Rabu, 02 Desember 2015

KETIKA KUALITA AIR MEMBUAT KHAWATIR

Melihat kondisi air sungai segah beberapa minggu yang lalu dan pemberitaan di harian ini sebenarnya langsung memanggil hati nurani penulis untuk segera memberikan pendapat melalui media ini, tetapi penulis menahan diri dengan maksud agar tidak membuat semakin gaduh kondisi saat itu mengingat masyarakat saat itu sudah dibuat pusing dengan pernyataan-pernyataan dari yang berwenang yang penulis rasakan hanya sekedar untuk menenangkan gejolak di masyarakat saja tanpa memberikan pengetahuan yang sebenarnya tentang apa itu kualita air terutama kualita air minum.
Saat itu yang diberitakan hanya nilai pH yang bersifat asam dan kandungan nitrat yang terdapat di air sungai segah, padahal jika kita mau jujur masih banyak lagi data sebenarnya tentang kualita air yang harus kita buka kepada masyarakat mengingat data tersebut adalah data publik yang sudah seharusnya masyarakat mengetahuinya. Dalam berita tidak pernah dicantumkan parameter kimiawi seperti kandungan besi, khlorida, mangan , tembaga, timbal, carbon tetrachloride dan masih banyak lagi yang sebenarnya parameter tersebut sangat menentukan dari kualita air. Untuk masyarakat yang berkantung tebal mungkin tidak masalah bagi mereka ketika kualita air setempat membuat khawatir, mereka mampu membeli air minum kemasan merk ternama dengan mudah. Beda halnya dengan masyarakat yang hidup berada di ambang batas garis kemiskinan, masalah air ini akan semakin memperberat kehidupan mereka.
Penulis dibuat kagum oleh tulisan dari seorang mantan kepala Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Berau yang telah membuka mata kita semua bahwa sesunggunya aliran sungai yang terdapat di kabupaten yang kita cintai ini telah mengalami pencemaran, penulis yakin beliau berani mengungkapkan hal tersebut pasti didasari oleh data yang ada, hal ini seharusnya dapat menjadi contoh bagi semua pemegang jabatan yang berkaitan dengan lingkungan hidup saat ini agar dapat selalu memberikan informasi yang tepat dan benar kepada semua lapisan masyarakat tentang apa yang sebenarnya terjadi terhadap aliran sungai yang menjadi urat nadi kehidupan bagi warga Berau.
Manusia adalah makhluk sosial. Bukan hanya berinteraksi sesama manusia, tetapi harus mampu berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Manusia harus mampu menjadi pengayom lingkungan, agar mampu memberikan kenyamanan hidup. Perlindungan yang maksimal akan memberikan dampak kepada manusia itu sendiri. Menurut UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menegaskan bahwa kondisi alam dipengaruhi bukan hanya oleh alam sendiri tapi juga oleh tingkah laku manusia.
Pelanggaran atas pencemaran perairan mengakibatkan tanggung jawab mutlak bagi si pelaku, hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 35 Ayat 1 UU No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan hidup, dan itu mewajibkan bagi pelaku pencemaran (dalam hal ini pencemaran air), dikenakan kewajiban untuk membayar ganti rugi secara langsung dan seketika pada saat terjadinya pencemaran, apakah itu secara sengaja atau karena kealpaan dengan denda dari Rp. 100.000.000,- sampai dengan  Rp. 750.000.000,- disamping pidana penjara. Adapun pengaturan lebih lanjut tentang sanksi ini diatur dalam Pasal 41 – 48 UU No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan hidup.
Alternatif penerapan sanksi lainnya adalah sanksi perdata, yaitu berupa ganti rugi kepada penderita dan biaya pemulihan kepada negara. Prinsip ini merupakan bentuk kebijaksanaan lingkungan dan jalan keluar bagi kasus pencemaran pada umumnya di negara maju. Artinya meskipun telah dilakukan pembayaran ganti rugi terhadap penderita, pelaku pencemaran air tetap tidak terbebas dari kewajiban untuk membayar biaya pemulihan lingkungan yang telah rusak atau tercemar kepada negara. Karena negara memiliki fasilitas untuk melakukan pemulihan.

“Air bukanlah produk dari suatu hasil komersialisasi seperti halnya barang yang lain, namun lebih condong disebut sebagai warisan yang harus dilindungi, dipertahankan, dan diperlakukan dengan benar”. Hingga akhirnya fungsi pelestarian air bersih tidak hanya untuk menjaga ketersediaan air pada musim kemarau, meningkatkan kualitas air menjadi bersih, tetapi juga dapat memperindah lingkungan di sekitar kita, menghindarkan orang – orang yang kita sayangi dari penyakit akibat kualita air yang tidak sehat, dan yang paling utama mewarisi anak – cucu kita, generasi mendatang setelah kita tentang bagaimana segarnya air bersih. Sehingga kita semua dapat hidup sehat tanpa perlu khawatir dengan kualita air.