleh perilaku pemaksaan kehendak sehingga memangkas kebebasan kita dalam bersuara maupun bergerak. 

Aspek hak-hak politik juga menurun karena turunnya partisipasi politik dalam pengambilan keputusan dan pengawasan. Pengaduan masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintah menurun, hal ini menggambarkan kurangnya kepedulian masyarakat mengoreksi kinerja pemerintah.

Turunnya aspek lembaga demokrasi lebih diakibatkan karena peran legislatif yg dirasa belum menjadi penyalur aspirasi, peran partai politik yang terkadang tidak menyentuh masyarakat , penyelenggaraan pemerintahan yang tidak transparan dan mentalitas masyarakat dan penguasa lokal yang diskriminatif.

Turunnya angka indeks demokrasi ini tentunya menjadi pekerjaan rumah bagi kita semua. Perhelatan pesta demokrasi tahun depan di bumi kaltim hendaknya dapat berjalan dengan baik. Tidak ada ancaman ataupun pemaksaan kehendak dari golongan tertentu, ketika aparatur sipil negara diharuskan memiliki sikap netral, hendaknya saat pemimpin terpilih yang menjabat tidak ada pengkotakkan terhadap ASN disaat gerbong mutasi mulai bergerak. ASN ditempatkan berdasarkan orang yang tepat pada tempat yang tepat, bukan karena suka atau tidak suka, atau karena simpatisan dan bukan simpatisan. Isu-isu tentang suku, agama, ras dan golongan harus kita singkirkan. Bijaklah dalam menggunakan medsos dalam rangka menangkal hoax yang menyesatkan.

Indeks demokrasi sangat tergantung kepada kita semua selaku aktor dari demokrasi itu sendiri. Saat pemilu, rakyat seharusnya menggunakan hak pilihnya, perhitungan suara harus dilakukan secara jujur dan terbuka, dan hilangkan kampanye hitam. Solusi tersebut haruslah dilakukan agar kedepannya rakyat dapat merasakan peran demokrasi di indonesia, pulihnya arti sebenarnya dari demokrasi itu sendiri.

Senin, 04 Desember 2017

LELAKI BAHAGIA

Semua pasti ingin bahagia, tak ada satu mahluk hidup pun didunia ini yang tak ingin bahagia. Kebahagiaan menjadi tujuan hidup yang utama. Angka indeks kebahagian penduduk indonesia dirilis oleh Badan Pusat Statistik pada bulan Agusutus 2017. Ada hal yang menarik dari angka-angka tersebut, yaitu bahwa indeks kebahagiaan  laki-laki sebesar 71,12. Angka ini lebih tinggi dibandingkan perempuan sebesar 70,30. Indeks kebahagiaan penduduk Kalimantan Timur sebesar 73,57 dimana angka ini lebih tinggi dibandingkan angka indeks kebahagiaan penduduk Indonesia yang sebesar 70,69. Dari data tersebut benarkah laki-laki lebih bahagia disegala aspek hidupnya dibandingkan perempuan ?

Indeks kebahagiaan indonesia merupakan indeks komposit yang dihitung secara tertimbang menggunakan dimensi dan indikator dengan skala 0 – 100. Pada tahun 2017 pengukuran indeks kebahagiaan mencakup dimensi kepuasan hidup, dimensi perasaan (affect) dan dimensi makna hidup (eudaimonia).

Dimensi kepuasan hidup memberikan kontribusi 34,80% pada pengukuran tingkat kebahagiaan Indonesia tahun 2017. Artinya kepuasaan hidup mempengaruhi kebahagiaan sebesar 34,80% dari total tiga dimensi cakupan kebahagiaan di Indonesia. Kepuasan hidup didukung oleh subdimensi kepuasan hidup personal dan subdimensi kepuasan hidup sosial. Pada subdimensi kepuasan hidup personal pendidikan dan keterampilan menjadi bagian yang melekat kepada setiap individu.

Dimensi kebahagiaan selanjutnya adalah perasaan (affect) dengan kontribusi sebesar 31,18%. Ternyata pendukung kebahagiaan itu bukan hanya perasaan senang riang gembira, tetapi tekanan terhadap seseorang dapat memengaruhi seorang itu bahagia atau tidak. Perasaan yang tidak tertekan akan meningkatkan penilaian indeks kebahagiaan subjek tertentu. Orang yang mengalami rasa tertekan akan cenderung mudah sekali marah atau tersinggung (sensitif) dan akan berdampak pada tingkat kebahagiaan orang tersebut. Kemudian pada dimensi perasaan termasuk di dalamnya adalah perasaan tidak khawatir/cemas.

Dimensi kebahagiaan yang ketiga adalah Makna Hidup (Eudaimonia) dengan kontribusi sebesar 34,02% pada penyusunan indeks kebahagiaan Indonesia tahun 2017. Kemandirian, penguasaan lingkungan, pengembangan diri, hubungan positif dengan orang lain, tujuan hidup, dan penerimaan diri menjadi variabel penting pada dimensi makna hidup.

Laki-laki diketahui lebih bahagia daripada perempuan, terutama terkait penampilan fisiknya. Selain itu, pria juga lebih puas terhadap pendapatan dan bentuk tubuhnya. Laki-laki masih tetap merasa bahagia dan nyaman dengan perut yang buncit atau tubuh yang gemuk, tetapi hal ini akan menjadi hal yang menakutkan apabila dirasakan oleh perempuan. Sebaliknya, wanita terlihat lebih bahagia daripada pria jika dikaitkan dengan kehidupan cinta, kehidupan rumah tangga dan kehidupan seksual. Perempuan juga cenderung memikirkan banyak hal dibandingkan dengan laki-laki. Laki-laki lebih bersikap cuek terhadap sesuatu dibandingkan perempuan yang selalu menjadikannya beban pikiran.

Perempuan punya kebutuhan ruang bicara, berekspresi yang jauh lebih banyak dibandingkan laki-laki. Berdasarkan penelitian perempuan membutuhkan 20.000 kata per hari, tiga kali lipat dibandingkan laki-laki yang hanya sekitar 7.000 kata per hari. Selain itu, penelitian menunjukkan bahwa perempuan adalah pengamat yang tajam atau jeli. Perempuan tertarik untuk melihat secara detail sehingga perempuan memiliki banyak bahan untuk dibicarakan. Dimana hal ini akan jauh lebih menguras energi kaum perempuan dan terkadang mengurangi kadar kebahagiaannya.

Boleh jadi kaum laki-laki memandang lebih sederhana kehidupan didunia ini, sehingga membuat mereka lebih mudah merasa bahagia. Kebahagiaan memang bersifat subyektif, rasa bahagia orang yang satu pasti akan berbeda dengan rasa bahagia orang yang lain. Baik laki-laki maupun perempuan memiliki kesempatan yang sama untuk merasa bahagia, bahagia itu bisa terjadi jika ada terpenuhinya kebutuhan rasa dicintai dan dimiliki.

Pastinya, untuk mendapatkan kebahagiaan seseorang harus memulai langkah awal dengan sesuatu yang dinamakan cinta. Berikan cinta, karena cinta adalah suatu bentuk penghargaan yang memperkuat intensitas hubungan sosial dengan sahabat, keluarga, pasangan dan bahkan teman kerja sehingga akan mempermudah untuk memperoleh kebahagiaan. apabila semua subtansi kepuasan hidup, perasaan, dan makna hidup terpenuhi maka kebahagiaan akan maksimal dan didapat semua orang.

Sabtu, 28 Oktober 2017

STATISTICAL THINGKING

Statistical thinking will one day be as necessary a qualification for efficient citizenship as the ability to read and write. (H.G. Wells)
Tersajinya data statistik demi menunjang pembangunan negeri ini menjadi tugas pokok dari Badan pusat statistik.menyajikan data yang berkualitas dan terpercaya. Akan tetapi tersedianya data yang berkualias tersebut akanlah sia-sia jika pengguna data tidak dapat memahami dengan baik atau dapat menginterprestasikan dengan benar data statistik tersebut.
Jika setiap kegiatan statistik mulai dari perencanaan kegiatan, pengumpulan data, pengolahan data, analisis data sampai dengan cara publikasi dan diseminasi data dilakukan dengan baik sesuai dengan ketentuan, tentunya kualitas data akan menjadi sangat terjaga. Kualitas data yang baik merupakan kunci utama pelayanan yang optimal kepada pengguna data.
Tak bisa ditampik, hingga kini keraguan publik terhadap sejumlah statistik resmi yang dihasilkan Badan Pusat Statistik (BPS), sebagai  satu-satunya lembaga statistik resmi di negeri ini, masih saja terjadi. Komentar ‘miring’ terhadap data-data yang dihasilkan BPS pun kerap ditemui diberbagai media.
Keraguan publik terhadap statistik resmi sebetulnya bukan hanya terjadi di Indonesia. Di negara-negara maju, kesenjangan antara ukuran standar variabel-variabel penting sosial-ekonomi, seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan pengangguran dengan persepsi yang ada di masyarakat, yang didasarkan pada “fakta” keseharian dan persepsi individu, telah merusak kepercayaan publik terhadap statistik resmi.
Rusaknya kepercayaan publik terhadap statistik resmi tentu merupakan persoalan serius karena bakal berdampak pada cara berlangsungnya perdebatan publik tentang kondisi perekonomian dan kebijakan yang harus diambil.
Statistik perlu dipopulerkan agar masyarakat awam dapat memahami dasar-dasar statistik mencakup data, proses dan hasil (output) sehingga tidak menimbulkan penafsiran yang keliru mengenai suatu hasil sensus/survei ataupun informasi ilmiah. Masyarakat juga perlu berpikir secara statistik, yang berarti berpikir secara ilmiah sehingga dapat memahami dalam membaca suatu data dan informasi.
Statistical thinking bukan hak milik insan statistik saja, akan lebih baik masyarakat umum juga mengetahui dan memahaminya walaupun hanya esensinya saja. Dalam sistem statistik nasional, masyarakat memiliki peran sebagai pengguna data dan sumber data itu sendiri.  Lewat edukasi itu pasti akan meningkatkan kesadaran statistik masyarakat, terutama untuk mengurangi ketidakpercayaan dan kesalahtafsiran masyakarat akan data statistik.
Esensi dari statistical thinking yang perlu dipahami masyarakat, bahwa data statistik pasti mengandung error/kesalahan sehingga tidak bisa dibilang 100% benar. Penyelenggara statistik dalam setiap melakukan pengumpulan data, memiliki prinsip bahwa data yang dikumpulkan itu pasti mengandung kesalahan, tetapi dalam melaporkan dan mendiseminasikan datanya tidak melakukan kebohongan. Penyelenggara statistik bekerja bukan untuk bertujuan menghasilkan data yang 100% benar, akan tetapi bekerja untuk sedapat mungkin mengecilkan error data statistik. Selain itu dalam membaca data, masyarakat harus (cukup) memahami terlebih dahulu selubung luar metodologi yang dipakai untuk menghasilkan data statistik itu.
Jika statistical thingking tersebut telah dipahami oleh segenap lapisan masyarakat, baik itu para pemimpin negeri ini ataupun para penikmat kopi di warung-warung kopi yang seringkali menjadikan obrolan tentang perekonomian negeri ini sebagai topik menarik tak lagi  terjebak pada ungkapan-ungkapan verbal (kualitatif) dan opini yang menyesatkan dan mengaburkan realitas, atau lebih memilih menggunakan data-data statistik lain meski statistik tersebut didasarkan pada metodologi yang kurang bisa dipertanggungjawabkan dibandingkan menggunakan data statistik resmi. 
Karena, interpretasi  data yang keliru sama bahayanya dengan data yang tak akurat. Selamat Hari Statistik Nasional. Kerja bersama dengan data untuk membangun negeri.

