Senin, 16 Maret 2015

MENGUKUR KEBERHASILAN PEMBANGUNAN

Suksesi kepemimpinan di Kabupaten Berau saat ini hanya tinggal menghitung hari. Suhu politik dapat dirasakan sudah mulai meningkat. Dimulai dengan pendaftaran bakal calon bupati dan wakil bupati oleh partai politik harus diakui mulai membuat kita bertanya-tanya siapakah kelak yang akan memimpin Kabupaten Berau yang kita cintai ini selama lima tahun ke depan. Harapan besar rakyat Berau akan menjadi beban di pundak calon-calon pemimpin Kabupaten Berau, agar semua keberhasilan pembangunan yang dirasakan saat ini dapat berlanjut dan visi Kabupaten Berau yang ingin menjadikan kabupaten berau sebagai daerah unggulan di bidang agribisnis dan tujuan wisata mandiri dan religius menuju masyarakat sejahtera dapat tercapai.
Harus diakui kemajuan kabupaten berau selama 10 tahun terakhir sangat luar biasa, hal ini dirasakan langsung oleh penulis yang mulai menapakan kaki di kabupaten berau sekitar 13 tahun yang silam. Dalam kurun waktu itu ada banyak kemajuan pembangunan di wilayah kab. Berau. Tidak pernah terlintas dalam pemikiran penulis bahwa saat ini Berau memiliki bandara yang representatif, pasar yang indah, masjid yang berdiri dengan megah dan destinasi wisata yang semakin dikenal dimata dunia. Tidak dapat kita pungkiri bahwa semua itu adalah keberhasilan yang telah dibawa oleh kepemimpinan duo Makmur-Rifai dalam memimpin wilayahnya.
Mengukur keberhasilan pembangunan tidak valid rasanya jika kita hanya mengukurnya dari apa yang kita lihat saat ini tanpa didasari oleh data sebagai salah satu bukti pendukung keberhasilan pembangunan yang dilakukan. Penulis akan coba menggambarkan keberhasilan pembangunan ini jika dilihat dari data Indeks Pembangunan Manusia, Angka kemiskinan dan angka Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto yang sehari-harinya sangat akrab dengan kehidupan dunia kerja penulis.
Selama periode 3 (tiga) tahun terakhir, pencapaian angka IPM Kabupaten Berau terus membaik. Pada tahun 2011, angka IPM Kabupaten Berau telah mencapai 74,63 dan kemudian menunjukkan kemajuan yang cukup berarti di tahun 2012 menjadi 75,05 atau naik sekitar 0,42 poin. Pada tahun 2013, capaian IPM Kabupaten Berau sekitar 75,83 atau naik  0,78 poin dibandingkan dengan tahun 2012. Jika dibandingkan dengan periode tahun sebelumnya (tahun 2011-2012) terlihat laju perkembangan IPM-nya relatif terus mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan karena sudah semakin terwujudnya optimalisasi dan sinergitas pola dan sasaran pembangunan manusia yang dikembangkan pemerintah dan masyarakat di Kabupaten Berau selama ini.
Secara umum, perekonomian Berau yang diukur berdasarkan besaran Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku pada tahun 2013 kembali mengalami peningkatan. Nilai PDRB Berau tahun 2013 mencapai Rp 12.814,78 milyar (mengalami peningkatan sebesar 14,54 persen) dibandingkan tahun sebelumnya, yang sebesar Rp 11.187,56 milyar di tahun 2012.  PDRB dari sektor pertambangan dan penggalian mencapai Rp. 7.412,25 milyar di tahun 2013, dan angka ini meningkat dibandingkan tahun 2011 dan 2012 yaitu masing-masing Rp. 5.488,01 milyar dan           Rp. 6.401,04 milyar. Empat sektor dominan yang mempunyai pengaruh tinggi terhadap pembentukan PDRB tahun 2013 yaitu sektor Pertambangan dan Penggalian (berperan 57,84 persen), sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan & Perikanan (berperan 13,78 persen), sektor Perdagangan, Hotel & Restoran (berperan 11,87 persen), industri pengolahan (berperan 6,66 persen). Sedangkan sektor-sektor yang lain secara keseluruhan berperan sebesar 9,85 persen terhadap perekonomian Berau.
Demikian pula dengan angka kemiskinan Kabupaten Berau yang setiap tahunnya menunjukan perkembangan yang menggembirakan. Melaksanakan program pengentasan kemiskinan bukanlah hal mudah bagi setiap daerah termasuk Kabupaten Berau. Namun upaya keras terus dilakukan agar pembangunan yang berbasis pengentasan kemiskinan dapat terlaksana. Salah satu ukuran untuk melihat apakah program tersebut telah terlaksana dengan baik adalah melalui persentase penduduk miskin.  Pada tahun 2013 persentase penduduk miskin sebesar 4,83 persen. Jumlah ini mengalami penurunan jika dibandingkan tahun 2012 dimana persentasenya mencapai 5,25 persen dan 5,46 persen pada tahun 2011. 
Data yang disampaikan di atas memberikan ukuran dengan jelas keberhasilan pembangunan Kabupaten Berau beberapa tahun terakhir. Semoga saja keberhasilan pembangunan yang telah terekam dan terukur hingga saat ini dapat terus berlanjut dan menunjukkan angka yang semakin baik.

