Minggu, 18 Desember 2016

AGLAONEMA, ADENIUM DAN ANTHURIUM

Menanam bunga dan tanaman hias mungkin tidak terlalu umum untuk seorang laki-laki. Saya sendiri menyenangi kegiatan ini berawal dari kegemaran ibu saya menanam berbagai macam tanaman hias. Bagi saya menanam tanaman hias memberi pelajaran tersendiri dalam kehidupan ini. Dari sekian banyak tanaman hias yang ada,  jenis aglaonema, adenium dan anthurium menempati arti tersendiri bagi saya. Ketiga jenis tanaman tersebut memiliki karakterstik masing-masing terhadap media tumbuh, intensitas cahaya dan jumlah air yang dibutuhkan. Ketiganya juga memiliki keindahannya masing-masing.
Karakteristik ketiga tanaman ini menjadi pelajaran berharga bagi saya dalam memahami bagaimana bersikap dalam memahami orang-orang disekeliling saya. Bahwa setiap individu pasti memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Tidak mungkin kita akan berhasil dalam mencapai satu tujuan jika perlakuan kita terhadap individu itu kita sama ratakan sesuai dengan kehendak kita. Apa jadinya jika adenium yang suka menerima cahaya langsung kita tempatkan bersama aglaonema atau anthurium yang tidak menyukai cahaya langsung. Bisa jadi adenium itu tetap tumbuh tapi dapat dipastikan dia tumbuh dalam tekanan dan kehilangan keindahannya.
Jangan pernah menganggap apa yang menurut kita baik dan benar pastinya baik untuk orang lain, bisa jadi justru hal itu akan merusak. Jangan pernah memaksakan kehendak kita kepada orang lain, karena belum tentu hal itu memberi dampak yang baik bagi orang lain tersebut.
Belajar menghargai dan memahami perasaan teman, sahabat, saudara dan siapapun yang berinteraksi dengan kita akan memberikan keindahan dan ketenangan dalam menjalani hidup ini.

Senin, 07 November 2016

KARSTKU SAYANG KARSTKU MALANG

Pro dan kontra pembangunan pabrik semen di wilayah kampung Teluk sumbang yang merupakan bagian dari karst Sangkulirang-Mangkalihat terus berdengung. Saya sendiri yang sampai saat ini tetap bangga menyandang gelar rimbawan merasa terusik. Kita perlu memikirkan bersama apa benar dengan adanya pabrik semen dan penambangan batu gamping diwilayah itu akan mengangkat perekonomian atau memajukan pembangunan wilayah sekitar tambang atau hanya kemajuan semu yang diperoleh. Tentunya kita tak perlu jauh-jauh mencari perbandingan keluar akan efek positif dan negatif dari sebuah kegiatan pertambangan. Saya sebagai penduduk kelurahan Teluk Bayur cukup mengambil perbandingan di wiayah Teluk Bayur. Saat saya menginjakan kaki pertama kali ke bumi battiwakal pada tahun 2002 karena panggilan tugas negara yang harus saya jalani adalah rasa kagum akan suasana asri dan udara yang sejuk. Sangat berbeda dengan susasana kota Samarinda sebagai kota asal saya. Pada tahun-tahun awal saya berada di Berau saya harus menggunakan selimut ketika tidur dimalam hari karena suhu udara yang cukup dingin, pada tahun-tahun awal tersebut saya juga belum pernah mengalami banjir di wiayah Teluk Bayur. Akan tetapi suasana itu berubah tatkala investasi pertambangan masuk ke Teluk Bayur, suhu udara menjadi panas sehingga saat ini sulit rasanya tidur jika tidak menggunakan pendingin ruangan, beberapa titik juga mulai mengalami banjir. Belum lagi lubang-lubang eks tambang yang hingga perusahaan tambang itu telah pergi tidak ditutup sehingga menyisakan danau-danau buatan. Banyak bentang alam yang rusak walaupun industri pertambangan tersebut telah mengantungi proper hijau atau bahkan proper emas.  Saya memang bukan ahli lingkungan tapi saya yakin saat bentang alam ini dirubah maka kondisi lingkungannya pasti akan berubah.
Cobalah kita berpikir lebih arif, apa benar saat investasi pertambangan masuk ke daerah kita maka tingkat kesempatan kerja kita bertambah atau hanya pertambahan semu yang kita peroleh. Karena peluang kerja yang dijanjikan ke masyarakat sekitar tidak lebih dari peluang kerja untuk buruh dan tenaga kasar lainnya. Yang pada saatnya tenaga kerja dengan keahlian rendah pasti akan tergantikan oleh tenaga kerja yang memiliki kemampuan lebih tinggi. Tingkatan manajerial pastinya bukan dari kalangan masyarakat desa di sekitar tambang.
Investasi industri semen memang sangat besar nilai ekonominya, tetapi investasi kelestarian lingkungan hidup dan keanekaragaman hayati justru jauh lebih besar nilainya, baik itu nilai ekonomi maupun non ekonomi. Pemanfaatan kawasan lindung oleh industri tambang selalu menyisakan efek samping yang tidak  kecil, misalnya saja polusi, hilangnya sumber air, kekeringan, serta rusaknya lahan-lahan pertanian dan perkebunan masyarakat. Kegiatan industri semen dapat menimbulkan pencemaran tanah yang berpengaruh kepada tumbuhan dikarenakan semen mengandung senyawa trikalium silikat, dikalium silikat, trikalium aluminat, tetra kalsium, aluminium ferit, dan kapur bebas yang menyebabkan tumbuhan tidak tumbuh dengan subur. Selain pencemaran tanah industri semen juga menimbulkan pencemaran air dan pencemaran udara. Limbah yang terbesar dari industri semen atau pabrik semen adalah debu dan partikel, yang termasuk limbah gas dan limbah B2.
Efek samping tersebut sangatlah tidak berimbang dengan keuntungan ekonomi yang dihasilkan industri tersebut. Memang, secara hukum, pihak industri dan pihak pemerintah (provinsi dan kabupaten) memegang kunci utama bagi keberlanjutan usaha ini. Namun, mereka seharusnya bisa mengerti dan paham mengenai kearifan lokal masyarakat sekitar dan masalah kelestarian lingkungan. Mereka sudah seharusnya menjadi kawan bagi masyarakat awam dalam membangun wilayah yang selaras dengan kearifan lokal dan kelestarian lingkungan hidup. Mereka dengan kebijakannya bisa mengubah itu semua.
Karst merupakan kawasan yang dapat menangkap kemudian menyimpan air dalam sungai bawah tanah. Rekahan pada karst merupakan jalur drainase vertikal air hujan  ke bawah permukaan tanah. Karst memiliki peran yang sangat penting dalam rangka pengaturan air. Karst mampu menampung air saat hujan tiba mencegah air mengalir langsung ke sungai. Simpanan air tersebut dapat dimanfaatkan ketika musim kemarau tiba.
Menurut hemat penulis, pemerintah harus memperhatikan UU No.  32 tahun 2009  tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang mengatur bahwa masyarakat memiliki hak dan kesempatan berperan aktif dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Ia bisa berupa peran pengawasan sosial, pemberian saran, pendapat, usul, keberatan, pengaduan dan menyampaikan informasi dan atau laporan. 
Kita pastinya tidak ingin keelokan alam dan terumbu karang pulau kaniungan besar dan kaniungan kecil serta jernihnya labuan cermin hanya menjadi tinggal kenangan. Kesemua keindahan destinasi wisata yang ada saat ini merupakan titipan dari anak cucu kita bukanlah kue investasi yang dihabiskan oleh keserakahan. Sudah saatnya kita menjaga kelestarian bentang karst yang ada, menyayanginya sehingga lingkungan tetap lestari dan anak cucu kita tetap dapat menikmatnya.

