Senin, 20 September 2021

MENCATAT PETANI DIKALA PANDEMI

 


Pertanian adalah pencarian yang paling bijaksana karena pada akhirnya itulah yang paling banyak berkonstribusi pada kekayaan, moral baik, dan kebahagiaan (Thomas Jefferson)

Sektor pertanian membuktikan diri cukup tangguh selama pandemi COVID-19. Sektor ini tetap bersemi dikala sektor lain mengalami kontraksi cukup dalam. Tumbuh positif dan berkonstribusi sebesar 1,75 persen pada pertumbuhan ekonomi 2020. Dalam Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia memberikan kontribusi sebesar 12 – 14 persen sejak tahun 2014 hingga 2020. Sektor pertanian menjadi sektor terbesar kedua setelah industri pengolahan di dalam struktur PDB Indonesia. Sebanyak 29,46 persen tenaga kerja Indonesia bekerja pada sektor pertanian, terbesar dari seluruh lapangan pekerjaan utama di Indonesia. Dari angka tersebut, dapat diketahui bahwa sebagian besar penduduk Indonesia masih menggantungkan keberlangsungan hidupnya di sektor pertanian.

Dalam menyusun perencanaan pembangunan di sektor pertanian diperlukan data-data terkait indikator pembangunan sektor pertanian. Data tersebut dapat menjadi dasar bagi pemerintah di dalam menghasilkan kebijakan yang tepat sasaran dan berkesinambungan. Akan tetapi, ketersediaan data pertanian di Indonesia belum sepenuhnya mampu mengakomodasi kebutuhan data pertanian yang dibutuhkan oleh pemerintah.

Global Strategy merekomendasikan adanya Survei Pertanian Terintegrasi (SITASI) sebagai bagian dari Strategic Plan for Agricultural and Rural Statistics (SPARS). SITASI merupakan survei yang dapat mengintegrasikan data-data pertanian sehingga mampu memenuhi kebutuhan strategis pertanian. Pelaksanaan SITASI yang dilaksanakan pada tahun 2021 oleh BPS berpedoman pada Agricultural Integrated Survey (AGRIS) yang telah dilakukan oleh lembaga pangan dunian (FAO).

Survei Pertanian Terintegrasi bertujuan untuk menyamakan metodologi pengumpulan data pertanian secara internasional. Lainnya, SITASI juga bertujuan untuk memenuhi kebutuhan data pertanian, menjadikan dasar sistem statistik pertanian yang efisien, dan membangun survei pertanian berkelanjutan. Pemenuhan kebutuhan data pertanian meliputi minimum set of core data, pemenuhan kebutuhan data untuk perencanaan kebijakan pemerintah dalam pembangunan pertanian, dan pemenuhan kebutuhan data pertanian untuk keperluan penelitian. SITASI juga dapat digunakan sebagai monitoring dan evaluasi pencapaian target SDGs khususnya di sektor pertanian di dalam mengestimasi data pertanian pada level provinsi hingga kabupaten/kota.

Terdapat empat pilar utama statistik pertanian, yaitu produksi tanaman dan ternak, keadaan sosial ekonomi petani, ongkos produksi, dan neraca pertanian nasional. Data-data ini perlu dihasilkan dengan kualitas yang baik. Data yang berkualitas harus memenuhi dimensi akurasi, aktualitas, aksesbilitas, koherensi, keterbandingan, interpretabilitas dan relevansi.

Pertanian membentuk dasar dari masyarakat dan memainkan peran penting dalam pembangunan sosial ekonomi negara. Tanpa kehadiran petani, dunia akan terjadi kelaparan karena produsen makanan tidak ada. Perubahan paradigma dan konsep juga perlu dilakukan dengan mengubah pendekatan ketahanan pangan ke kedaulatan pangan. Kedaulatan pangan menempatkan petani kecil di puncak teratas arus besar pembangunan pertanian. Upaya tersebut diharapkan dapat meneguhkan narasi ketahanan pangan Indonesia, menuju pertanian berkelanjutan.