Kamis, 15 Juni 2017

MENGUKUR KEBAHAGIAAN

Jika ditanya, seberapa bahagiakah anda ? Maka jawaban yang kita dapat pasti akan sangat beragam. Karena kebahagiaan tidak dapat diukur secara kuantitatif. Nilai kebahagiaan orang yang satu dengan yang lain akan berbeda. Bisa saja orang yang hidup dengan istri dan kedua anaknya mengatakan dia bahagia, akan tetapi seorang yang hidup sendiri juga dapat mengatakan dia sangat bahagia. Semua orang pasti ingin memperoleh kebahagiaan dalam hidupnya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990) disebutkan bahwa kebahagiaan adalah perasaan bahagia, terdapat kesenangan dan ketenteraman hidup baik lahir dan bathin. Sejauh ini memang definisi kebahagiaan bisa menjadi sangat begitu subjektif dan berbeda-beda pada bagi setiap orang. 
Banyak faktor yang mempengaruhi pada tinggi rendahnya tingkat kebahagiaan. Ada berbagai pendekatan dalam usaha untuk memahami arti kebahagiaan. Misalnya pendekatan biologis, psikologis, agama, dan filsafat yang telah berusaha untuk mendefinisikan kebahagiaan dan mengidentifikasi darimana sumber kebahagiaan tersebut. Selain itu, para peneliti juga telah mengidentifikasi beberapa atribut yang berkorelasi dengan kebahagiaan diantaranya adalah hubungan dan interaksi sosial, status perkawinan, pekerjaan, kesehatan, kebebasan demokrasi, optimisme, keterlibatan dalam kegiatan agama, pendapatan ekonomi dan kedekatan dengan orang bahagia lain. 
Definisi kebahagiaan sangatlah kualitatif, karena menyangkut perasaan atau kondisi emosional yang dirasakan oleh seseorang pada saat tertentu. Kondisi ini sangat dipengaruhi oleh kualitas hidup yang tengah dirasakan. Karena itu, pengukuran kebahagiaan bukanlah sesuatu yang mudah. Meskipun tak mudah, berbagai upaya telah dilakukan untuk mengukur kebahagian. Upaya ini didasari oleh kesadaran bahwa kebahagiaan merupakan variabel sosial yang perlu dievaluasi progresnya. 
Pada tahun 2017 ini untuk kedua kalinya Badan Pusat Statistik (BPS) melaksanakan Survei Pengukuran Tingkat Kebahagiaan (SPTK) dengan cakupan seluruh provinsi di Indonesia. Responden yang didata tersebar di berbagai keluarahan maupun desa. Data yang dikumpulkan oleh survei ini sedikit berbeda dengan data yang biasa dikumpulkan BPS dalam berbagai survei. Pada umumnya, survei BPS mengumpulkan data dari responden yang bersifat kuantitatif berdasarkan hasil pengamatan dan penilaian kondisi objektif. Sebaliknya data yang dikumpulkan pada SPTK2017 mencakup pengamatan dan penilaian objektif yang dilengkapi dengan data yang merupakan hasil penilaian responden yang sifatnya subjektif. SPTK2017 ini bertujuan untuk menghitung indeks kebahagiaan dan menghitung indikator modal sosial 2017. 
Indeks kebahagiaan merupakan indeks komposit yang disusun oleh tingkat kepuasan terhadap 10 aspek kehidupan yang esensial. Setiap aspek kehidupan memiliki besaran kontribusi yang berbeda-beda terhadap indeks kebahagiaan. Hal ini terjadi karena perbedaan penilaian mengenai derajat pentingnya setiap aspek kehidupan terhadap tingkat kebahagiaan secara keseluruhan. Semakin besar kontribusi suatu aspek kehidupan, menunjukkan semakin penting aspek tersebut bagi indeks kebahagiaan. Tiga aspek kehidupan yang memiliki kontribusi paling tinggi adalah pendapatan rumah tangga (14,48%), pendidikan (14,18%), serta pekerjaan (12,21%). 
Indeks kebahagiaan Kalimantan Timur pada tahun 2014 sebesar 71,45 pada skala 0 – 100. Penduduk yang belum menikah lebih bahagia dibandingkan dengan yang sudah menikah, hal ini dapat kita lihat dari angka indeks kebahagiaan belum menikah sebesar 73,09 sedangkan yang sudah menikah sebesar 71,9. Dari data tersebut para jomblowan dan jomblowati harus bangga karena ternyata mereka lebih bahagia.  Para remaja dan pemuda yang berumur antara 17 -24 tahun juga memiliki angka indeks kebahagiaan yang lebih tinggi dibandingkan kelompok umur lainnya.  Semakin tinggi rata-rata pendapatan rumah tangga, semakin tinggi pula indeks kebahagiaannya. Pada tingkat pendapatan lebih dari 7,2 juta rupiah per bulan, indeks kebahagiaannya mencapai 77,40 sementara pada tingkat pendapatan 1,8 juta rupiah ke bawah maka indeks kebahagiannya hanya 65,79.  
Kita sebagai warga Negara perlu berupaya untuk mencapai peningkatan kebahagiaan pribadi masing-masing melalui berbagai faktor yang berada dalam kendali kita. Untuk mencapai kebahagiaan tidak hanya sekedar berangan-angan dan tenggelam dalam buaian mimpi indah semata. Harus diusahakan dengan berbagai cara yang ada. Semoga kita semua dapat meraih kebahagiaan yang kita inginkan. Hidup bahagia adalah salah satu modal dasar untuk menuju kehidupan yang lebih baik.