Sabtu, 05 November 2016

AKU, KAU DAN WAKTU

Sang waktulah yang membuat kita bertemu
Mengikat kita dalam persahabatan
Memberikan berjuta kenangan manis 
Dalam lembar kisah hidup kita 

Sang waktulah yang menumbuhkan bunga cinta
Merangkainya menjadi seikat asa
Membingkai selaksa kenangan indah
Dalam biduk perasaan kita 

Tapi akhirnya sang waktu jualah yang mengakhiri
Memisahkan raga kita dengan jarak
Mengoyak luka diseparuh jiwa
Dalam kenangan yang takkan pernah sirna 

Selama Sang Pemilik waktu memberiku hidup
Aku takkan pernah mengalah dengan waktu
Karena setiap detiknya kan selalu kubisikkan
Kau yang memberikan waktu terindah bagiku
 *Dedicated For My Little Angel

Rabu, 19 Oktober 2016

Filosofi gula & Kopi ☕

Jika kopi terlalu pahit
Siapa yang salah?
Gula lah yg di salahkan karena terlalu sedikit hingga "rasa" kopi pahit
.
Jika kopi terlalu manis
Siapa yg di salahkan?
Gula lagi karena terlalu banyak hingga "Rasa" kopi manis
.
Jika takaran kopi & gula balance
Siapa yg di puji...?
Tentu semua akan berkata...
Kopinya mantaaap
.
Kmn gula yg mempunyai andil
Membuat "rasa" kopi menjadi mantaaap
.
.
Gula PASIR memberi RASA MANIS pada KOPI, tapi orang MENYEBUTnya KOPI MANIS... bukan KOPI GULA...
.
Gula PASIR memberi RASA MANIS pada TEH, tapi orang MENYEBUTnya TEH MANIS... bukan TEH GULA...
.
ORANG menyebut ROTI MANIS... bukan ROTI GULA...
.
ORANG menyebut SYRUP Pandan, Syrup APEL, Syrup JAMBU....
padahal BAHAN DASARnya GULA....
Tapi GULA tetap IKHLAS LARUT dalam memberi RASA MANIS...
.
Akan tetapi apabila berhubungan dgn Penyakit, barulah GULA disebut..PENYAKIT GULA
.
BEGITUlah HIDUP.... Kadang KEBAIKAN yang Kita TANAM tak pernah diSEBUT Orang....
Tapi kesalahan akan dibesar-besarkan...
.
IKHLASlah seperti GULA...
LARUTlah seperti GULA...
.
Tetap SEMANGAT memberi KEBAIKAN...!!!!
Tetap SEMANGAT menyebar KEBAIKAN..!!!
Karena KEBAIKAN tidak UNTUK DISEBUT...
tapi untuk DIRASAkan... 

Selasa, 20 September 2016

PENINGKATAN KESADARAN STATISTIK

"Ini yang mulai sekarang saya tidak mau lagi. Urusan data, pegangannya hanya satu sekarang di BPS (Badan Pusat Statistik)," kata Jokowi, saat pencanangan sensus ekonomi 2016 di Istana Negara, Jakarta, Selasa (26 /4/2016). Kepercayaan yang luar biasa besar dari seorang pemimpin republik ini,  merupakan pujian sekaligus tantangan bagi segenap insan Badan Pusat Statistik.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan pemerintah hanya akan menggunakan data yang berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan bukan kementerian. Hal itu akan digunakan sebagai dasar untuk pembuatan kebijakan pemerintah mulai saat ini. Akan tetapi, Jokowi mengingatkan, agar BPS juga akurat dalam pengumpulan data. Data tersebut juga akan ditinjau kembali untuk melihat kebenarannya dari berbagai hal. Sebuah tujuan yang sangat dahsyat, yaitu terciptanya kesergaman data, sebuah ide besar berupa one data bisa segera terealisasi.
Berdasarkan Undang-Undang Statistiik No.16 Tahun 1997, Badan Pusat Statistik (BPS) menjadi satu-satunya lembaga yang diberi tanggung jawab oleh negara untuk menyelenggarakan kegiatan statistik dasar, yakni statistik yang pemanfaatannya ditujukan untuk keperluan yang bersifat luas, baik bagi pemerintah maupun masyarakat luas, yang memiliki ciri-ciri lintas sektoral, berskala nasional, dan makro. Statistik dasar diselenggarakan oleh BPS melalui berbagai sensus dan survei. Sensus dilakukan dengan mencacah semua unit populasi di seluruh wilayah Republik Indonesia untuk memperoleh karakteristik populasi pada saat tertentu. Contoh kegiatan sensus yang dilakukan oleh BPS adalah Sensus Penduduk, Sensus Pertanian, dan Sensus Ekonomi. Adapun survei dilakukan dengan mencacah sampel untuk memperkirakan karakteristik populasi. Contoh kegiatan survei yang secara rutin dilakukan oleh BPS adalah Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS), Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS), Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS), Survei BIaya Hidup (SBH), dan lain-lain.
Tanggal 26 September 2016 ini kembali kita memperingati Hari Statistik Nasional (HSN).  Filosofi  dibalik lahirnya Hari Statistik Nasional adalah terwujudnya masyarakat yang sadar statistik. Kata “sadar” mengandung makna, masyarakat memiliki pengetahuan yang cukup tentang statistik, juga tahu kegunaan dan pentingnya statistik tersebut. Jika masyarakat sudah sadar statistik, perilaku “menyukai statistik” tentu dengan sendirinya akan terbit pada diri setiap masyarakat. Dengan demikian, berbagai kegiatan statistik yang melibatkan berbagai elemen masyarakat yaitu statistisi (sebagai penghasil data), responden (sebagai sumber data), dan pengguna/konsumen data dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya.
Selama ini peran dan keikutsertaan masyarakat masih terbilang kurang.  BPS banyak menemukan kendala di lapangan saat melakukan pendataan atau pencacahan data terhadap masyarakat, banyak masyarakat yang merasa bosan didatangi oleh petugas dari BPS untuk melakukan pengambilan data, mulai dari mengucapkan kata-kata kurang mengenakkan, hingga sampai tahap pengusiran secara paksa. Sering ditemukan adanya responden yang "Jenuh", "Jengah", "Bosan" dan bahkan menolak untuk didata. Hal ini sangat wajar, sebab kegiatan pendataan yang dilakukan BPS memang sangat banyak dan berkala sehingga sudah pasti akan menimbulkan rasa bosan bagi masyarakat. Ini berarti, masyarakat Indonesia masih belum sadar mengenai data-data statistik yang nantinya dihasilkan oleh BPS. Selain itu, masyarakat juga merasa bosan akibat mereka tidak mendapatkan apa-apa terhadap keterangan yang mereka berikan kepada BPS. Padahal, data tersebut sangat strategis bagi pemerintah dalam upaya mengambil kebijakan pembangunan. Kejujuran dan keikhlasan masyarakat dalam memberikan data yang lengkap dan secara berkala tentunya akan sangat berguna bagi pembangunan negara.
Peringatan Hari Statistik Nasional ini tidak hanya ditujukan kepada Insan BPS melainkan seluruh komponen masyarakat; reponden, produsen maupun konsumen data agar makin menyadari manfaat statistik itu baik bagi Pemerintah, Politisi, Pengusaha, bahkan sampai Rumah Tangga atau orang perorang yang akan menjadi objek ataupun pelaku dalam kegiatan perstatistikan. 
Membangun data itu memang mahal, tapi membangun tanpa data akan jauh lebih mahal. Semoga data statistik di Indonesia dapat berperan dalam mencerdaskan bangsa. Selamat Hari Statistik Nasional.