Tidaklah mudah mencatat petani dikala pandemi, rintangan dan ancaman terpapar oleh virus COVID-19 mengintai petugas yang berjibaku dilapangan. Sikap responden yang bersahabat menerima kedatangan petugas serta memberi keterangan yang benar sangatlah penting agar survei ini berjalan dengan baik dan memberikan hasil seperti yang diharapkan.

Semoga hasil SITASI/AGRIS ini dapat menjadi One Stop Data Pertanian, serta dapat menutupi kesenjangan antara kebutuhan dan ketersediaan data pertanian di Indonesia. Sehingga sektor pertanian tetap terus bersemi dan menjadi kunci kedaulatan pangan. Indonesia tumbuh menjadi negara yang berdaulat dan mandiri sebagai negara agraris.

Minggu, 04 Juli 2021

MENYANDINGKAN DUA LEBARAN

Telah dua kali lebaran kita lalui bersama pandemi ini. Melalui semarak lebaran dengan cara yang tak biasa. Tak ada jabat erat maupun peluk hangat dari kerabat. Tak ada acara menyantap ketupat bersama sahabat terdekat,  karena kontak erat tak diperkenankan selama pandemi masih mendekap.

Dampak pandemi Covid-19 masih berlangsung di Kalimantan Utara hingga tahun 2021 yang ditandai dengan kontraksi ekonomi pada triwulan I sebesar 1,91 persen (year on year). Terkontraksinya pertumbuhan ini disebabkan turunnya nilai tambah bruto Lapangan usaha Transportasi dan Pergudangan sebesar minus 14,02 persen. Disusul oleh lapangan usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum sebesar minus 8,64 persen; Jasa Perusahaan sebesar minus 4,51 persen; dan Administrasi Pemerintahan minus 4,45 persen. Namun demikian  ada beberapa lapangan usaha yang menunjukkan pertumbuhan positif dibandingkan tahun sebelumnya diantaranya lapangan usaha  Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial sebesar 8,17 persen.  Disusul Informasi dan Komunikasi tumbuh sebesar 6,50 persen; Pengadaan Listrik dan Gas sebesar 6,01 persen; dan Jasa lainnya tumbuh sebesar 5,75 persen.

Hal yang menarik terjadi pada indeks angka konsumen/inflasi di Kalimantan Utara, jika pada setiap lebaran tahun-tahun sebelum pandemi harga pasti melonjak tajam, tapi hal tersebut tidak terjadi disaat lebaran  yang kita lalui pada tahun 2020 saat pandemi covid-19 mulai mendampingi kehidupan kita. Provinsi Kalimantan Utara  (Gabungan Kota Tarakan dan Kota Tanjung Selor) justru mengalami deflasi sebesar -0,10 persen, atau terjadi perubahan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 102,93 pada bulan April 2020 menjadi 102,82 pada bulan Mei 2020. Deflasi tahun kalender sebesar -0,42 persen dan deflasi tahun ke tahun sebesar -0,68 persen. Deflasi di Kalimantan Utara (Gabungan Kota Tarakan dan Kota Tanjung Selor) dipengaruhi oleh penurunan indeks pada kelompok makanan, minuman dan tembakau sebesar -0,50 persen dan kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga sebesar -0,00 persen.

Sedangkan Lebaran tahun ini Kalimantan Utara kembali mengalami inflasi sebesar 1,07 persen. Inflasi di Kalimantan Utara (Gabungan Kota Tarakan dan Kota Tanjung Selor) dipengaruhi oleh kenaikan indeks pada kelompok transportasi sebesar 5,99 persen, kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya sebesar 1,04 persen, kelompok makanan, minuman, dan tembakau sebesar 0,83 persen, kelompok kesehatan sebesar 0,72 persen, kelompok rekreasi, olahraga dan budaya sebesar 0,39 persen, kelompok pakaian dan alas kaki sebesar 0,28 persen, kelompok perlengkapan, peralatan, dan pemeliharaan rutin rumah tangga sebesar 0,19 persen, kelompok penyediaan makanan dan minuman/restoran sebesar 0,11 persen, kelompok perumahan, air, listrik dan bahan bakar rumah tangga sebesar 0,01 persen, kelompok informasi, komunikasi dan jasa keuangan sebesar 0,01 persen dan kelompok pendidikan sebesar 0,00 persen.