Rabu, 19 April 2017

THE POWER OF SUSENAS

Badan Pusat Statistik (BPS) dalam menyediakan data memiliki berbagai macam survei dalam pengumpulannya. Salah satu survei yang dilaksanakan oleh BPS adalah Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional), sebuah survei yang ketika pelaksanaannya cukup menguras dan tenaga segenap insan BPS. Susenas merupakan salah satu survei rutin BPS yang menjadi sumber data utama untuk kegiatan pembangunan dibidang sosial dan ekonomi. Data dan informasi yang dihasilkan susenas selalu ditunggu dan menjadi rujukan berbagai pihak, baik pemerintah maupun swasta. Susenas juga menjadi rujukan utama untuk memantau perkembangan pencapaian sustainable development goals (SDGs) setiap tahunnya hingga 2030. Sebuah survei yang mengemban amanah cukup berat didalamnya.
Rumah tangga responden Susenas pasti akan merasa sedikit terganggu dengan kehadiran petugas survei, karena pertanyaan yang diajukan petugas sangat banyak yang dapat memakan waktu hingga dua jam saat melaksanakannya. Bisa dibayangkan bagaimana keponya survei ini ketika responden ditanya berapa beras yang dihabiskan selama seminggu untuk keperluan rumah tangganya, makan ikan apa saja, ada membeli perabotan rumah tangga apa tidak dalam sebulan terakhir, balita yang berada dirumah tangga tersebut sudah mendapat imunisasi apa belum, menggunakan alat kontrasepsi apa wanita yang berstatus kawin atau pernah kawin, sampai berapa batang rokok yang dihabiskan dalam seminggu.
Pada Susenas yang dilaksanakan bulan Maret 2017 ini juga ada pertanyaan mengenai akses terhadap makanan. Dimana tujuan pertanyaan ini adalah untuk memperkirakan prevalensi food insecurity. Food security adalah ketika semua orang, setiap saat, memiliki akses fisik, sosial dan ekonomi terhadap makanan yang cukup, aman dan bergizi yang memenuhi kebutuhan makanan mereka dan preferensi makanan untuk hidup aktif da sehat. Salah satu target pada SDG’s adalah mengakhiri kelaparan dan menjamin akses bagi semua orang, khususnya orang miskin dan rentan, termasuk bayi, untuk memperoleh makanan yang aman, bergizi dan cukup sepanjang tahun pada tahun 2030.
Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilaksanakan Badan Pusat Statistik (BPS) dua kali dalam setahun adalah satu-satunya survei yang mampu menangkap pola pengeluaran penduduk Indonesia, termasuk kelompok penduduk miskin. Dalam beberapa tahun terakhir, Susenas telah menangkap fakta menarik terkait pola pengeluaran penduduk miskin, yakni tingginya konsumsi rokok filter dan kretek. Sebagian besar pengeluaran/pendapatan penduduk miskin ternyata selain dialokasikan untuk membeli beras juga dialokasikan untuk membeli rokok. Hal ini tercermin dari kontribusi pengeluaran untuk rokok dalam perhitungan garis kemiskinan (GK). GK adalah batas rupiah minimum yang mesti dikeluarkan oleh setiap orang dalam sebulan agar tidak terkategori miskin. Penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan lebih kecil dari GK disebut miskin.
Susenas begitu banyak meracik indikator sosial dan ekonomi, komponen penuyusun Indeks Pembangunan Manusia (IPM) seperti rata-rata lama sekolah, harapan lama sekolah serta komponen standar hidup layak berupa pengeluaran riil yang disesuaikan dengan paritas daya beli berumber dari Susenas.
Begitu luar biasa banyaknya data yang dapat dihasilkan oleh survei ini, kumpulan data yang dapat menjadi acuan dalam menggerakan roda pembangunan negeri ini. Perjuangan rekan-rekan pengumpul data juga perlu mendapat apresiasi, bagaimana ketika mereka harus menahan teriknya sengatan matahari atau dinginnya guyuran air hujan yang menemani mereka saat mengumpulkan data dilapangan. Sebuah kesungguhan dalam mengemban amanah untuk menyediakan data yang berkualitas. 
Hingga tidaklah berlebihan jika kita katakan apabila ada the power of love dalam cerita romeo dan juliet atau rama dan shinta, maka ada the power of susenas dalam menentukan kebijakan pembangunan di bidang sosial ekonomi negeri ini. 

Jumat, 03 Maret 2017

FILOSOFI NASI PECEL

Bagi masyarakat Indonesia hampir seluruhnya pasti mengenal makanan yang namanya nasi pecel, makanan sederhana yang terdiri dari nasi, sayuran, bumbu kacang ditambah dengan rempeyek atau kerupuk serta bisa juga ditambah dengan ayam goreng atau empal daging. Makanan sederhana yang telah memenuhi kriteria makanan sehat, asal saja kebersihan saat pengolahannya tetap terjaga.
Untuk masalah kandungan gizi, makanan ini tidak diragukan lagi karena terdiri dari banyak macam sayur yang mengandung vitamin A dan vitamin C serta zat besi yang baik untuk kesehatan. Karena terdiri dari banyak sayur, nasi pecel sering disebut sebagai saladnya Indonesia.
Bumbu Pecel berasal dari kacang tanah. Cita rasa bumbu yang diwujudkan dalam segumpal bungkusan plastik yang bayak kita temui di swalayan maupun warung ini berawal dari olahan yang luar biasa. Diawali dari proses penanaman benih kacang, perawatan hingga  pemanenannya. Tak cukup sampai disitu, selanjutnya ia disangrai, digeprek, dan diuleni (campuri) dengan berbagai bumbu-bumbu penyedapnya. Dari bumbu-bumbu pedas manis asin terciptalah rasa  luar biasa yang mempunyai kekhasan tersendiri.
Dari bumbu pecel kita bisa mengambil sebuah pesan yang menarik dan sarat makna. Bahwa kebanyakan dari kita berasal dari kalangan orang biasa yang memulai segala sesuatu dari bawah. Dibekali dari perawatan kasih sayang keluarga serta didikan leluhur sekitar, kita siap untuk terjun keluar. Dengan bekal semangat dan niat kita siap diolah untuk lebih berkualitas. Digeprek diuleni dengan berbagai bumbu pengalaman pahit asem pedes manis, hingga terciptalah rasa manusia yang luar biasa. Sederhana namun bermanfaat. Biasa namun memberi arti sekitar.
Dalam sepiring atau sepincuk nasi pecel, kita menemukan kesederhanaan, keragaman, dan makna jati diri kita. Mulai dari masyarakat pinggiran, tengah, hingga atas, semua makan nasi pecel. Mulai dari warung kaki lima, hingga restoran bintang lima, semua menyajikan nasi pecel. Nasi pecel tak pernah disajikan sama. Meski pilar dasar dari pecel, yaitu sayur dan bumbu pecel, selalu ada, namun jenis sayur yang dipilih, sambal yang ditaburkan, hingga lauk dan kerupuknya, tak pernah sama. Setiap orang punya favorit pecelnya masing-masing. Dan perbedaan itu tidak jadi masalah. Esensi filosofi dari nasi pecel adalah “keserbabolehan”. Tak ada campuran yang salah, semua bisa ditafsirkan. Dan kita masih bisa menyebutnya, Nasi Pecel.
Berbagai sajian nasi pecel nusantara menunjukkan betapa keragaman telah menjadi kekayaan bangsa ini. Keragaman, kesederhanaan, keserbabolehan, dan kemauan menerima perbedaan, adalah filosofi dari sepiring nasi pecel. Dari sepiring nasi pecel, kita belajar kehidupan. Dari sepiring nasi pecel, kita menyadari hakikat diri kita sebagai bangsa. Bahwa bangsa ini adalah bangsa agraris yang sederhana, namun kaya makna. Oleh karenanya, dalam membangun bangsa, kiranya kita harus melandasi diri pada esensi dasar kekuatan bangsa ini, bangsa agragris yang kerakyatan. 
Kita hidup dalam keberagaman agama, suku, ras dan golongan. Tapi hendaknya kita selalu menjiwai makna Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan kita. Bahwa kita adalah satu, satu untuk negeri, satu untuk bangsa dan satu untuk bahasa. Kita adalah Indonesia.