Senin, 22 Agustus 2016

CERITA HOROR KENAIKAN HARGA ROKOK

Wacana kenaikan harga rokok beberapa hari terakhir membuat para perokok gelisah. Kegelisahan yang wajar karena apabila benar rokok mengalami kenaikan sampai dengan dua kali lipat bisa jadi mereka tidak akan bisa lagi menikmati racun rokok yang selama ini menjadi kenikmatan tersediri bagi perokok.
Sebagai seorang yang hanya pernah mengisap asap rokok dari hembusan perokok yang berada disekitar penulis mungkin berita kenaikan harga rokok ini merupakan kado terindah apabila kenaikan harga tersebut benar terjadi, tapi akan menjadi sebuah cerita horor apabila wacana itu hanya tinggal sebatas wacana.
Melalui tulisan ini penulsi hanya ingin membeberkan beberapa fakta yang mnguntungkan apabila harga rokok benar akan dinaikkan. Dari sisi ekonomi kita perlu melihat harga tembakau di Indonesia, nilai impor tembakau, jumlah pekerja atau petani tembakau dan jumlah tenaga kerja yang terserap di industri penghasil asap ini.
Pengeluaran rumah tangga untuk membeli rokok per hari terkadang melebihi nilai yang diperlukan untuk membeli harga bahan makanan pokok untuk rumah tangga tersebut. Dalam setiap Survey Sosial Ekonomi Nasional yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik dapat dilihat bahwa seringkali pengeluaran untuk keperluan merokok kepala rumah tangga lebih besar dari nilai yang diperlukan untuk membeli beras untuk rumah tangga tersebut. Misalnya seorang Bapak dengan dua anak memerlukan uang sekitar Rp 17.000,- per hari untuk membeli sebungkus rokok, sementara untuk membeli kebutuhan beras 1 kilogram per hari hanya sekitar Rp 12.000,-. Dari contoh sederhana di atas saja dapat kita lihat bahwa ada selisih  Rp 5.000,- per hari,  padahal kerugian dari jumlah uang tersebut masih ditambah bonus dengan terpaparnya anak dan istri  oleh asap rokok akibat bapat tersebut yang merokok dirumah.
Data dari Direktorat Jenderal Perkebunan pada tahun 2013 menunjukan angka 41.764.938 Kg atau setara dengan US$ 199.589.221 untuk nilai ekspor sedangkan nilai impor sebesar 121.218.229 Kg atau sebesar US$ 627.301.457. Nilai impor tersebut terus trend yang meningkat sejak tahun 2010 dimana pada tahun tersebut nilai impor sebesar US$ 378.710.000, tahun 2011 US$ 507.188.000, dan pada tahun 2013 sebesar US$ 627.301.457. Dari data impor ini dapat kita lihat dengan jelas siapa sebenarnya yang diuntungkan dalam bisnis tembakau ini, apakah para petani tembakau atau pengusaha-pengusaha besar penikmat hasil impor tembakau ?
Petani tembakau juga seharusnya tidak perlu khawatir dengan kenaikan harga rokok ini karena hasi dari perkebunan tembakau tidak hanya untuk digunakan pada indsutri rokok tapi juga dapat digunakan pada industri lain.  Tembakau  sebenarnya sangat  bermanfaat bagi kesehatan bahkan telah lama menjadi tanaman obat. Kepala Peneliti di Georgetown University, Washington DC, Dr. Kenneth Dretchen yang melakukan penelitian terhadap virus HPV (Human Papilloma Virus) yang menjadi penyebab munculnya kanker mulut rahim. Ia mengembangkan antibodi terhadap HPV dari senyawa yang terkadung dalam tembakau. Berdasarkan penelitian, tumbuhan tembakau dapat menjadi obat penawar alternatif karena tembakau mampu menjadi wadah perkembangan genetik virus HPV tersebut untuk memproduksi sel kuman yang nantinya dapat menjadi antibodi bagi virus pencetus kanker mulut rahim.
Masalah PHK besar-besaran pun sebenarnya sudah terjadi di industri rokok walaupun harga rokok belum dinaikkan. Data dari Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) pada tahun 2015 menyebutkan bahwa telah terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) di Sampoerna sebanyak 12.125 pekerja, Gudang Garam 6,189 pekerja dan Bentoel sebanyak 1.000 pekerja. Semua ini dilakukan karena besarnya biaya produksi. Bukan karena nilai jual rokok yang naik. 
Uraian di atas memang hanya sebuah deskripsi sederhana tentang untung ruginya bagi masyarakat jika harga rokok benar dinaikkan. Tapi penulis harap tulisan ini dapat menjadi gambaran bagi seluruh lapisan masyarakat dalam menyikapi wacana kenaikan harga rokok saat ini. Sehingga kenaikan harga rokok tidak menjadi sebuah cerita horor. Sudah saatnya kita memang berani berkata bahwa “Saya keren tanpa rokok”. 

Sabtu, 13 Agustus 2016

KEMERDEKAAN PENDIDIKAN

Membaca berita kasus pemukulan guru SMKN 2 Makassar yang dilakukan oleh orang tua siswa yang tidak menganalisa dulu apa yang telah dilaporkan anaknya membuat miris. Kita telah merdeka selama 71 tahun tetapi terkadang kita salah mengartikan kemerdekaan tersebut. Kita salah mengartikan kemerdekaan dalam bersikap. Yang muncul akibat kesalahan pemahaman tersebut adalah tindakan anarkis dan ketidakpedulian terhadap sekitar serta hilangnya rasa hormat.
Penulis masih ingat masa-masa sekolah dulu dimana guru menjadi panutan, guru memiliki kebebasan dalam mendidik anak-anak didiknya disekolah. Tidak seperti saat ini para guru dihantui oleh ketakutan akan sanksi hukum karena salah dalam cara mendidik. Kekerasan terhadap anak memang tidak bisa ditolerir akan tetapi sebagai orang tua kita juga harus bijak mana yang sebenarnya kekerasan dan mana yang sebenarnya untuk tujuan mendidik. Jika memang ada siswa yang mendapat pembinaan dari gurunya kita selaku orang tua hendaknya bersikap bijaksana.
Seperti yang kita ketahui bersama, salah satu tugas utama dari guru sebagai seorang pendidik adalah mengajarkan kebaikan dan kebenaran. Sebagai bagian dari proses pendidikan, hukuman diberlakukan untuk dapat menegakkan kebenaran tersebut. Namun, apa jadinya jika pemberian hukuman yang diberikan oleh guru kepada muridnya dengan maksud mengajarkan kebaikan tersebut justru membuat sang guru mendapat undangan menginap di hotel prodeo ? Disadari atau tidak, jika hal ini terus berlarut-larut tanpa ada sebuah solusi dari pemerintah, maka "ditakutkan", guru akan kehilangan sebagian powernya sebagai pendidik. Murid akan semakin "berani" kepada gurunya; toh kalau kena hukuman cubit tinggal lapor polisi, lakukan visum, dan sang guru pun akan jadi tersangka. Pada akhirnya, guru akan kehilangan wibawa dan rasa hormat dari para muridnya.
Kita terkadang seringkali melupakan, bahwa manusia diberi pendidikan seyogyanya adalah agar manusia dapat berpikir, memiliki kecerdasan, sekaligus berprilaku yang baik sehingga dapat mengapresiasi setiap perilakunya sesuai dengan hasil pendidikannya yang diperoleh. Berpikir dan berperilaku merupakan hasil dari upaya sebuah pendidikan yang diterapkan, pendidikan tidak hanya berada pada tataran berpikir untuk kecerdasan, tetapi perilaku (akhlaq) justru merupakan hal terpenting dari sebuah hasil pendidikan. Yang sangat  disayangkan adalah ketika pendidikan saat ini lebih banyak membentuk orang cerdas tetapi miskin moral. Kita sangat sulit untuk mencari orang “baik” tapi sangat mudah mencari orang yang “pintar”. Realitas sekarang yang sering kita saksikan adalah justru orang-orang yang kemudian melakukan korupsi adalah orang-orang yang “cerdas” dan berpendidikan, bukan orang-orang yang bodoh.
Pendidikan moral sejatinya adalah pendidikan untuk menjadikan anak lebih manusiawi dan berperilaku sesuai norma dan etika. Artinya pendidikan moral adalah pendidikan yang bukan mengajarkan tentang akademik dan mengutamakan sisi kognisi, namun non akademik khususnya tentang sikap dan bagaimana perilaku sehari-hari yang baik. Tentu saja pendidikan moral bisa dikatakan sebagai pendidikan yang akan dibawa sampai akhir hayat. Pendidikan yang akan menentukan bagaimana ia dipandang masyarakat lain kelak. Dan tentu saja, satu negara bisa saja hancur karena moral anak bangsanya yang rendah. 
Selamat Hari Ulang Tahun Republik Indonesia ke-71, semoga momentum hari kemerdekaan ini juga menjadi kemerdekaan bagi pendidikan di Indonesia, kemerdekaan untuk mencetak generasi-generasi bangsa yang cerdas dan berakhlak yang akan menopang tegaknya bangsa ini dan dapat sejajar dengan bangsa-bangsa lain yang sudah lebih dahulu maju dibanding kita. Jadikanlah pendidikan sebagai skala prioritas dalam membentuk bibit-bibit anak bangsa yang semakin berkualitas mampu bersaing secara sehat dengan bangsa di belahan dunia manapun !