Dari angka inflasi diatas terlihat bahwa lebaran di tahun 2021 ini daya beli dan konsumsi masyarakat mulai membaik, ini mengisyaratkan bahwa kemampuan konsumsi mulai terpacu meskipun kita masih hidup berdampingan dengan Covid-19.

Perekonomian Kalimantan Utara triwulan I-2021 juga tumbuh sebesar 0,49 persen terhadap triwulan IV 2020, hal ini disebabkan adanya pertumbuhan beberapa lapangan usaha. Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian merupakan lapangan usaha yang memiliki pertumbuhan terbesar yaitu sebesar 7,37 persen. Diikuti oleh Informasi dan Komunikasi sebesar 2,45 persen; Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial sebesar 2,27 persen; dan Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor sebesar 2,21 persen.

Upaya pemulihan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah telah berdampak pada percepatan ekonomi dibandingkan triwulan sebelumnya, namun belum mampu memberikan pertumbuhan positif secara keseluruhan pada triwulan satu tahun ini.

Pemulihan ekonomi di kalimantan Utara memerlukan keterlibatan seluruh masyarakat untuk menerapkan protokol kesehatan secara ketat agar pandemi ini segera terkendali. Kita menginginkan ditahun mendatang tak lagi melalui lebaran dengan membuka pintu maaf tapi menutup rapat pintu rumah.

Rabu, 03 Februari 2021

MELIRIK ANGKA KEMISKINAN KALTIM

 

Masalah kemiskinan bukanlah hal yang baru di Indonesia. Meskipun demikian, masalah kemiskinan selalu aktual untuk dibahas. Sebab, meskipun telah berjuang puluhan tahun untuk membebaskan diri dari kemiskinan, kenyataan menunjukan bahwa Indonesia belum bisa melepaskan diri dari belenggu kemiskinan.

Program pengentasan kemiskinan seringkali tidak mampu mendorong kemandirian masyarakat miskin. Hal ini karena pada umumnya program-program tersebut diberikan kepada masyarakat miskin yang tidak memahami bagaimana mereka harus mengelola bantuan yang diberikan. Pendekatan yang demikian tentu berakibat negatif karena bantuan yang mereka terima tidak dimanfaatkan untuk kegiatan produktif yang dapat memberikan dampak keberlanjutan melainkan untuk kebutuhan-kebutuhan yang sering bersifat konsumtif.

Kemiskinan kronis memiliki ciri utama derajat kapabilitas yang rendah pada tingkat pendidikan dan kesehatan. Hal ini mengakibatkan program pengentasan rakyat miskin yang bersifat pemberdayaan tidak akan berpengaruh banyak dalam mendorong mereka keluar dari kemiskinan.

Kemiskinan adalah sesuatu yang sangat multidimensional dan memang sulit untuk diukur. Diantara banyak definisi yang ada, Badan Pusat Statistik (BPS) menghitung kemiskinan sebagai gejala economic poverty yaitu ketidakmampuan dari sisi ekonomi yang diukur dengan pendekatan pengeluaran makanan, ditambah kemampuan memenuhi kebutuhan dasar nonmakanan (pendidikan, kesehatan dasar, perumahan dan sandang).

Penggunaan pendekatan pengeluaran dengan kebutuhan dasar kalori dan kebutuhan dasar nonmakanan sudah lama diadopsi oleh banyak negara. Pengukuhan yang lebih kuat penggunaan metode ini didasarkan rekomendasi PBB setelah pertemuan yang diprakarsai oleh FAO dan WHO dalam Human Energy Requirement : Expert Consultation, yang dilaksanakan di Roma, Italia, tahun 2001 dan 2005.