Minggu, 08 Maret 2015

KAWASAN TANPA ROKOK

Rokok, sebuah benda yang sangat terkenal, bahkan penulis yakin tidak ada penduduk usia dewasa di Kabupaten Berau ini yang tidak mengenal rokok walaupun dia bukan seorang perokok. Penulis juga yakin bahwa  sebagian besar perokok mengetahui ada banyak kandungan zat berbahaya di dalam rokok maupun asap yang ditimbulkan dalam aktivitas merokok.
Bangga dan gembira ketika penulis membaca Perda Berau tentang Kawasan Tanpa Rokok di Berau Post edisi Jumat 6 Maret 2015. Perda ini menegaskan sikap Pemerintah kabupaten Berau  yang tegas dan peduli terhadap peningkatan kualitas kesehatan bagi masyarakat Berau.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan mengamanatkan dalam upaya menciptakan lingkungan yang sehat, maka setiap orang berkewajiban menghormati hak orang lain dalam memperoleh lingkungan yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial, dan setiap orang berkewajiban untuk berperilaku hidup sehat dalam mewujudkan, mempertahankan, serta memajukan kesehatan yang setinggi-tingginya. Lingkungan yang sehat dapat terwujud antara lain dengan menerapkan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja dan tempat umum serta tempat-tempat lain yang ditetapkan.
Diterbitkan Peraturan Daerah Kabupaten Berau Nomor 6 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok, bukan berarti ada larangan kepada warga Kabupaten Berau untuk merokok. Akan tetapi Perda tersebut mengatur kawasan-kawasan yang harus bebas dari polusi asap rokok. Karena harus kita pahami bahwa perokok aktif tentu akan melahirkan perokok pasif, orang yang tidak merokok memiliki kebebasan untuk terhindar dari asap rokok.
Definisi Kawasan tanpa rokok menurut Perda Nomor 6 Tahun 2014 adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan merokok atau kegiatan untuk memproduksi, menjual,mengiklankan, dan atau mempromosikan produk tembakau.
Pada Bab III Perda Nomor 6 Tahun 2014 tersebut telah tertulis dengan jelas wilayah mana saja yang merupakan kawasan tanpa rokok, hendaknya semua lapisan masyarakat bisa memahami Perda ini sehingga kita tidak menemukan lagi orang yang merokok tidak pada tempatnya, kita tidak akan menemukan lagi pegawai negeri sipil yang merokok didalam ruangan kantor, tidak ada lagi tenaga pendidik yang merokok di lingkungan sekolah atau bahkan tenaga kesehatan yang merokok di fasilitas pelayanan kesehatan.
Sedangkan pada Bab IV tercantum tentang kewajiban dan larangan kawasan tanpa rokok yang kita harapkan semua lapisan masyarakat dapat mematuhi semua ketentuan yang ada. Andai kata terjadi pelanggaran pun pihak yang terkait harus bertindak tegas dalam menjalankan apa yang diamanahkan dalam Perda ini, sehingga dapat menimbulkan efek jera bagi pihak yang melanggar Perda.
Aturan tidak akan berjalan dengan baik apabila sanksi dari aturan tersebut tidak diterapkan dengan baik, peran serta pihak yang memiliki kewenangan dalam menegakkan aturan tersebut sangat diperlukan. Karena dalam Perda Nomor 6 Tahun 2014 Bab VII pasal 11 telah jelas sanksi untuk pelanggaran Kawasan Tanpa Rokok tersebut.
Kita tahu bahwa selama ini bahaya asap rokok mengancam kesehatan bukan saja bagi perokok itu sendiri tetapi juga bagi orang yang berada di sekitarnya. Banyak perokok yang seolah tidak peduli banyak orang yang terganggu dengan asap yang ditimbulkan dari kegiatan merokoknya. Seringkali kita lihat di warung makan, di tempat perbelanjaan, bahkan di lingkungan kantor maupun sekolah perokok menikmati dengan bebas kegiatan merokoknya walaupun secara sadar atau tidak kegiatannya tersebut mengganggu orang yang berada disekitarnya. Dilingkungan sekolah ada banyak tenaga pendidik yang masih merokok dilingkungan sekolah, setidaknya hal tersebut secara tidak langsung juga memberikan contoh buruk bagi anak didik. Sedangkan di lingkungan kerja atau kantor banyak sekali orang yang tidak merokok harus terpapar asap rokok karena rekan kerja yang perokok tidak merokok pada tempatnya.
Upaya penerapan kawasan tanpa rokok sangatlah penting dalam menanggulangi angka prevalensi kesakitan dan kematian yang di akibatkan oleh rokok, hal ini bertujuan agar kita dapat menciptakan area dan lingkungan yang sehat, bersih, dan udara yang segar. penerapan kawasan area yang bebas tanpa rokok jelas adalah salah satu upaya yang dapat dilakukan agar dalam kawasan tersebut tidak ada kegiatan suatu produksi, menjual, mengiklankan,mempromosikan atau kegiatan merokok, hal ini bertujuan agar kita dapat menciptakan KTR (Kawasan Tanpa Rokok) dan tentu saja upaya ini dilakukan untuk menghindari lingkungan cemaran asap rokok, sehingga dengan secara tidak langsung kita dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat rokok.

Tentunya kita sebagai orang tua tidak ingin meracuni anak-anak kita dengan rokok, kita tidak ingin bangsa kita menjadi bangsa yang tertinggal karena tunas-tunas bangsa kita telah mengalami kemunduran perkembangan otaknya akibat paparan asap rokok. Mari kita taati Peraturan Daerah Kabupaten Berau tentang Kawasan Tanpa Rokok sehingga suasana kerja, pelayanan dan kegiatan lainnya dapat  berjalan dengan baik tanpa adanya asap rokok. Bersama kita wujudkan Kawasan Tanpa Rokok.