Selasa, 09 Agustus 2016

MAKNA KEMERDEKAAN

Sebentar lagi pada tanggal 17 Agustus 2016 bangsa Indonesia kembali memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 71 tahun. 71 Tahun sudah usia Kemerdekaan Negeri ini, Negeri yang berjuluk Gemah Ripah Loh JInawi, Tata Tentram Tata Rahaja. Negeri Khatulistiwa, Ratna Mutu Manikam. Negeri ini akan kembali bersolek, larut dalam kegembiraan perayaan hari kemerdekaan yang terkadang meninabobokan kita dari arti kemerdekaan sesungguhnya.
Betapa besar perjuangan para pahlawan negeri ini dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan negeri. tidak terhitung jumlah korban jiwa yang berjatuhan. Beribu anak kehilangan orang tuanya, isteri kehilangan suami, dan suami kehilangan isteri. Harta dan jiwa melayang, namun tidak mengendorkan semangat mereka dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. “beribu kami terbaring antara Kerawang Bekasi“ kata Chairil Anwar dalam bait-bait puisinya. “kami mati muda, sebuah lobang peluru bundar di dadanya, senyum bekunya mau berkata, kita sedang perang.“
Generasi 45 telah mewariskan kekayaan yang tak ada bandingannya, yaitu sebuah kemerdekaan. Inti dari kemerdekaan itu adalah kebebasan, baik kebebasan dari rasa takut, bebas berpendapat, serta bebas menentukan nasib sendiri. Namun sayang dalam kurun waktu rentang yang panjang, 71 tahun, hakekat kemerdekaan belum dapat dinikmati oleh mayoritas rakyat Indonesia. Kemerdekaan secara penuh dan utuh masih belum tercapai, yaitu kemerdekaan yang meliputi, memperjuangkan hak-hak rakyat, merdeka politik, merdeka ekonomi dan sosial budaya, dan merdeka dari penjajahan global yang akan merusak identitas dan jati diri bangsa Indonesia.
Kalau kita menengok ke belakang dan kembali membuka lembaran sejarah, maka akan didapatkan sebuah mutiara tentang jiwa dan semangat perjuangan 45. Para pahlawan 45 telah mewariskan sebuah nilai tentang “kerelaan berkorban”. Jiwa rela berkorban seharusnya dimiliki kembali oleh semua komponen anak bangsa untuk mengejar ketertinggalan. Tak kalah penting adalah mempererat kembali tali persatuan dari Sabang sampai Merauke, yaitu dengan jalan membangun jiwa dan semangat nasionalisme yang mulai tercabik-cabik. Memperkokoh mental generasi muda serta penekanan pada moralitas keagamaan.
Pengisi kemerdekaan haruslah mampu memerdekakan akalnya, memerdekakan hati nuraninya, memerdekakan tindakannya, dan memerdekakan ruhaninya dari ikatan, belenggu, penindasan, dan kekuasaan hawa nafsu rendah.  Kemerdekaan dari komponen penting di dalam diri manusia tersebut akan mendorong suatu peleburan menjadi satu kesatuan utuh, mengandung kekuatan Sang Pencipta yang sangat dahsyat. Inilah sesungguhnya hakikat kemerdekaan. Dengan demikian, di dalam mengisi kemerdekaan selalu dalam tuntunanNya dan keridhaanNya, dan pasti sejalan dengan visi dan misi para pejuang.
Berjuanglah dengan apa yang Kita bisa lakukan hari ini dan lakukan walau sekecil apapun, kalaupun kondisi tidak juga berubah ketika Kita hidup paling tidak Kita telah menitipkan sejumput pengetahuan yang nantinya akan menjadi sebuah asa yang kemudian akan berkobar lewat letupan api semangat dalam dada anak-anak muda generasi penerus bangsa yang akan terus hidup untuk mengisi kemerdekaan. Nasionalisme yang berpikir bukan sekedar mengumbar erotisme belaka.
Setiap tahunnya, jarak antara masa perjuangan kemerdekaan dengan masa kini semakin jauh. Para pelaku sejarah yang dikenal sebagai angkatan 45, banyak yang telah meninggalkan alam fana dengan meninggalkan nilai-nilai juang dan semangat 45 kepada generasi penerus. Persembahan yang paling agung dan tak ternilai harganya adalah keberhasilan meraih kemerdekaan. Patut kiranya apabila kita menundukkan kepala sejenak, mengheningkan cipta, menjadikannya sebuah renungan panjang ketika memperingati hari bersejarah bagi bangsa Indonesia. Peringatan tersebut bukan hanya sekedar formalitas yang bersifat seremonial belaka. Mudah-mudahan kita benar-benar menjadi bangsa yang merdeka.