Berdasarkan perhitungan Badan Pusat Statistik jumlah penduduk miskin di Kalimantan Timur pada Maret 2020 tercatat sebesar 230,26 ribu (6,10 persen).  Jika dibandingkan dengan penduduk miskin pada September 2019 sebesar 220,91 ribu (5,91 persen), berarti jumlah penduduk miskin secara absolut bertambah sebanyak 9,35 ribu orang dan secara persentase bertambah sebesar 0,19  persen. (Berita Resmi Statistik, Tingkat Kemiskinan Di Kalimantan Timur Maret 2020, BPS Kaltim, 2020).

Jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan dan perdesaan mengalami kenaikan, baik secara absolut maupun persentase. Selama  periode September 2019 hingga Maret 2020 penduduk miskin di daerah perkotaan naik sebanyak 5,11 ribu orang dari 108,16 ribu orang pada September 2019 menjadi            113,27 ribu orang pada Maret 2020 dan secara persentase naik 0,16 persen poin. Penduduk miskin di daerah perdesaan naik sebanyak 4,24 ribu orang dari 112,75 ribu orang pada September 2019 menjadi 116,99 ribu orang pada Maret 2020 dan secara persentase naik sebesar 0,25 persen poin.

Permasalahan ini disebabkan karena terjadi peningkatan Garis Kemiskinan yang tidak dibarengi dengan peningkatan pengeluaran konsumsi masyarakat, khususnya pada masyarakat berstatus hampir miskin.  Kenaikan beberapa harga komoditas yang sering dikonsumsi masyarakat seperti beras, rokok kretek filter, gula pasir juga menjadi salah satu penyebab menurunnya daya beli masyarakat pada golongan masyarakat kurang mampu sehingga penduduk hampir miskin jatuh ke dalam status penduduk miskin.

Selama September 2019 sampai dengan Maret 2020, garis kemiskinan naik sebesar 3,70 persen, dari Rp 638.690,- per kapita per bulan menjadi Rp 662.302 per kapita per bulan. Dimana Garis Kemiskinan Makanan (GKM) menyumbang sebesar 70,03 persen terhadap Garis Kemiskinan (GK).

Berbagai upaya pengentasan kemiskinan perlu dilakukan secara simultan agar penduduk miskin merdeka dari belenggu kemiskinannya. Pemerataan infrastruktur yang selama ini digalakkan pemerintah Kalimantan Timur harus mengutamakan daerah pinggiran dan pedesaan mengingat kemiskinan lebih banyak terjadi di pedesaan. Program padat karya tunai dengan pemanfaatan dana desa bisa menjadi pendorong dalam mengurangi kemiskinan, terutama di pedesaan. Demikian juga memberikan ruang yang luas dalam inovasi dan kreativitas akan mengangkat harkat martabat negara ini.

Pandemi yang hingga saat ini masih berlangsung  membuat kita harus berjuang lebih keras untuk terlepas dari belenggu kemiskinan, saat ini kita jatuh tetapi jangan pernah menyerah. Kemiskinan harus segera dientaskan, agar Kaltim Bangkit tidak hanya menjadi sekedar semboyan belaka dan Indonesia kembali menjadi Macan Asia.

Senin, 11 Januari 2021

MENGUKUR KEPATUHAN DITENGAH PANDEMI

Tahun 2020 telah berlalu, kita mulai menghitung hari di tahun yang baru yakni tahun 2021. Harus diakui tahun 2020 adalah tahun yang cukup berat, kita harus hidup berdampingan dengan pandemi   covid-19. Tidak sedikit keluarga, sahabat, rekan kerja maupun tetangga sekitar kita yang terinfeksi dan harus hidup terpisah maupun meregang nyawa karena pandemi ini. Saat ini kita telah memasuki fase transmisi komunitas, dimana pembatasan berskala besar tidak lagi terlalu efektif menekan laju penyebaran virus covid-19.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional per tanggal 9 Januari 2021 tercatat sebanyak 4.694 kasus di Kalimantan Utara dengan jumlah kasus terbesar pada kelompok usia 31-45 tahun sebesar 1.578 kasus dan disusul oleh kelompok umur    19-30 tahun sebanyak 1.357 kasus (https://covid19.go.id/peta-sebaran-covid19).