Minggu, 12 Februari 2017

PERJUANGAN PEJUANG DATA

Mengumpulkan data bukanlah hal yang mudah, terkadang nyawa menjadi taruhannya. Hal ini baru saja telah dialami oleh seorang Koordinator Statistik Kecamatan Biduk-Biduk pada hari jumat (10/02/2017) lalu. Perahu yang ditumpangi untuk kembali dari Pulau Balikukup tenggelam karena hantaman gelombang. Hal yang menarik dari kejadian tersebut adalah ketika Rani Ruslan (KSK Biduk-Biduk) berusaha dengan sekuat tenaga menyelamatkan dokumen hasil pencacahannya walaupun justru harus rela kehilangan dua buah handphonenya. Saat genting seperti inilah rasa profesionalisme, integritas dan amanah sebagai seorang pejuang data diuji. Berusaha menyelamatkan hasil pendataan yang telah dikumpulkan tanpa memperdulikan barang pribadi miliknya sendiri. Hanya ada satu kata untuk sikap integritas seperti ini, luar biasa.

Kejadian yang dialami Rani adalah sebuah gambaran nyata bagaimana sulitnya pengumpulan data yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik untuk menghasilkan data yang berkualitas dan tepercaya. Masih banyak Rani-rani lain  diseluruh bumi pertiwi ini yang mengalami kendala tidak mudah ketika melaksanakan tugas mereka di lapangan. Bagi seorang petugas pengumpul data gonggongan anjing, usiran pemilik rumah, wajah responden yang terkadang tidak ramah, panas terik atau malah hujan yang membasahi seluruh tubuh serta penolakan atau janji-janji perusahaan yang ingin kami minta datanya adalah hal yang biasa. Itu semua bukan membuat kami mundur dari tugas tapi justru menjadi cambuk bagi kami untuk terus dapat mengumpulkan data yang berkualitas.
Hingga detik ini mungkin belum banyak yang tahu bagaimana betapa very exhaustednya rangkaiaan kegiatan statistik mulai dari perencanaan sensus/survei, pengumpulan (collecting), pengolahan (processing), hingga data tersaji dan siap dianalisis. Sebuah perjalanan panjang yang menguras waktu, tenaga dan pikiran. Hal inilah yang sering membuat pejuang data merasa terluka ketika data yang telah mereka kumpulkan dengan susah payah tetapi kadang dipertanyakan keabsahannya, disangsikan kebenarannya. Walupun kami sadar bahwa yang mempertanyakan tersebut lebih kepada karena tidak mengerti metedologi yang digunakan di Badan Pusat Statistik. Kurangnya pemahaman penggunaan metodelogi dari pengguna data yang saat ini juga menjadi pekerjaan rumah bagi kami untuk bisa menjelaskan kepada semua konsumen pengguna data.
Perjalanan seorang KSK (Koordiantor Statistik Kecamatan) sebagai pejuang data adalah perjalanan panjang dan berat. Dipundaknyalah pengunpulan data statistik diamanahkan. Jika tidak ada pejuang data seperti seorang Rani kita tidak akan pernah tahu berapa jumlah penduduk Kabupaten Berau saat ini, berapa angka pengangguran, berapa angka kemiskinan dan juga seberapa besar pertumbuhan ekonomi bumi battiwakal yang kita cintai. 
Kejadian tenggelamnya kapal diperairan Biduk-biduk memang menjadi suatu cobaan bagi seluruh insan statistik. Tapi hendaknya cobaan ini justru semakin membangkitkan semangat seluruh pejuang  data agar selalu semangat dalam mengumpulkan data dilapangan. Karena kita semua tentunya ingin dengan data BPS publik dapat tercerahkan, serta semakin cerdas dan objektif dalam memberikan penilaian terhadap suatu hal, khususnya kinerja pemerintah. Semboyan profesionalisme, integritas dan amanah selalu ada dalam setiap langkah kita. 

Sabtu, 28 Januari 2017

UTAK-ATIK DATA

Menyaksikan acara di salah satu televisi swasta beberapa waktu lalu harus diakui melukai dan membuat sakit hati saya selaku insan BPS (Badan Pusat Statistik). Tudingan bahwa data telah diutak-atik demi kepentingan tertentu membuat saya selaku juru potret data merasa miris. Dimana kredibilitas BPS selaku penyedia data statistik dipertanyakan. Sakit memang, tapi kritik memang harus diambil hikmahnya. Berusaha memperbaiki diri serta menjelaskan kepada khalayak luas bagaimana sebenarnya menghasilkan sebuah data yang berkualitas.
Untuk menyediakan statistik yang berkualitas bagi pembangunan bangsa, BPS melakukan pengumpulan data melalui berbagai sensus dan survei. Sensus dilakukan dengan mencacah semua unit populasi di seluruh wilayah Republik Indonesia untuk memperoleh karakteristik populasi pada saat tertentu. Sedangkan survei dilakukan dengan mencacah sampel untuk memperkirakan karakteristik populasi. Dari berbagi sensus dan survei inilah kemudian dihasilkan data-data seperti jumlah penduduk dan karakteristiknya, tingkat pengangguran, inflasi, pertumbuhan ekonomi, jumlah penduduk miskin, dan lain sebagainya.
Dalam pelaksanaan pengumpulan data BPS lebih banyak melakukannya melalui survei ketimbang sensus. Hal ini dikarenakan biaya yang harus dikeluarkan untuk sensus sangat mahal bila dibandingkan dengan survei yang hanya mencacah sebagian unit populasi. Sensus penduduk, Sensus Pertanian dan Sensus Ekonomi menghabiskan biaya triliunan rupiah. Itulah sebabnya, kenapa sensus hanya dilakukan 10 tahun sekali berdasarkan rekomendasi PBB. Harus diakui bahwa pengumpulan data melalui survei menghasilkan data yang terbatas, tetapi BPS berusaha memaksimalkan penggunaannya.
Dalam menyelenggarkan kegiatan statistik, BPS sadar bahwa data yang dihasilkan akan menentukan arah pembangunan negara ini. Oleh karena itu sebagai warga negara yang mencintai bangsa dan negaranya, segenap statistisi BPS berusaha semaksimal mungkin mempersembahkan data yang akurat.  Ketika melakukan kegiatan statistik harus selalu patuh pada prinsip-prinsip ilmiah (kaidah ilmu statistik) dan senantiasa menjadikan kejujuran diatas segalanya. Tugas kami hanya memotret kondisi yang ada dan menyajikannya tanpa polesan untuk mempercantik. Merekayasa data pantang buat segenap insan BPS.
Dimanapun kita tidak akan mendapatkan satupun sensus atau survei yang benar-benar sempurna, bebas dari kesalahan dan kekurangan. Oleh Karena itu, para pengguna data seharusnya sadar bahwa data statistik pada dasarnya hanyalah sebuah perkiraan yang diupayakan sebisa mungkin tidak jauh berbeda dengan nilai yang diperkirakan melalui penerapan seperangkat metode ilmiah, bukan sebuah kebenaran absolut yang tidak mengandung kesalahan. Ada dua jenis kesalahan (error) yang sudah pasti terjadi dalam setiap kegiatan statistik, yakni sampling error dan non sampling error. Dua hal ini sangat penting untuk dipahami oleh pengguna data. Sampling error adalah kesalahan yang hanya terjadi ketika kita melakukan pengumpulan data lewat suatu survei. Kesalahan ini muncul karena kita hanya mencacah (mendata) sebagian populasi untuk mengestimasi atau memperkirakan karakteristik populasi. Yang namanya perkiraan, sudah pasti tidak ada yang tepat 100 persen. Kesalahan akan selalu ada. Sampling error dapat ditekan melalui penggunaan teknik penarikan sampel yang tepat dan memperbesar ukuran sampel. Untuk yang terakhir ini dibutuhkan tambahan biaya. 
Sementara itu, non sampling error adalah kesalahan yang berhubungan dengan teknis pengumpulan data di lapangan, sumbernya bisa dari pencacah (pengumpul data) dan atau responden (sumber data). Contoh non sampling error yang kerap kali terjadi adalah responden tidak terdata atau lewat cacah, serta isian kuesioner yang salah karena kelalaian petugas atau jawaban responden yang tidak benar. Hal ini juga masih ditambah dengan keengganan responden dalam menerima petugas pendata dan menjawab isian dari kuesioner dalam kegiatan survei maupun sensus.
Kalaupun kualitas data BPS yang ada sekarang belum sepenuhnya sesuai dengan harapan publik, maka hendaknya jangan hanya BPS yang disalahkan, karena pihak lain sedikit banyak juga memiliki andil didalamnya. Untuk itu, saya berharap semua pihak mau bekerjasama dengan baik ketika menjadi responden pada setiap sensus dan survei yang dilaksanakan oleh BPS demi terwujudnya statistik berkualitas untuk pembangunan bangsa. Sehingga tudingan mengutak-atik data demi kepentingan golongan tidak akan pernah ada disetiap benak pengguna data.

