Berilah pelajaran kepada anak-anak perempuan, dan dari
sinilah peradaban bangsa dimulai. Jadikanlah mereka ibu-ibu yang cakap, cerdas
dan baik, maka mereka akan menyebarluaskan peradaban diantara bangsanya kepada anak-anak
peradaban, dan kepandaian mereka akan diteruskan.
(R.
A. Kartini)
Bicara tentang sosok perempuan tak lepas dari dinamika
para perempuan Indonesia dalam mewarnai kehidupan berbangsa dan bernegara.
Perempuan masa lampau yang cenderung terbatas untuk bekerja di ranah
pemerintahan, terbatas untuk berpendidikan tinggi. Semua kesempatan kerja di
luar, pendidikan tinggi seakan milik kuasa laki-laki, kondisi itu kini sudah
terkikis. Dari segi pendidikan, sekarang perempuan memiliki kesempatan yang
sama untuk menambah pengetahuan sebagaimana laki-laki yang berkesempatan.
Banyak perempuan yang memiliki karir yang tinggi karena pendidikan yang
diperolehnya serta menjadi business women
yang mewarnai kehidupan.
Saat ini banyak yang ingin menjadi perempuan yang
berbeda dari yang lain. Maksudnya adalah perempuan juga ingin memiliki
pendidikan yang tinggi dan sukses dalam karir tanpa harus mengabaikan kodratnya.
Mengapa demikian? Karena perempuan pada masa sekarang tidak ingin hanya terbatas
mengurus rumah tangga dengan berdiam diri dirumah.
Dalam peran domestik, berdasarkan data Badan Pusat
Statistik sebanyak 37,79% perempuan Indonesia 15 tahun ke atas yang mengurus
rumah tangga dan sebanyak 14,63% bertindak selaku kepala rumah tangga.
Sedangkan pada peran publik perempuan Indonesia yang bekerja pada tahun 2016
adalah sebesar 48,00% dan sebanyak 29,50% perempuan menjadi pejabat struktural serta
41,99% menjadi pengusaha industri kecil dan menengah.
Di Kalimantan Timur peran publik perempuan tampak dari jumlah perempuan
yang menduduki kursi DPRD Kaltim periode 2014 - 2019 tercatat sebanyak 47 orang
atau sebesar 12 persen dari jumlah total anggota DPRD di Kalimantan Timur.
Dalam birokrasi pemerintahan pun peran perempuan tidak dapat diabaikan. Tahun
2016 tercatat sebanyak 2.569 pegawai negeri sipil perempuan atau sebesar 39
persen dari jumlah total pegawai negeri sipil di pemerintahan provinsi
Kalimantan Timur.
Dari hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas)
yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) di tahun 2016 penduduk perempuan
usia kerja, yaitu perempuan yang berusia lebih dari 15 tahun, yang bekerja
sebanyak 528.844 jiwa dari total penduduk perempuan usia kerja sebanyak 1.194.610
jiwa. Sehingga tingkat partisipasi angkatan kerja penduduk perempuan di
provinsi Kaimantan Timur sebesar 47,69 persen, yang berarti hampir separuh
penduduk perempuan di provinsi Kaimantan Timur pada tahun 2016 berpartisipasi
aktif secara ekonomi dalam kehidupan sehari-hari.
Banyak alasan mengapa perempuan terdorong untuk maju
melangkah ke ranah publik dan tidak stagnan di ranah domestik. Jika menengok
kebelakang saat gelombang emansipasi pertama kali didengungkan ketika zaman
pergerakan, di situlah titik tonggak perempuan menginginkan keterlibatannya
dalam ranah publik.
Pada era reformasi merupaka awal ketidaksetaraan
gender mulai nyaring disuarakan. Paham feminisme bukan lagi menjadi hal yang
bisik-bisik untuk dibicarakan. Media, buku, sastra, semua ramai dan tidak ragu
mengangkat isu gender dan perempuan. Sehingga semakin mendorong perempuan untuk
sadar mengenai kesetaraan gender dalam berbagai lini bidang tidak hanya
domestik tetapi juga di ranah publik.
Perwujudan upaya tersebut tidak mudah bagi perempuan,
pasti ada kendalanya. Hambatannya terkait peran dalam keluarga dan tuntutan
dari perannya di ranah publik. Pada lingkup domestik perempuan menjalankan
perannya sebagai ibu dan istri, sedangkan dalam lingkup publik ia memiliki
tanggung jawab terkait pekerjaan dan tugas-tugas di ranah publik. Peran ganda
adalah resiko yang mau tidak mau harus diambil oleh perempuan saat terlibat di
ranah publik. Konsekuesinya bisa saja keeratan dalam hubungan anggota keluarga
menjadi renggang misalnya hubungan orang tua dengan anak, anak menjadi kurang
perhatian orang tua karena kedua orang tuanya sibuk.
Momentum Hari Ibu yang baru saja kita peringati pada
tanggal 22 Desember lalu dapat jadikan sebagai refleksi tentang peran perempuan
dalam keluarga dan ruang publik. Pada dasawarsa terakhir ini dalam komunitas
dan sektor tertentu perempuan telah mendapatkan tempat yang berarti di tengah
masyarakat, tetapi secara makro perempuan masih berhadapan dengan berbagai
masalah. Adanya persepsi tentang peran ganda seorang perempuan, walaupun dia
bekerja di sektor publik tetapi tetap dituntut untuk menyediakan waktu di sektor
domestik yaitu peran sebagai ibu, sebagai isteri, dan pekerjaan-pekerjaan rumah
tangga lainnya tetap dibebankan kepada kaum perempuan.
Perempuan tidak juga harus memilih salah satu, antara
domestik maupun publik. Beberapa perempuan tetap memilih menjalankan peran
ganda tersebut. Peran ganda memang tidak dapat dihindarkan, maka dari itu sudah
seharusnya laki-laki menerima berbagi peran domestik tersebut agar tidak semua
dibebankan pada perempuan. sosok perempuanlah diharapkan menjadi pendidik
pertama bagi anak-anak yang dilahirkannya. Jika hal ini terwujud maka
keterlibatan perempuan dalam lingkup publik akan semakin bertambah. Keikutsertaan
perempuan dalam ranah publik maka mereka turut serta dalam pembangunan negara
ke arah yang lebih maju dan baik.