Dari angka diatas ada hal yang menarik bahwa justru kasus terbanyak terjadi pada usia muda. Hal ini sejalan dengan hasil survei yang dilakukan oleh Badan pusat Statistik bahwa tingkat kepatuhan terendah memakai masker berada pada kelompok umur 17-30 tahun sebesar 90,1 persen, sedangkan kepatuhan memakai masker tertinggi berada pada kelompok umur 46 - 60 tahun sebesar 94 persen. Kelompok umur 17-30 tahun juga memiliki tingkat kepatuhan terendah dalam menghindari kerumunan, yaitu sebesar 68,2 persen sedangkan kelompok umur >60 tahun memiliki tingkat kepatuhan tertinggi yaitu sebesar 85,5 persen. Untuk kepatuhan mencuci tangan dengan menggunakan sabun kelompok umur      17-30 tahun juga berada pada tingkat kepatuhan terendah yaitu sebesar 66 persen. (Perilaku Masyarakat Di Masa Pandemi, BPS, 2020).

Kesadaran kaum muda Kaltara terhadap protokol kesehatan memang harus terus ditingkatkan, karena disadari atau tidak kepatuhan terhadap protokol kesehatan ditengah pandemi harus diterapkan secara ketat dan konsisten. Kita tentunya tidak ingin kerabat maupun orangtua kita terinfeksi oleh      covid-19 akibat ketidakpatuhan kita.

Hidup berdampingan dengan virus covid-19 tidaklah mudah, hal ini dapat kita lihat dikehidupan ekonomi yang ikut terpukul, angka pertumbuhan ekonomi Kalimantan Utara triwulan III-2020 (y-on-y) mengalami kontraksi sebesar 1,46 persen. Penurunan pertumbuhan ini disebabkan oleh penurunan beberapa lapangan usaha, dimana yang tertinggi adalah lapangan usaha Penyediaan Akomodasi dan makan Minum sebesar 10,79 persen. Selanjutnya Industri Pengolahan sebesar 7,62 persen; Pertambangan dan Penggalian sebesar 7,58 persen; dan Transportasi dan Pergudangan sebesar 6,90 persen. (Berita Resmi Statistik, Pertumbuhan Ekonomi Kalimantan Utara Triwulan III-2020)

Pandemi COVID-19 juga membawa pengaruh terhadap pembangunan manusia di Kalimantan Utara. Hal ini terlihat dari turunnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tahun 2020. Sebelumnya, selama periode 2013-2019, angka IPM terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Namun, angka IPM tahun 2020 turun 0,52 poin menjadi 70,63. Penurunan capaian IPM tahun 2020 disebabkan oleh menurunnya pertumbuhan komponen pengeluaran perkapita pertahun yang disesuaikan, sedangkan komponen lainnya masih tumbuh positif. (Berita Resmi Statistik, Indeks Pembangunan Manusia Kalimantan Utara 2020)

Kita harus bangkit dan tidak boleh menyerah. Kepatuhan kita terhadap protokol kesehatan adalah syarat mutlak agar dapat terbebas dari pandemi ini, selalu memakai masker dengan benar, mencuci tangan memakai sabun dan menjaga jarak serta menghindari kerumunan adalah perilaku baru yang harus kita jalankan. kita bisa terus hidup, bahkan bisa menjadi manusia yang lebih baik di peradaban yang semakin menjadi lebih baik di tahun-tahun mendatang.