Senin, 16 Mei 2016

PERJUANGAN PETUGAS SENSUS

Sudah hampir tiga minggu kegiatan Sensus Ekonomi 2016 berjalan. Pengalaman-pengalaman menarik saya temukan di lapangan. Entah berupa pengalaman maupun cara untuk berhadapan dengan puluhan karakter manusia yang berbeda-beda. Disini saya belajar, ternyata saya harus memiliki kesabaran ekstra jika berhadapan dengan orang-orang yang memiliki aneka ragam karakter.
Keberhasilan Sensus Ekonomi 2016 ini tidak terlepas dari perjuangan petugas sensus. Kerja keras petugas sensus ini mengajarkan kepada kita arti sebuah perjuangan. Sebuah perjuangan mengumpulkan data. Data dikumpulkan untuk kemudian disusun lalu dilakukan analisis lebih lanjut untuk menggambarkan suatu keadaan. Hasil dari Sensus Ekonomi ini kemudian dijadikan dasar dalam menentukan perencanaan pembangunan.
Lalu, mengapa saya katakan bahwa menjadi seorang petugas sensus adalah sebuah perjuangan? Karena banyak orang yang tidak menyadari kami ada, tidak mengetahui apa yang kami kerjakan, dan untuk apa kami mengerjakannya. Seringkali kami hanyalah dianggap orang-orang ‘kurang kerjaan’ atau bisa juga dianggap kepo dalam bahasa gaul saat ini karena menanyakan hal-hal yang dianggap dirahasiakan seperti berapa jumlah tenaga kerja, berapa pendapatan perbulan dan pertahunnya serta berapa pengeluaran dari usaha yang dilakukan oleh responden. Pertanyaan sederhana, yang jawabannya sebenarnya menentukan nasib bangsa ini ke depannya. Masalahnya adalah, Anda tidak akan merasakan dampak langsung dari hasil pekerjaan kami. Seorang guru jelas-jelas memberikan ilmu kepada anak didiknya, dalam proses belajar mengajar. Layanan apa yang diberikan seorang petugas sensus? Tanpa Anda sadari, kami adalah para ‘penyambung lidah’. Lewat pertanyaan-pertanyaan kami, kami mencatat keadaan Anda. Untuk kemudian kami teruskan kepada Pemerintah negeri ini, seperti inilah potret kehidupan masyarakatnya.
Memang yang bisa kami berikan hanya sebatas data, karena kami tidak diberi kewenangan untuk menentukan kebijakan. Ketidaktahuan Anda terhadap keberadaan kami menjadikan tugas kami menghadapi serangkaian kesulitan. Penolakan Anda terhadap kedatangan kami, menjawab pertanyaan-pertanyaan kami. Atau sikap Anda yang menjawab sekenanya terhadap pertanyaan-pertanyaan kami. Bagaimana mungkin kami bisa menyediakan data yang akurat jika Anda tidak menganggap kami ada dan memiliki tugas yang nyata, yang berpengaruh terhadap bagaimana Pemerintah negeri ini akan melayani Anda? Beberapa di antara kami menyeberangi lautan, mendaki gunung, untuk mengumpulkan jawaban dari pertanyaan demi pertanyaan dalam Sensus Ekonomi ini. Beberapa di antara kami bekerja sampai jauh malam, karena kesibukan Anda menyebabkan kami hanya bisa menemui Anda di waktu malam, karena Anda tak ingin akhir pekan Anda diganggu oleh keberadaan kami. Beberapa di antara kami menjadi teman ‘curhat’ Anda terhadap kondisi pemerintahan dan kesejahteraan masyarakat di negeri ini. Beberapa di antara kami harus puas berhadapan dengan anjing penunggu rumah karena bukan tamu yang ditunggu pemilik rumah, sehingga pemilik rumah menganggap kami tidak layak untuk ditemui, dan mengutus anjing penjaga rumah untuk menjawab salam kami. Dan beberapa dari kami terbiasa menghadapi pengusiran pemilik rumah, karena disangka sebagai petugas pengumpul sumbangan.
Tentunya saya menceritakan profesi saya ini kepada Anda bukan dengan maksud mengeluh. Tapi untuk mengenalkan profesi saya kepada Anda. Sehingga dipertemuan kita selanjutnya, Anda dapat menerima para petugas sensus tadi, menjawab pertanyaan-pertanyaannya dengan apa adanya. Sehingga, data yang kami berikan kepada Pemerintah ini menjadi semakin sesuai dengan keadaan sebenarnya. Menanamkan sebuah pengertian, bahwa jawaban Anda menentukan masa depan bangsa. 
Sensus ekonomi merupakan bentuk pengabdian, dalam menghasilkan data yang penting, bagi proses pembangunan dan seluruh lapisan masyarakat. Hal ini disebabkan SE 2016 selaras dengan program Nawacita pemerintah, yaitu Nawacita ke-6 (Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya). Serta Nawacita ke-7 (Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik).  Data SE 2016 ini juga dapat memotret daya saing bisnis di Indonesia dan menentukan posisi perekonomian Indonesia di antara negara-negara di kawasan regional maupun internasional. Hal ini menjadi penting mengingat bahwa saat ini Indonesia telah memasuki era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), yang sudah barang tentu harus diantisipasi dan disikapi secara cermat dan cerdas. Untuk itu, hasil sensus yang akurat sangat diharapkan dalam sensus ekonomi ini. Jika data yang diperoleh tidak sesuai dengan fakta yang ada di masyarakat, maka perencanaan pembangunan tentu tidak sesuai dengan kondisi masyarakat. 

Sabtu, 23 April 2016

ANGKA PRODUKSI KEDELAI

Sabtu pagi ini masih seperti sabtu pagi minggu-minggu yang lalu. Rutinitas bangun pagi, sarapan, mengantar kedua buah hati berangkat sekolah dan kemudian membaca koran. Tapi menjadi istimewa  ketika mata ini membaca sebuah judul berita “Gakopindo Keluhkan Akurasi Data BPS”, korsa penulis sebagai seorang statistisi tersulut, keinginan untuk meluruskan bangkit. Sebagai sebuah produk manusia data dari Badan Pusat Statistik (BPS) mungkin banyak mengalami kekurangan, tapi dari pernyataan ketua umum Gabungan Koperasi Produsen Tahu dan Tempe Indonesia (Gakopindo) dapat membentuk opini yang salah terhadap data yang dihasilkan oleh BPS. Statistik yang tidak akurat bakal memberi gambaran yang keliru mengenai arah pembangunan ekonomi nasional. Kita bisa saja menyangka tengah bergerak ke arah kemajuan. Padahal faktanya, hal tersebut hanyalah ilusi yang disajikan oleh angka-angka statistik. Sebaliknya, kita justru tengah mengalami stagnasi atau bergerak ke arah yang salah dan berlawanan.
Peran strategis data-data statistik dewasa ini juga memberi konfirmasi bahwa statistik resmi yang dirilis BPS harus obyektif. Pasalnya, statistik tersebut ibarat pisau bermata dua. Di satu sisi, ia dapat menjadi dasar bagi pemerintah untuk mengklaim keberhasilannya dalam menjalankan roda pembangunan. Namun di sisi lain, angka yang dirilis BPS juga dapat menjadi senjata ampuh pihak oposisi untuk mengkritisi dan menyerang kinerja pemerintah.
Pertanyaannya kemudian, bagaimana cara mengevaluasi angka produksi yang ketinggian tersebut, apa yang harus dievaluasi? Untuk menjawab pertanyaan ini tentu harus dipahami terlebih dahulu bagaimana sebetulnya angka produksi kedelai nasional itu dihitung. Dengan demikian, bagian mana yang harus dievaluasi dan perlu dibenahi bisa ditemukan.
Penghitungan produksi kedelai berdasarkan dua komponen, yaitu produktivitas dan luas panen, dimana kedua komponen ini diperoleh dari sistem pengumpulan data yang berbeda. Mantan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sugito Suwito menyebutnya sebagai hasil kompromi dua sistem yang berbeda: laporan administrasi (administrative records) dan pengukuran obyektif (objective measurement) dengan menggunakan pendekatan metode statistik (probability sampling). 
Dalam prakteknya, perhitungan luas panen menjadi tanggungjawab instansi lain. Penaksiran luas panen dilakukan sepenuhnya oleh aparat instansi diluar BPS dengan menggunakan pendekatan melalui sistem blok pengairan, penggunaan bibit, dan berdasarkan pandangan mata (eye estimate) di sawah. Belakangan, pendekatan yang terakhir merupakan cara yang paling sering digunakan. Dengan cara seperti itu hasil penaksiran tentu sangat subyektif dan sulit diuji secara statistik akurasinya. Pengalaman dan jam terbang petugas juga sangat menentukan akurasi hasil penaksiran luas panen.
Sementara itu, data produktivitas merupakan tanggung jawab BPS. Penaksiran produktivitas dilakukan melalui survei statistik dengan mengobservasi sampel plot ubinan yang dipilih menurut kaidah statistik. Pemilihan sampel dilakukan oleh BPS. Hasil pengukuran luas panen dan produktivitas kemudian diolah oleh BPS untuk menghasilkan angka produksi kedelai nasional (official statistics) yang kemudian disebut sebagai “angka BPS”. Penyebutan angka BPS membawa konsekuensi bahwa apapun yang terjadi pada angka tersebut, terutama soal akurasi dan validitasnya, BPS yang harus bertanggung jawab, BPS yang harus “pasang badan”. Begitulah gambaran singkat bagaimana produksi kedelai nasional dihitung. 
Kalau mau jujur, jika diasumsikan angka produksi kedelai yang ada selama ini menderita overestimate, kontributor utamanya adalah angka luas panen yang jauh dari akurat. Betapa tidak, perkiraan luas panen masih mengandalkan metode pandangan mata (eye estimate). Menyadari hal tersebut, saat ini BPS sedang melakukan ujicoba untuk mengembangkan metode penaksiran luas panen yang berbasis objective measurement, seperti pemanfaatan data citra satelit dan pendekatan wawancara terhadap rumah tangga. Semoga ikhtiar yang baik ini menemui tujuannya, yakni menghasilkan metode perhitungan luas panen yang lebih akurat.

Sabtu, 02 April 2016

KRITIK

Saat kita mengerjakan sesuatu atau menjabat sesuatu seharusnya saat itu juga kita harus siap dengan yang namanya kritik. Karena sebuah kritikan sejatinya akan memberikan masukan terhadap suatu hal untuk menjadi yang lebih baik.
Kata kritik menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti kecaman atau tanggapan, kadang-kadang disertai uraian dan pertimbangan baik buruk terhadap suatu hasil karya, pendapat, dan sebagainya.
Tapi yang kita temui saat ini ada banyak pemimpin yang alergi akan kritik, kuping mereka akan merasa gatal dan kepala mereka menjadi panas apabila kebijakan yang mereka ambil mendapat kritikan dari masyarakat atau orang yang dipimpinnya. Mereka merasa kritikan menjadi batu sandungan yang harus segera disingkirkan atau jika perlu segera dilenyapkan. Alih-alih berterimakasih, yang ada sang pengeritik akan balik diserang sebagai pihak yang usil, iri hati, sentimen atau tak bisa diajak bekerjasama. Pada era Orde Baru, kritik malah menuai penjara bahkan kematian. Seolah-olah kritik adalah prilaku yang tidak pantas dan layak hanya dilakukan oleh musuh negara.
Bisa jadi kebanyakan manusia Indonesia memandang kritik sebagai hinaan. Sebagai bangsa yang sangat mengagungkan “pencitraan” sepertinya kita lebih merasa nyaman hidup dengan pujian dan pujaan. Padahal puji dan puja, jika tak bijaksana menyikapinya, hanya akan menjadikan kita “jalan di tempat”. Itu masih untung, banyak orang yang panen pujian lupa, lantas “meluncur bebas” menuju keterpurukan kualitas sebagai manusia  yang lebih banyak mengakomodasi “sang aku”.
Dalam sejarah Islam tradisi mengkritik bukanlah sesuatu yang asing. Pada saat perang Badar Rasulullah pernah dikritik oleh seorang sahabat mengenai strategi perang. Beliau dengan jiwa yang besar mengakui pendapat sahabat tersebut lebih baik dari pendapatnya. Dan kemudian sejarah mencatat, strategi tersebut sangat ampuh dan menjadikan kaum muslimin bisa memenangkan pertempuran.
Perlu diingat, tidak semua orang dapat memahami kritik dengan baik. Jadi, sebaiknya kemukakan kritik dengan hati-hati. Ucapkanlah kata-kata dengan ramah. Pastikan orang yang anda kritik memahami kata-kata yang disampaikan.
John C. Maxwell dalam bukunya yang berjudul ”Leadership”, promises for every day, memberikan 7 (tujuh) hal yang harus kita perhatikan agar kritik yang disampaikan itu membangun dan membuat orang yang dikritik tidak merasa dikritik, malahan akan berterima kasih karena dikritik. Ketujuh hal tersebut adalah motif memberikan kritik adalah menolong bukan menjatuhkan, pastikan bahwa hal yang dikritik layak untuk dikritik, kritik harus spesifik dan kemukakan hal yang dikritik dengan jelas, jangan merusak kepercayaan diri atau identitas yang dikritik perlihatkan secara jelas bahwa kita menghargai yang dikritik, jangan tunda kritik yang diperlukan, lihat masalah dari sisi orang yang akan dikritik, akhiri kritik dengan hal yang memberi semangat serta catatan yang positif.
Menghadapi orang yang tidak suka dikritik itu tidak mudah. Anda perlu berhati-hati dalam memilih kata dan menjaga intonasi suara. Kritik juga menjadi hal yang menyakitkan bagi seseorang. Namun, jika seseorang tidak pernah dikritik, ia akan kesulitan dalam mempelajari hal-hal penting pada kemudian hari. 
Kritikan adalah bagian dari harga yang harus kita bayar untuk melewati keadaan biasa-biasa saja. Terkadang kita semua lebih senang mendapat masukan yang positif, pujian dan penghargaan. Hal tersebut memang baik agar kita mengetahui bahwa kita telah berada di jalur yang tepat dan sebagai support untuk pencapaian kita. Namun saat kritik datang kita sering mulai merasa down dan putus asa. Padahal sebenarnya kita dapat menjadikan kritik sebagai suatu feedback untuk perkembangan dan pertumbuhan kita secara pribadi. Kuncinya adalah kita perlu belajar bagaimana menghadapi dan menggunakan setiap feedback negatif untuk kemajuan kita. Biasanya ada banyak pelajaran yang dapat kita peroleh dari setiap feedback yang negatif kalau saja kita dengan sungguh-sungguh mau mencarinya dan belajar dari hal tersebut. Biasakanlah diri kita untuk selalu belajar bukan hanya dari pengalaman yang positif melainkan juga dari pengalaman yang negatif.

Senin, 28 Maret 2016

KEMISKINAN

Dinas Sosial Kabupaten Berau baru-baru ini merilis bahwa angka kemiskinan di Kabupaten ini mengalami penurunan dari tahun 2014 yang berjumlah 4.426 Kepala Keluarga  menjadi 3.657 Kepala Keluarga pada tahun 2015. Sementara Badan Pusat Statistik merilis angka kemiskinan di Kabupaten Berau pada tahun 2014 sebesar 9.770 rumah tangga atau 4,76%, angka ini mengalami penurunan jika dibandingkan tahun 2013 sebesar 10.200 rumah tangga atau 5,25%.  Melihat angka ini sepatutnya kita merasa gembira karena itu berarti pembangunan yang berlangsung di Kabupaten Berau berhasil dalam artian perekonomian membaik sehngga jumlah penduduk miskin berkurang, walaupun sebenarnya perlu kita telaah lebih lanjut mengingat ketersediaan lapangan pekerjaan di Kabupaten Berau yang semakin berkurang seiring dengan lesunya gairah dunia pertambangan di Berau.
Pada Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2015, Kemensos menyediakan tambahan atau buffer 500 ribu rumah tangga sasaran (RTS) dan penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) sebanyak 1,7 juta jiwa. Tambahan anggaran yang diminta mencapai Rp 6,7 triliun.  Hal itu dilakukan karena masih ditemukan inclusion error dan exclusion error penerima manfaat perlindungan sosial dari kartu keluarga sejahtera (KKS), kartu Indonesia pintar (KIP), dan kartu Indonesia sehat (KIS). Kita harus mengapresiasi usaha-saha itu. Namun adanya sejumlah program yang belum tepat sasaran menjadi beberapa faktor yang menyebabkan pengentasan kemiskinan menjadi hal yang tidak mudah. Ditambah lagi dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang masih  sebesar 4,67 persen  sangat mempengaruhi ekonomi domestik, terutama sektor konsumsi rumah tangga yang hanya tumbuh 4,9 persen. Padahal konsumsi rumah tangga merupakan kontributor terbesar terhadap pertumbuhan.
Pengukuran kemiskinan bukanlah perkara yang mudah. Pasalnya, kemiskinan bersifat multi dimensi, dinamis, dan sangat kualitatif. Karena itu, hingga kini, tak ada satupun metode yang betul-betul sempurna dalam memotret kemiskinan.
Di Indonesia, perhitungan jumlah penduduk miskin menggunakan pendekatan moneter. Artinya, pengukuran kemiskinan didekati dari sisi pendapatan/pengeluaran.Dalam prakteknya, BPS menghitung garis kemiskinan, yang secara sederhana dapat dimaknai sebagai jumlah rupiah minimum yang dibutuhkan seseorang untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Penduduk dengan pengeluaran per bulan di bawah garis kemiskinan selanjutnya disebut miskin. Sementara itu, terminologi penduduk hampir miskin (near poor) merujuk pada mereka yang tidak termasuk miskin tapi sangat rentan untuk jatuh miskin. Karena, pengeluaran mereka dalam sebulan hanya berselisih tipis dengan garis kemiskinan. Kondisi ini mengakibatkan, penduduk miskin dan hampir miskin seringkali sulit dibedakan dalam kahidupan sehari-hari. Secara kuantitatif, penduduk hampir miskin umumnya merujuk pada mereka yang memiliki pengeluaran 100-150 persen garis kemiskinan. Artinya, jika garis kemiskinan saat ini sebesar Rp 350 ribu per bulan, penduduk hampir miskin adalah mereka yang memiliki pengeluaran per kapita per bulan antara Rp 350 ribu – Rp 525 ribu.
Pertumbuhan ekonomi, kenyataannya, lebih menguntungkan penduduk kelas menengah dan kaya karena lebih digerakkan oleh sektor jasa (non tradable) ketimbang sektor riil (tradable). pertumbuhan ekonomi kian jauh dari semangat pro-poor. Karena faktanya, pertumbuhan yang terjadi memiliki sensitifitas yang lemah terhadap penurunan kemiskinan.
Kaum miskin tidak salah, tetapi masyarakat (kita) tidak pernah memberi mereka lingkungan yang tepat untuk tumbuh. Yang kita perlukan untuk membuat penduduk miskin terbebaskan dari kemiskinan adalah menciptakan sebuah lingkungan yang memungkinkan mereka berkembang dengan baik. Begitu mereka mampu memanfaatkan potensi, energi dan kreativitas mereka, kemiskinan akan segera terbebaskan.

Rabu, 23 Maret 2016

MENJADI RESPONDEN KOOPERATIF

Gaung Sensus Ekonomi 2016 semakin terasa, berbagai macam spanduk, baliho, leaflet dan berbagai media sosialisasi lainnya telah gencar mewartakan kegiatan SE2016 tersebut. Kegiatan besar sepuluh tahun sekali ini secara tidak langsung juga menguras segenap energi yang ada pada seluruh pegawai Badan Pusat Statistik Kabupaten Berau. Bulan Mei 2016 nanti seluruh petugas SE2016 akan turun kelapangan untuk memperoleh data yang akurat.
Menjadi ujung tombak Sebagai institusi pemerintah yang diamanahi tugas memotret sejarah pembangunan negeri ini dengan data, Badan Pusat Statistik (BPS) secara konsisten menyajikan berbagai rupa data statistik untuk memuaskan kebutuhan pengguna data,  pemerintah dan publik secara luas. Data-data tersebut dihasilkan melalui sejumlah kegiatan statistik, baik sensus maupun survei. Karena yang hendak dipotret adalah gambaran tentang Indonesia yang maha luas, kegiatan statistik, sensus maupun survei bukan merupakan pekerjaan yang enteng dan remeh. Rangkaian kegiatan mulia dari perencanaan, pengumpulan data di lapangan, pengolahan, hingga data siap tersaji sebagai statistik resmi (official statistics) di ruang publik sangat menguras tenaga dan pikiran. Bayangkan, betapa lelahnya jika Anda diminta mengumpulkan data mengenai pola konsumsi ratusan sampel rumah tangga melalui proses wawancara yang menghabiskan waktu tak kurang dari dua setengah jam dengan berbekal kuesioner yang berisi lebih dari 300 item pertanyaan. Atau, bila Anda diminta mengumpulkan keterangan demografi dari sekitar 60 ribu lebih rumah tangga yang tersebar di seluruh Kabupaten Berau. Tentu bukan pekerjaan yang ringan. Di pundak para petugas statistiklah kesuksesan setiap kegiatan pengumpulan data disandarkan.
Petugas Statistik adalah ujung tombak BPS, penentu kualitas serta akurasi data-data yang tersaji di ruang publik. Di dalam statistik ada ungkapan, garbage in garbage out. Jika (data) sampah yang masuk, maka sampah pula yang keluar, kurung lebih seperti itu maknanya. Karena itu, jika sampah yang mereka kumpulkan, maka sampah pula hakekatnya yang tersaji di ruang publik. Tanpa dedikasi petugas statistik yang luar biasa tak akan tersaji di depan Anda data-data seperti inflasi, jumlah penduduk miskin, rasio gini, jumlah orang menganggur, produksi padi, dan nilai tukar petani. Data-data tersebut ibarat lentera untuk membangun negeri ini. Karena tanpa data sebagai dasar perumusan dan pengambilan kebijakan, mustahil membangun negeri ini dengan baik. Sungguh tanggungjawab yang tidak ringan. Bayangkan, apa jadinya jika berbagai kebijakan di kabupaten ini, yang menghabiskan milyaran uang rakyat, dieksekusi berdasarkan data-data sampah, yang melenceng jauh dari realitas sesungguhnya. Tentu sebuah dosa kepada bangsa dan negara. Namun patut diperhatikan, Anda sebagai responden (sumber data) juga amat menentukan kualitas data yang dikumpulkan oleh para petugas BPS. Pada akhirnya, dedikasi mereka yang luar biasa dan semangat mereka yang berkobar dalam mengumpulkan data tak akan berguna jika data yang  Anda berikan adalah “sampah”, apalagi jika Anda sampai menolak untuk diwawancarai. Mari bekerjasama membangun negeri ini dengan menjadi responden yang baik dan kooperatif.
Sensus Ekonomi 2016 yang datang pada tanggal 1 Mei 2016 ini juga memiliki kesulitan yang cukup besar dilapangan, karena responden yang didata adalah pengusaha atau kegiatan usaha. Sebagaimana kita tahu masih banyak pengusaha di Kabupaten Berau ini yang alergi apabila pertanyaan sudah menyangkut pendapatan dan pengeluaran. Walaupun sudah berulangkali disampaikan bahwa semua kegiatan sensus dan survey yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik kerahasiaannya dijamin oleh Undang-Undang nomor 16 tahun 1997 tentang Statistik. Ada banyak alasan mereka untuk menghindari pertanyaan tersebut, dari yang merasa tidak tercatat dengan baik maupun yang merasa enggan rahasia perusahaannya diketahui oleh orang lain.
Sebetulnya berdasarkan Undang-Undang No.16 Tahun 1997 tentang statistik, menolak didata oleh petugas BPS tanpa alasan yang dibenarkan adalah perbuatan melawan hukum (pidana). Karena itu, BPS dapat mempidanakan responden yang menolak untuk didata tanpa alasan yang dibenarkan. Ancaman hukuman bagi responden yang menolak memberi ketarangan dalam penyelenggaraan statistik (sensus dan survei) lumayan berat, yakni kurungan maksimal 1 tahun dan denda maksimal Rp25.000.000,-. Meskipun kerap mendapat penolakan saat sensus dan survei, selama ini BPS tidak pernah mempidanakan responden. Sekalipun ruang untuk itu sangat terbuka, BPS lebih memilih cara-cara yang lebih persuasif lewat sosialisasi untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya statistik. Karena itu, mari menjadi responden yang kooperatif untuk pembangunan negeri.

Jumat, 19 Februari 2016

Matematika Kehidupan

Kehidupan ini layaknya matematika yang penuh dengan perhitungan dan rumus untuk memecahkan segala sesuatunya. Boleh jadi sebagian dari kita merasa jengah, alergi atau bahkan trauma dengan matematika. Walaupun beragam pernyataan dapat dilontarkan untuk mencerminkan “ketidakpedulian” terhadap matematika, namun demikian, manusia selalu menerapkan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Karena hampir dalam setiap aktivitas sehari-hari entah disadari atau tidak kita pasti menggunakan Matematika. Mulai dari bangun tidur hingga menjelang tidur lagi. Dalam keahlian bermatematika kita dituntut untuk dapat menyelesaikan masalah dengan benar, sekaligus kita diberi kebebasan untuk menjawab dengan berbagai cara asalkan jawabannya benar dan dengan cara yang benar. Seperti kata pepatah, “Banyak jalan menuju Roma”. Namun, jika caranya salah atau salah dalam menuliskan satu angka saja hasil akhirnya juga salah. Disini kita diminta untuk jujur dalam menyelesaikan masalah yang ada dengan cara yang benar dan teliti. Karena jika kita menjawab soal matematika dengan tidak jujur, maka hasilnya? Dapat kita bayangkan sendiri. Dalam belajar Matematika juga dapat belajar tentang nilai kejujuran
Dalam teori operasional matematika, murid-murid diajarkan bahwa jika dihadapkan oleh suatu persamaan bilangan urutan tertinggi dalam operasional adalah perkalian, disusul penjumlahan, kemudian pengurangan dan terakhir pembagian. Begitupula dengan esensi dan fakta dalam kehidupan manusia bahwa, manusia lebih cenderung untuk memilih dan mengawali sesuatu dengan mengalikan jika perlu menambahkan daripada harus mengurangi apalagi harus membagi, yang mana hal itu merupakan pilihan yang sulit untuk dilakukan oleh kita sebagai manusia biasa.
Sebagai manusia kita akan dengan mudah menambah, mengurangi atau mengalikan apa yang kita peroleh, akan tetapi menjadi suatu hal yang berat dan hanya dapat dilakukan oleh orang-orang tertentu ketika mereka harus membagi apa yang diperolehnya itu. Sudah banyak kita dengar pimpinan yang tidak disukai oleh anak buahnya karena dia tidak mampu berbagi, pemimpin tersebut hanya mampu mengurangi apa yang seharusnya diperoleh orang yang dipimpinnya atau berapa banyak kasus korupsi yang kita baca di media cetak atau kita lihat di TV, ini semua tidak lain karena mereka hanya mampu mengali, menambah dan mengurangi tanpa mampu membagi.
Coba kita renungkan pembagian berikut ini, saat 1 ÷ 2 maka hasilnya ½, 1 ÷ 1 hasilnya 1 tetapi saat kita membagi 1 dengan 0 maka hasilnya adalah tidak terhingga. Maknanya adalah kalau kita melakukan perbuatan baik, kemudian kita mengharapkan balasan atas perbuatan itu, maka semakin kita banyak berharap hasilnya akan semakin kecil. Tetapi ketika kita melakukannya dengan ikhlas, tanpa mengharapkan sesuatu imbalan apapun, sama dengan 1 ÷ 0, maka hasilnya akan “Tak Terhingga” yang artinya Allah akan memberikan balasan atas keikhlasan kita dengan balasan yang tak terhingga.
Sebuah negara jika ingin maju maka hendaklah manusia yang ada di dalamnya terdidik menjadi manusia matematis. Mulai dari pimpinannya, sehingga rakyat atau anak buahnya pun pasti akan mencontoh dirinya. Manusia matematis adalah manusia yang selalu mempertimbangkan baik buruknya suatu perbuatan. Manusia matematis adalah manusia yang selalu menghitung dengan sebenar-benarnya tentang setiap perbuatan dan perkataan yang di dalamnya terdapat kebaikan dan keburukan. Manusia matematis adalah manusia yang selalu dengan sadar apa yang harus dijumlahkan, dikurangi, dibagikan, dan terkahir dikalikan.
Akhirnya, marilah kita menyadari akan kehidupan kita yang selalu saja bangga dengan harta, jabatan, dan keindahan rupa kita. Padahal, belum tentu apa yang kita banggakan tersebut benar-benar mendatangkan kebanggaan dari Allah, Tuhan yang memberikan kita titipan. Jangan sampai kita termasuk menjadi manusia yang hanya pandai mengalikan, menambah atau mengurangi tanpa mampu membagi. Hendaklah kita selalu mencari kesempatan untuk “memberi” bukan “mengambil”.

Jumat, 29 Januari 2016

MENANTI PEMIMPIN BARU

Tahun baru 2016 telah tiba, suara terompet dan letusan kembang api pun telah usai. Memasuki hari baru di tahun 2016 ini semua warga Berau telah menantikan pemimpin baru yang akan membawa Kabupaten yang kita cintai ini menuju hari esok yang lebih cemerlang. Pemimpin yang mampu membawa solusi bukan bagian dari masalah. Pemimpin yang mampu mengkonversi harapan menjadi kenyataan dan pemimpin yang mampu menunjukan keberpihakan kepada rakyat walaupun nantinya tidak populis.
Kita semua patut bangga, Indonesia tumbuh menjadi kekuatan demokrasi terbesar di dunia. Pilkada Serentak yang berjalan relatif lancar merupakan indikator kematangan demokrasi. Tapi keberhasilan yang sesungguhnya adalah ketika demokrasi berhasil melahirkan pemimpin yang berkarakter, visioner, jujur dan mampu menjawab kompleksitas permasalahan yang timbul. Pemimpin  bukanlah hanya sekedar sosok yang kerap nampang di baliho, melainkan figur serba bisa yang mengerti terhadap kebutuhan rakyatnya.
Pilkada langsung oleh rakyat Berau menumbuhkan harapan lahirnya pemimpin Berau yang ideal. Bahkan, tidak sedikit rakyat di Berau yang memimpikan lahirnya "Satria Piningit" dari proses pilkada kemarin, yang diandalkan menjadi orang di garis paling depan untuk menampilkan teladan melayani rakyat, memperjuangkan keadilan bagi rakyat dan pada akhirnya mempersembahkan kesejahteraan bagi rakyat.
Masyarakat Berau saat ini menunggu pemimpin yang mampu melayani rakyatnya, bukan pelayan elit politik, pelayan partai, pelayan pengusaha atau siapapun yang memiliki kepentingan terbatas kelompok dan diri sendiri.
Kabupaten Berau merupakan daerah yang kaya akan hasil alam, ditangan pemimpin yang baru nanti kita pastinya memimpikan kabupaten ini menjadi semkain maju dan mampu bersaing dengan kota-kota lain yang ada di Indonesia. Tidaklah salah jika kita menggantungkan harapan bahwa saat pemimpin baru nati anak-anak kita sudah bisa menuntut ilmu di perguruan tinggi yang telah terakreditasi dan memiliki beragam fakultas yang ada, atau kita juga menggantungkan impian bahwa nantinya kita bisa berobat dengan murah dan fasilitas yang lengkap sehingga semua tindakan perawatan dan penyembuhan dapat dilakukan oleh rumah sakit yang berada di Kabupaten Berau.
Keanekaragaman potensi yang dimiliki kabupaten Berau membawa tantangan dan kewajiban bagi pemerintah daerah bersama stakeholder terkait untuk senantiasa berupaya meningkatkan kualitas pelayanan publik dari berbagai aspek, baik dibidang penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan maupun dibidang kemasyarakatan, termasuk didalamnya kegiatan perekonomian daerah, terutama yang berorientasi ekonomi kerakyatan.
Marilah kita tunggu pelayanan yang akan diberikan oleh pemimpin baru nanti, kita tunggu pemimpin yang mampu membawa Berau melangkah bahkan berlari ke masa depan.
" The first responsibility of a leader is to define reality. The last is to say thank you. In between, the leader is a servant. ” ( Max DePree )