Sabtu, 07 Januari 2017

TANTANGAN PENYAJIAN DATA

Dekade ini ketika melihat data semua orang akan terpusat pada BPS (Badan Pusat Statistik) sebagai leading sector. Tentu saja betul, karena BPS merupakan instansi pemerintah yang dibentuk untuk menjalankan mandat Undang-Undang, yang diatur dalam UU No 16 Tahun 1997 tentang Statistik. Dalam UU tersebut, jelas bukan hanya BPS satu-satunya lembaga yang diakui oleh Negara sebagai lembaga yang konsen dalam menangani kegiatan statistik, bisa perorangan ataupun swasta. Namun, BPS merupakan leading sector bagi pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan datanya.
Berkembangnya wacana “satu data” memang mengundang banyak pendapat. Apakah BPS mampu dan siap sebagai penyedia satu-satunya data. Sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Statistik kita sudah tahu ada tiga jenis statistik yang diatur didalamnya, Statistik Dasar, Statistik Sektoral dan Statistik Khusus. Aturan inilah yang harus menjadi bahan acuan, bukan hanya BPS sebagai penyelenggara perstatistikan nasional saja, namun juga harus dimengerti oleh pemerintah sebagai stakeholder dan terinformasikan ke masyarakat.
Statistik dasar tidak hanya tiga sensus besar yang dilakukan serentak secara nasional, namun juga terdiri dari berbagai survei besar berskala nasinal yang diselenggarakan BPS. Terbayang banyaknya data yang dihasilkan dari kegiatan tersebut. Yang sudah seharusnya menjadi perhatian bagi stakeholder agar dapat mendiseminasikan data statistik tersebut.
Statistik sektoral diselenggarakan oleh instansi pemerintah sesuai lingkup tugas dan fungsinya, dapat dilakukan secara mandiri atau bersama BPS. Kebutuhan data sektoral memang mutlak datang dari instansi terkait, namun tetap dikoordinasikan dengan BPS sebagaimana yang diamanahkan oleh UU no. 16 tahun 1997.
Dari kualitas data, BPS tidak hanya dituntut untuk menyajikan data yang akurat, relevan, akuntable dan terbaru saja, namun varian data yang mencakup berbagai bidang dan spesifik menjadi demand yang tidak akan mudah dipenuhi. Hal ini menuntut kerja keras bagi segenap aparatur BPS. Semangat menyajikan data terbaik harus selalu berkobar, walau kita tahu untuk mengumpulkan data dilapangan bukanlah suatu hal yang mudah. Kesukaran dalam pengumpulan data sangat beragam, dari medan yang sulit, penolakan dari responden sampai kepada akomodasi yang sangat terbatas dalam melaksanakan tugas pencacahan. Sebagai contoh saja saat pelaksanaan Sensus Ekonomi tahun 2016 kemarin masih ada perusahaan besar yang berada di bumi battiwakal ini tidak memberikan datanya. Tidak hanya sekali dua petugas sensus datang berkunjung untuk memperoleh data yang diperlukan, tetapi petugas selalu terbentur dengan regulasi yang dimiliki oleh perusahaan. Harapan disegenap petugas BPS agar UU tentang statistik bukanlah UU macan ompong yang tidak mampu menjerat pengusaha maupun perusahaan serta responden yang tidak mau memberikan datanya demi kepentingan pembangunan negeri ini.
Selain pengumpulan data, pelayanan publik juga menjadi perhatian serius di tahun yang baru ini. Keluhan agak sulitnya mendapat data BPS menjadi permasalahan klasik yang selalu menjadi langganan masukan dari pengguna data. Website BPS hingga saat ini sudah cukup mumpuni, hal ini dibuktikan dengan dipredikatkan sebagai salah satu Top 99 Inovasi Pelayanan Publik yang dikeluarkan Kementrian PAN dan RB, namun apa artinya jika website yang lengkap berisi data strategis itu tidak tersosialisasikan dengan baik. Ditahun 2017 ini nampaknya sosialisasi lewat tatap muka langsung dengan pengguna data merupakan cara terbaik untuk mensosialisasikan data BPS. 
Kobarkan terus semangat pejuang data, jangan pernah surut langkahmu. Kita implementasikan semangat profesinalisme, integritas dan amanah dalam setiap langkah. Mari kita cerdaskan negeri ini dengan data. Membangun data itu memang mahal tapi akan jauh lebih mahal membangun tanpa data.