Sabtu, 23 April 2016

ANGKA PRODUKSI KEDELAI

Sabtu pagi ini masih seperti sabtu pagi minggu-minggu yang lalu. Rutinitas bangun pagi, sarapan, mengantar kedua buah hati berangkat sekolah dan kemudian membaca koran. Tapi menjadi istimewa  ketika mata ini membaca sebuah judul berita “Gakopindo Keluhkan Akurasi Data BPS”, korsa penulis sebagai seorang statistisi tersulut, keinginan untuk meluruskan bangkit. Sebagai sebuah produk manusia data dari Badan Pusat Statistik (BPS) mungkin banyak mengalami kekurangan, tapi dari pernyataan ketua umum Gabungan Koperasi Produsen Tahu dan Tempe Indonesia (Gakopindo) dapat membentuk opini yang salah terhadap data yang dihasilkan oleh BPS. Statistik yang tidak akurat bakal memberi gambaran yang keliru mengenai arah pembangunan ekonomi nasional. Kita bisa saja menyangka tengah bergerak ke arah kemajuan. Padahal faktanya, hal tersebut hanyalah ilusi yang disajikan oleh angka-angka statistik. Sebaliknya, kita justru tengah mengalami stagnasi atau bergerak ke arah yang salah dan berlawanan.
Peran strategis data-data statistik dewasa ini juga memberi konfirmasi bahwa statistik resmi yang dirilis BPS harus obyektif. Pasalnya, statistik tersebut ibarat pisau bermata dua. Di satu sisi, ia dapat menjadi dasar bagi pemerintah untuk mengklaim keberhasilannya dalam menjalankan roda pembangunan. Namun di sisi lain, angka yang dirilis BPS juga dapat menjadi senjata ampuh pihak oposisi untuk mengkritisi dan menyerang kinerja pemerintah.
Pertanyaannya kemudian, bagaimana cara mengevaluasi angka produksi yang ketinggian tersebut, apa yang harus dievaluasi? Untuk menjawab pertanyaan ini tentu harus dipahami terlebih dahulu bagaimana sebetulnya angka produksi kedelai nasional itu dihitung. Dengan demikian, bagian mana yang harus dievaluasi dan perlu dibenahi bisa ditemukan.
Penghitungan produksi kedelai berdasarkan dua komponen, yaitu produktivitas dan luas panen, dimana kedua komponen ini diperoleh dari sistem pengumpulan data yang berbeda. Mantan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sugito Suwito menyebutnya sebagai hasil kompromi dua sistem yang berbeda: laporan administrasi (administrative records) dan pengukuran obyektif (objective measurement) dengan menggunakan pendekatan metode statistik (probability sampling). 
Dalam prakteknya, perhitungan luas panen menjadi tanggungjawab instansi lain. Penaksiran luas panen dilakukan sepenuhnya oleh aparat instansi diluar BPS dengan menggunakan pendekatan melalui sistem blok pengairan, penggunaan bibit, dan berdasarkan pandangan mata (eye estimate) di sawah. Belakangan, pendekatan yang terakhir merupakan cara yang paling sering digunakan. Dengan cara seperti itu hasil penaksiran tentu sangat subyektif dan sulit diuji secara statistik akurasinya. Pengalaman dan jam terbang petugas juga sangat menentukan akurasi hasil penaksiran luas panen.
Sementara itu, data produktivitas merupakan tanggung jawab BPS. Penaksiran produktivitas dilakukan melalui survei statistik dengan mengobservasi sampel plot ubinan yang dipilih menurut kaidah statistik. Pemilihan sampel dilakukan oleh BPS. Hasil pengukuran luas panen dan produktivitas kemudian diolah oleh BPS untuk menghasilkan angka produksi kedelai nasional (official statistics) yang kemudian disebut sebagai “angka BPS”. Penyebutan angka BPS membawa konsekuensi bahwa apapun yang terjadi pada angka tersebut, terutama soal akurasi dan validitasnya, BPS yang harus bertanggung jawab, BPS yang harus “pasang badan”. Begitulah gambaran singkat bagaimana produksi kedelai nasional dihitung. 
Kalau mau jujur, jika diasumsikan angka produksi kedelai yang ada selama ini menderita overestimate, kontributor utamanya adalah angka luas panen yang jauh dari akurat. Betapa tidak, perkiraan luas panen masih mengandalkan metode pandangan mata (eye estimate). Menyadari hal tersebut, saat ini BPS sedang melakukan ujicoba untuk mengembangkan metode penaksiran luas panen yang berbasis objective measurement, seperti pemanfaatan data citra satelit dan pendekatan wawancara terhadap rumah tangga. Semoga ikhtiar yang baik ini menemui tujuannya, yakni menghasilkan metode perhitungan luas panen yang lebih akurat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar