"Ini yang mulai sekarang saya tidak mau lagi. Urusan
data, pegangannya hanya satu sekarang di BPS (Badan Pusat Statistik),"
kata Jokowi, saat pencanangan sensus ekonomi 2016 di Istana Negara, Jakarta,
Selasa (26 /4/2016). Kepercayaan yang luar biasa besar dari seorang pemimpin
republik ini, merupakan pujian sekaligus
tantangan bagi segenap insan Badan Pusat Statistik.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan pemerintah hanya
akan menggunakan data yang berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan bukan
kementerian. Hal itu akan digunakan sebagai dasar untuk pembuatan kebijakan
pemerintah mulai saat ini. Akan tetapi, Jokowi mengingatkan, agar BPS juga
akurat dalam pengumpulan data. Data tersebut juga akan ditinjau kembali untuk
melihat kebenarannya dari berbagai hal. Sebuah tujuan yang sangat dahsyat,
yaitu terciptanya kesergaman data, sebuah ide besar berupa one data bisa segera terealisasi.
Berdasarkan Undang-Undang Statistiik No.16 Tahun 1997, Badan
Pusat Statistik (BPS) menjadi satu-satunya lembaga yang diberi tanggung jawab
oleh negara untuk menyelenggarakan kegiatan statistik dasar, yakni statistik
yang pemanfaatannya ditujukan untuk keperluan yang bersifat luas, baik bagi
pemerintah maupun masyarakat luas, yang memiliki ciri-ciri lintas sektoral,
berskala nasional, dan makro. Statistik dasar diselenggarakan oleh BPS melalui
berbagai sensus dan survei. Sensus dilakukan dengan mencacah semua unit populasi
di seluruh wilayah Republik Indonesia untuk memperoleh karakteristik populasi
pada saat tertentu. Contoh kegiatan sensus yang dilakukan oleh BPS adalah
Sensus Penduduk, Sensus Pertanian, dan Sensus Ekonomi. Adapun survei dilakukan
dengan mencacah sampel untuk memperkirakan karakteristik populasi. Contoh
kegiatan survei yang secara rutin dilakukan oleh BPS adalah Survei Sosial
Ekonomi Nasional (SUSENAS), Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS), Survei
Penduduk Antar Sensus (SUPAS), Survei BIaya Hidup (SBH), dan lain-lain.
Tanggal 26 September 2016 ini kembali kita memperingati Hari
Statistik Nasional (HSN). Filosofi dibalik lahirnya Hari Statistik Nasional
adalah terwujudnya masyarakat yang sadar statistik. Kata “sadar” mengandung
makna, masyarakat memiliki pengetahuan yang cukup tentang statistik, juga tahu
kegunaan dan pentingnya statistik tersebut. Jika masyarakat sudah sadar
statistik, perilaku “menyukai statistik” tentu dengan sendirinya akan terbit
pada diri setiap masyarakat. Dengan demikian, berbagai kegiatan statistik yang
melibatkan berbagai elemen masyarakat yaitu statistisi (sebagai penghasil
data), responden (sebagai sumber data), dan pengguna/konsumen data dapat
dilakukan dengan sebaik-baiknya.
Selama ini peran dan keikutsertaan masyarakat masih terbilang
kurang. BPS banyak menemukan kendala di
lapangan saat melakukan pendataan atau pencacahan data terhadap masyarakat,
banyak masyarakat yang merasa bosan didatangi oleh petugas dari BPS untuk
melakukan pengambilan data, mulai dari mengucapkan kata-kata kurang
mengenakkan, hingga sampai tahap pengusiran secara paksa. Sering ditemukan
adanya responden yang "Jenuh", "Jengah", "Bosan"
dan bahkan menolak untuk didata. Hal ini sangat wajar, sebab kegiatan pendataan
yang dilakukan BPS memang sangat banyak dan berkala sehingga sudah pasti akan
menimbulkan rasa bosan bagi masyarakat. Ini berarti, masyarakat Indonesia masih
belum sadar mengenai data-data statistik yang nantinya dihasilkan oleh BPS.
Selain itu, masyarakat juga merasa bosan akibat mereka tidak mendapatkan
apa-apa terhadap keterangan yang mereka berikan kepada BPS. Padahal, data
tersebut sangat strategis bagi pemerintah dalam upaya mengambil kebijakan
pembangunan. Kejujuran dan keikhlasan masyarakat dalam memberikan data yang
lengkap dan secara berkala tentunya akan sangat berguna bagi pembangunan
negara.
Peringatan Hari Statistik Nasional ini tidak hanya ditujukan
kepada Insan BPS melainkan seluruh komponen masyarakat; reponden, produsen
maupun konsumen data agar makin menyadari manfaat statistik itu baik bagi
Pemerintah, Politisi, Pengusaha, bahkan sampai Rumah Tangga atau orang perorang
yang akan menjadi objek ataupun pelaku dalam kegiatan perstatistikan.
Membangun data itu memang mahal, tapi membangun tanpa data
akan jauh lebih mahal. Semoga data statistik di Indonesia dapat berperan dalam
mencerdaskan bangsa. Selamat Hari Statistik Nasional.