Membaca berita kasus pemukulan guru SMKN 2 Makassar yang
dilakukan oleh orang tua siswa yang tidak menganalisa dulu apa yang telah
dilaporkan anaknya membuat miris. Kita telah merdeka selama 71 tahun tetapi
terkadang kita salah mengartikan kemerdekaan tersebut. Kita salah mengartikan
kemerdekaan dalam bersikap. Yang muncul akibat kesalahan pemahaman tersebut
adalah tindakan anarkis dan ketidakpedulian terhadap sekitar serta hilangnya
rasa hormat.
Penulis masih ingat masa-masa sekolah dulu dimana guru
menjadi panutan, guru memiliki kebebasan dalam mendidik anak-anak didiknya
disekolah. Tidak seperti saat ini para guru dihantui oleh ketakutan akan sanksi
hukum karena salah dalam cara mendidik. Kekerasan terhadap anak memang tidak bisa
ditolerir akan tetapi sebagai orang tua kita juga harus bijak mana yang
sebenarnya kekerasan dan mana yang sebenarnya untuk tujuan mendidik. Jika
memang ada siswa yang mendapat pembinaan dari gurunya kita selaku orang tua
hendaknya bersikap bijaksana.
Seperti yang kita ketahui bersama, salah satu tugas utama
dari guru sebagai seorang pendidik adalah mengajarkan kebaikan dan kebenaran.
Sebagai bagian dari proses pendidikan, hukuman diberlakukan untuk dapat
menegakkan kebenaran tersebut. Namun, apa jadinya jika pemberian hukuman yang
diberikan oleh guru kepada muridnya dengan maksud mengajarkan kebaikan tersebut
justru membuat sang guru mendapat undangan menginap di hotel prodeo ? Disadari
atau tidak, jika hal ini terus berlarut-larut tanpa ada sebuah solusi dari
pemerintah, maka "ditakutkan", guru akan kehilangan sebagian powernya
sebagai pendidik. Murid akan semakin "berani" kepada gurunya; toh
kalau kena hukuman cubit tinggal lapor polisi, lakukan visum, dan sang guru pun
akan jadi tersangka. Pada akhirnya, guru akan kehilangan wibawa dan rasa hormat
dari para muridnya.
Kita terkadang seringkali melupakan, bahwa manusia diberi
pendidikan seyogyanya adalah agar manusia dapat berpikir, memiliki kecerdasan,
sekaligus berprilaku yang baik sehingga dapat mengapresiasi setiap perilakunya
sesuai dengan hasil pendidikannya yang diperoleh. Berpikir dan berperilaku
merupakan hasil dari upaya sebuah pendidikan yang diterapkan, pendidikan tidak
hanya berada pada tataran berpikir untuk kecerdasan, tetapi perilaku (akhlaq)
justru merupakan hal terpenting dari sebuah hasil pendidikan. Yang sangat disayangkan adalah ketika pendidikan saat ini
lebih banyak membentuk orang cerdas tetapi miskin moral. Kita sangat sulit
untuk mencari orang “baik” tapi sangat mudah mencari orang yang “pintar”.
Realitas sekarang yang sering kita saksikan adalah justru orang-orang yang
kemudian melakukan korupsi adalah orang-orang yang “cerdas” dan berpendidikan,
bukan orang-orang yang bodoh.
Pendidikan moral sejatinya adalah pendidikan untuk menjadikan
anak lebih manusiawi dan berperilaku sesuai norma dan etika. Artinya pendidikan
moral adalah pendidikan yang bukan mengajarkan tentang akademik dan
mengutamakan sisi kognisi, namun non akademik khususnya tentang sikap dan
bagaimana perilaku sehari-hari yang baik. Tentu saja pendidikan moral bisa
dikatakan sebagai pendidikan yang akan dibawa sampai akhir hayat. Pendidikan
yang akan menentukan bagaimana ia dipandang masyarakat lain kelak. Dan tentu
saja, satu negara bisa saja hancur karena moral anak bangsanya yang rendah.
Selamat Hari Ulang Tahun Republik Indonesia ke-71, semoga momentum
hari kemerdekaan ini juga menjadi kemerdekaan bagi pendidikan di Indonesia,
kemerdekaan untuk mencetak generasi-generasi bangsa yang cerdas dan berakhlak
yang akan menopang tegaknya bangsa ini dan dapat sejajar dengan bangsa-bangsa
lain yang sudah lebih dahulu maju dibanding kita. Jadikanlah pendidikan sebagai
skala prioritas dalam membentuk bibit-bibit anak bangsa yang semakin
berkualitas mampu bersaing secara sehat dengan bangsa di belahan dunia manapun !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar