Selasa, 20 September 2016

PENINGKATAN KESADARAN STATISTIK

"Ini yang mulai sekarang saya tidak mau lagi. Urusan data, pegangannya hanya satu sekarang di BPS (Badan Pusat Statistik)," kata Jokowi, saat pencanangan sensus ekonomi 2016 di Istana Negara, Jakarta, Selasa (26 /4/2016). Kepercayaan yang luar biasa besar dari seorang pemimpin republik ini,  merupakan pujian sekaligus tantangan bagi segenap insan Badan Pusat Statistik.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan pemerintah hanya akan menggunakan data yang berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan bukan kementerian. Hal itu akan digunakan sebagai dasar untuk pembuatan kebijakan pemerintah mulai saat ini. Akan tetapi, Jokowi mengingatkan, agar BPS juga akurat dalam pengumpulan data. Data tersebut juga akan ditinjau kembali untuk melihat kebenarannya dari berbagai hal. Sebuah tujuan yang sangat dahsyat, yaitu terciptanya kesergaman data, sebuah ide besar berupa one data bisa segera terealisasi.
Berdasarkan Undang-Undang Statistiik No.16 Tahun 1997, Badan Pusat Statistik (BPS) menjadi satu-satunya lembaga yang diberi tanggung jawab oleh negara untuk menyelenggarakan kegiatan statistik dasar, yakni statistik yang pemanfaatannya ditujukan untuk keperluan yang bersifat luas, baik bagi pemerintah maupun masyarakat luas, yang memiliki ciri-ciri lintas sektoral, berskala nasional, dan makro. Statistik dasar diselenggarakan oleh BPS melalui berbagai sensus dan survei. Sensus dilakukan dengan mencacah semua unit populasi di seluruh wilayah Republik Indonesia untuk memperoleh karakteristik populasi pada saat tertentu. Contoh kegiatan sensus yang dilakukan oleh BPS adalah Sensus Penduduk, Sensus Pertanian, dan Sensus Ekonomi. Adapun survei dilakukan dengan mencacah sampel untuk memperkirakan karakteristik populasi. Contoh kegiatan survei yang secara rutin dilakukan oleh BPS adalah Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS), Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS), Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS), Survei BIaya Hidup (SBH), dan lain-lain.
Tanggal 26 September 2016 ini kembali kita memperingati Hari Statistik Nasional (HSN).  Filosofi  dibalik lahirnya Hari Statistik Nasional adalah terwujudnya masyarakat yang sadar statistik. Kata “sadar” mengandung makna, masyarakat memiliki pengetahuan yang cukup tentang statistik, juga tahu kegunaan dan pentingnya statistik tersebut. Jika masyarakat sudah sadar statistik, perilaku “menyukai statistik” tentu dengan sendirinya akan terbit pada diri setiap masyarakat. Dengan demikian, berbagai kegiatan statistik yang melibatkan berbagai elemen masyarakat yaitu statistisi (sebagai penghasil data), responden (sebagai sumber data), dan pengguna/konsumen data dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya.
Selama ini peran dan keikutsertaan masyarakat masih terbilang kurang.  BPS banyak menemukan kendala di lapangan saat melakukan pendataan atau pencacahan data terhadap masyarakat, banyak masyarakat yang merasa bosan didatangi oleh petugas dari BPS untuk melakukan pengambilan data, mulai dari mengucapkan kata-kata kurang mengenakkan, hingga sampai tahap pengusiran secara paksa. Sering ditemukan adanya responden yang "Jenuh", "Jengah", "Bosan" dan bahkan menolak untuk didata. Hal ini sangat wajar, sebab kegiatan pendataan yang dilakukan BPS memang sangat banyak dan berkala sehingga sudah pasti akan menimbulkan rasa bosan bagi masyarakat. Ini berarti, masyarakat Indonesia masih belum sadar mengenai data-data statistik yang nantinya dihasilkan oleh BPS. Selain itu, masyarakat juga merasa bosan akibat mereka tidak mendapatkan apa-apa terhadap keterangan yang mereka berikan kepada BPS. Padahal, data tersebut sangat strategis bagi pemerintah dalam upaya mengambil kebijakan pembangunan. Kejujuran dan keikhlasan masyarakat dalam memberikan data yang lengkap dan secara berkala tentunya akan sangat berguna bagi pembangunan negara.
Peringatan Hari Statistik Nasional ini tidak hanya ditujukan kepada Insan BPS melainkan seluruh komponen masyarakat; reponden, produsen maupun konsumen data agar makin menyadari manfaat statistik itu baik bagi Pemerintah, Politisi, Pengusaha, bahkan sampai Rumah Tangga atau orang perorang yang akan menjadi objek ataupun pelaku dalam kegiatan perstatistikan. 
Membangun data itu memang mahal, tapi membangun tanpa data akan jauh lebih mahal. Semoga data statistik di Indonesia dapat berperan dalam mencerdaskan bangsa. Selamat Hari Statistik Nasional.