Sabtu, 28 Oktober 2017

STATISTICAL THINGKING

Statistical thinking will one day be as necessary a qualification for efficient citizenship as the ability to read and write. (H.G. Wells)
Tersajinya data statistik demi menunjang pembangunan negeri ini menjadi tugas pokok dari Badan pusat statistik.menyajikan data yang berkualitas dan terpercaya. Akan tetapi tersedianya data yang berkualias tersebut akanlah sia-sia jika pengguna data tidak dapat memahami dengan baik atau dapat menginterprestasikan dengan benar data statistik tersebut.
Jika setiap kegiatan statistik mulai dari perencanaan kegiatan, pengumpulan data, pengolahan data, analisis data sampai dengan cara publikasi dan diseminasi data dilakukan dengan baik sesuai dengan ketentuan, tentunya kualitas data akan menjadi sangat terjaga. Kualitas data yang baik merupakan kunci utama pelayanan yang optimal kepada pengguna data.
Tak bisa ditampik, hingga kini keraguan publik terhadap sejumlah statistik resmi yang dihasilkan Badan Pusat Statistik (BPS), sebagai  satu-satunya lembaga statistik resmi di negeri ini, masih saja terjadi. Komentar ‘miring’ terhadap data-data yang dihasilkan BPS pun kerap ditemui diberbagai media.
Keraguan publik terhadap statistik resmi sebetulnya bukan hanya terjadi di Indonesia. Di negara-negara maju, kesenjangan antara ukuran standar variabel-variabel penting sosial-ekonomi, seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan pengangguran dengan persepsi yang ada di masyarakat, yang didasarkan pada “fakta” keseharian dan persepsi individu, telah merusak kepercayaan publik terhadap statistik resmi.
Rusaknya kepercayaan publik terhadap statistik resmi tentu merupakan persoalan serius karena bakal berdampak pada cara berlangsungnya perdebatan publik tentang kondisi perekonomian dan kebijakan yang harus diambil.
Statistik perlu dipopulerkan agar masyarakat awam dapat memahami dasar-dasar statistik mencakup data, proses dan hasil (output) sehingga tidak menimbulkan penafsiran yang keliru mengenai suatu hasil sensus/survei ataupun informasi ilmiah. Masyarakat juga perlu berpikir secara statistik, yang berarti berpikir secara ilmiah sehingga dapat memahami dalam membaca suatu data dan informasi.
Statistical thinking bukan hak milik insan statistik saja, akan lebih baik masyarakat umum juga mengetahui dan memahaminya walaupun hanya esensinya saja. Dalam sistem statistik nasional, masyarakat memiliki peran sebagai pengguna data dan sumber data itu sendiri.  Lewat edukasi itu pasti akan meningkatkan kesadaran statistik masyarakat, terutama untuk mengurangi ketidakpercayaan dan kesalahtafsiran masyakarat akan data statistik.
Esensi dari statistical thinking yang perlu dipahami masyarakat, bahwa data statistik pasti mengandung error/kesalahan sehingga tidak bisa dibilang 100% benar. Penyelenggara statistik dalam setiap melakukan pengumpulan data, memiliki prinsip bahwa data yang dikumpulkan itu pasti mengandung kesalahan, tetapi dalam melaporkan dan mendiseminasikan datanya tidak melakukan kebohongan. Penyelenggara statistik bekerja bukan untuk bertujuan menghasilkan data yang 100% benar, akan tetapi bekerja untuk sedapat mungkin mengecilkan error data statistik. Selain itu dalam membaca data, masyarakat harus (cukup) memahami terlebih dahulu selubung luar metodologi yang dipakai untuk menghasilkan data statistik itu.
Jika statistical thingking tersebut telah dipahami oleh segenap lapisan masyarakat, baik itu para pemimpin negeri ini ataupun para penikmat kopi di warung-warung kopi yang seringkali menjadikan obrolan tentang perekonomian negeri ini sebagai topik menarik tak lagi  terjebak pada ungkapan-ungkapan verbal (kualitatif) dan opini yang menyesatkan dan mengaburkan realitas, atau lebih memilih menggunakan data-data statistik lain meski statistik tersebut didasarkan pada metodologi yang kurang bisa dipertanggungjawabkan dibandingkan menggunakan data statistik resmi. 
Karena, interpretasi  data yang keliru sama bahayanya dengan data yang tak akurat. Selamat Hari Statistik Nasional. Kerja bersama dengan data untuk membangun negeri.