Statistical thinking
will one day be as necessary a qualification for efficient citizenship as the
ability to read and write. (H.G. Wells)
Tersajinya data statistik demi menunjang pembangunan negeri
ini menjadi tugas pokok dari Badan pusat statistik.menyajikan data yang
berkualitas dan terpercaya. Akan tetapi tersedianya data yang berkualias
tersebut akanlah sia-sia jika pengguna data tidak dapat memahami dengan baik
atau dapat menginterprestasikan dengan benar data statistik tersebut.
Jika setiap kegiatan statistik mulai dari perencanaan
kegiatan, pengumpulan data, pengolahan data, analisis data sampai dengan cara
publikasi dan diseminasi data dilakukan dengan baik sesuai dengan ketentuan,
tentunya kualitas data akan menjadi sangat terjaga. Kualitas data yang baik
merupakan kunci utama pelayanan yang optimal kepada pengguna data.
Tak bisa ditampik, hingga kini keraguan publik terhadap
sejumlah statistik resmi yang dihasilkan Badan Pusat Statistik (BPS),
sebagai satu-satunya lembaga statistik
resmi di negeri ini, masih saja terjadi. Komentar ‘miring’ terhadap data-data
yang dihasilkan BPS pun kerap ditemui diberbagai media.
Keraguan publik terhadap statistik resmi sebetulnya bukan
hanya terjadi di Indonesia. Di negara-negara maju, kesenjangan antara ukuran
standar variabel-variabel penting sosial-ekonomi, seperti pertumbuhan ekonomi,
inflasi, dan pengangguran dengan persepsi yang ada di masyarakat, yang
didasarkan pada “fakta” keseharian dan persepsi individu, telah merusak kepercayaan
publik terhadap statistik resmi.
Rusaknya kepercayaan publik terhadap statistik resmi tentu
merupakan persoalan serius karena bakal berdampak pada cara berlangsungnya
perdebatan publik tentang kondisi perekonomian dan kebijakan yang harus
diambil.
Statistik perlu dipopulerkan agar masyarakat awam dapat
memahami dasar-dasar statistik mencakup data, proses dan hasil (output)
sehingga tidak menimbulkan penafsiran yang keliru mengenai suatu hasil
sensus/survei ataupun informasi ilmiah. Masyarakat juga perlu berpikir secara
statistik, yang berarti berpikir secara ilmiah sehingga dapat memahami dalam
membaca suatu data dan informasi.
Statistical thinking
bukan hak milik insan statistik saja, akan lebih baik masyarakat umum juga
mengetahui dan memahaminya walaupun hanya esensinya saja. Dalam sistem
statistik nasional, masyarakat memiliki peran sebagai pengguna data dan sumber
data itu sendiri. Lewat edukasi itu
pasti akan meningkatkan kesadaran statistik masyarakat, terutama untuk
mengurangi ketidakpercayaan dan kesalahtafsiran masyakarat akan data statistik.
Esensi dari statistical thinking yang perlu dipahami
masyarakat, bahwa data statistik pasti mengandung error/kesalahan sehingga
tidak bisa dibilang 100% benar. Penyelenggara statistik dalam setiap melakukan
pengumpulan data, memiliki prinsip bahwa data yang dikumpulkan itu pasti
mengandung kesalahan, tetapi dalam melaporkan dan mendiseminasikan datanya
tidak melakukan kebohongan. Penyelenggara statistik bekerja bukan untuk
bertujuan menghasilkan data yang 100% benar, akan tetapi bekerja untuk sedapat
mungkin mengecilkan error data statistik. Selain itu dalam membaca data,
masyarakat harus (cukup) memahami terlebih dahulu selubung luar metodologi yang
dipakai untuk menghasilkan data statistik itu.
Jika statistical
thingking tersebut telah dipahami oleh segenap lapisan masyarakat, baik itu
para pemimpin negeri ini ataupun para penikmat kopi di warung-warung kopi yang
seringkali menjadikan obrolan tentang perekonomian negeri ini sebagai topik
menarik tak lagi terjebak pada
ungkapan-ungkapan verbal (kualitatif) dan opini yang menyesatkan dan
mengaburkan realitas, atau lebih memilih menggunakan data-data statistik lain
meski statistik tersebut didasarkan pada metodologi yang kurang bisa
dipertanggungjawabkan dibandingkan menggunakan data statistik resmi.
Karena, interpretasi data
yang keliru sama bahayanya dengan data yang tak akurat. Selamat Hari Statistik
Nasional. Kerja bersama dengan data untuk membangun negeri.