Senin, 22 Agustus 2016

CERITA HOROR KENAIKAN HARGA ROKOK

Wacana kenaikan harga rokok beberapa hari terakhir membuat para perokok gelisah. Kegelisahan yang wajar karena apabila benar rokok mengalami kenaikan sampai dengan dua kali lipat bisa jadi mereka tidak akan bisa lagi menikmati racun rokok yang selama ini menjadi kenikmatan tersediri bagi perokok.
Sebagai seorang yang hanya pernah mengisap asap rokok dari hembusan perokok yang berada disekitar penulis mungkin berita kenaikan harga rokok ini merupakan kado terindah apabila kenaikan harga tersebut benar terjadi, tapi akan menjadi sebuah cerita horor apabila wacana itu hanya tinggal sebatas wacana.
Melalui tulisan ini penulsi hanya ingin membeberkan beberapa fakta yang mnguntungkan apabila harga rokok benar akan dinaikkan. Dari sisi ekonomi kita perlu melihat harga tembakau di Indonesia, nilai impor tembakau, jumlah pekerja atau petani tembakau dan jumlah tenaga kerja yang terserap di industri penghasil asap ini.
Pengeluaran rumah tangga untuk membeli rokok per hari terkadang melebihi nilai yang diperlukan untuk membeli harga bahan makanan pokok untuk rumah tangga tersebut. Dalam setiap Survey Sosial Ekonomi Nasional yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik dapat dilihat bahwa seringkali pengeluaran untuk keperluan merokok kepala rumah tangga lebih besar dari nilai yang diperlukan untuk membeli beras untuk rumah tangga tersebut. Misalnya seorang Bapak dengan dua anak memerlukan uang sekitar Rp 17.000,- per hari untuk membeli sebungkus rokok, sementara untuk membeli kebutuhan beras 1 kilogram per hari hanya sekitar Rp 12.000,-. Dari contoh sederhana di atas saja dapat kita lihat bahwa ada selisih  Rp 5.000,- per hari,  padahal kerugian dari jumlah uang tersebut masih ditambah bonus dengan terpaparnya anak dan istri  oleh asap rokok akibat bapat tersebut yang merokok dirumah.
Data dari Direktorat Jenderal Perkebunan pada tahun 2013 menunjukan angka 41.764.938 Kg atau setara dengan US$ 199.589.221 untuk nilai ekspor sedangkan nilai impor sebesar 121.218.229 Kg atau sebesar US$ 627.301.457. Nilai impor tersebut terus trend yang meningkat sejak tahun 2010 dimana pada tahun tersebut nilai impor sebesar US$ 378.710.000, tahun 2011 US$ 507.188.000, dan pada tahun 2013 sebesar US$ 627.301.457. Dari data impor ini dapat kita lihat dengan jelas siapa sebenarnya yang diuntungkan dalam bisnis tembakau ini, apakah para petani tembakau atau pengusaha-pengusaha besar penikmat hasil impor tembakau ?
Petani tembakau juga seharusnya tidak perlu khawatir dengan kenaikan harga rokok ini karena hasi dari perkebunan tembakau tidak hanya untuk digunakan pada indsutri rokok tapi juga dapat digunakan pada industri lain.  Tembakau  sebenarnya sangat  bermanfaat bagi kesehatan bahkan telah lama menjadi tanaman obat. Kepala Peneliti di Georgetown University, Washington DC, Dr. Kenneth Dretchen yang melakukan penelitian terhadap virus HPV (Human Papilloma Virus) yang menjadi penyebab munculnya kanker mulut rahim. Ia mengembangkan antibodi terhadap HPV dari senyawa yang terkadung dalam tembakau. Berdasarkan penelitian, tumbuhan tembakau dapat menjadi obat penawar alternatif karena tembakau mampu menjadi wadah perkembangan genetik virus HPV tersebut untuk memproduksi sel kuman yang nantinya dapat menjadi antibodi bagi virus pencetus kanker mulut rahim.
Masalah PHK besar-besaran pun sebenarnya sudah terjadi di industri rokok walaupun harga rokok belum dinaikkan. Data dari Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) pada tahun 2015 menyebutkan bahwa telah terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) di Sampoerna sebanyak 12.125 pekerja, Gudang Garam 6,189 pekerja dan Bentoel sebanyak 1.000 pekerja. Semua ini dilakukan karena besarnya biaya produksi. Bukan karena nilai jual rokok yang naik. 
Uraian di atas memang hanya sebuah deskripsi sederhana tentang untung ruginya bagi masyarakat jika harga rokok benar dinaikkan. Tapi penulis harap tulisan ini dapat menjadi gambaran bagi seluruh lapisan masyarakat dalam menyikapi wacana kenaikan harga rokok saat ini. Sehingga kenaikan harga rokok tidak menjadi sebuah cerita horor. Sudah saatnya kita memang berani berkata bahwa “Saya keren tanpa rokok”. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar