Sabtu, 13 Agustus 2016

KEMERDEKAAN PENDIDIKAN

Membaca berita kasus pemukulan guru SMKN 2 Makassar yang dilakukan oleh orang tua siswa yang tidak menganalisa dulu apa yang telah dilaporkan anaknya membuat miris. Kita telah merdeka selama 71 tahun tetapi terkadang kita salah mengartikan kemerdekaan tersebut. Kita salah mengartikan kemerdekaan dalam bersikap. Yang muncul akibat kesalahan pemahaman tersebut adalah tindakan anarkis dan ketidakpedulian terhadap sekitar serta hilangnya rasa hormat.
Penulis masih ingat masa-masa sekolah dulu dimana guru menjadi panutan, guru memiliki kebebasan dalam mendidik anak-anak didiknya disekolah. Tidak seperti saat ini para guru dihantui oleh ketakutan akan sanksi hukum karena salah dalam cara mendidik. Kekerasan terhadap anak memang tidak bisa ditolerir akan tetapi sebagai orang tua kita juga harus bijak mana yang sebenarnya kekerasan dan mana yang sebenarnya untuk tujuan mendidik. Jika memang ada siswa yang mendapat pembinaan dari gurunya kita selaku orang tua hendaknya bersikap bijaksana.
Seperti yang kita ketahui bersama, salah satu tugas utama dari guru sebagai seorang pendidik adalah mengajarkan kebaikan dan kebenaran. Sebagai bagian dari proses pendidikan, hukuman diberlakukan untuk dapat menegakkan kebenaran tersebut. Namun, apa jadinya jika pemberian hukuman yang diberikan oleh guru kepada muridnya dengan maksud mengajarkan kebaikan tersebut justru membuat sang guru mendapat undangan menginap di hotel prodeo ? Disadari atau tidak, jika hal ini terus berlarut-larut tanpa ada sebuah solusi dari pemerintah, maka "ditakutkan", guru akan kehilangan sebagian powernya sebagai pendidik. Murid akan semakin "berani" kepada gurunya; toh kalau kena hukuman cubit tinggal lapor polisi, lakukan visum, dan sang guru pun akan jadi tersangka. Pada akhirnya, guru akan kehilangan wibawa dan rasa hormat dari para muridnya.
Kita terkadang seringkali melupakan, bahwa manusia diberi pendidikan seyogyanya adalah agar manusia dapat berpikir, memiliki kecerdasan, sekaligus berprilaku yang baik sehingga dapat mengapresiasi setiap perilakunya sesuai dengan hasil pendidikannya yang diperoleh. Berpikir dan berperilaku merupakan hasil dari upaya sebuah pendidikan yang diterapkan, pendidikan tidak hanya berada pada tataran berpikir untuk kecerdasan, tetapi perilaku (akhlaq) justru merupakan hal terpenting dari sebuah hasil pendidikan. Yang sangat  disayangkan adalah ketika pendidikan saat ini lebih banyak membentuk orang cerdas tetapi miskin moral. Kita sangat sulit untuk mencari orang “baik” tapi sangat mudah mencari orang yang “pintar”. Realitas sekarang yang sering kita saksikan adalah justru orang-orang yang kemudian melakukan korupsi adalah orang-orang yang “cerdas” dan berpendidikan, bukan orang-orang yang bodoh.
Pendidikan moral sejatinya adalah pendidikan untuk menjadikan anak lebih manusiawi dan berperilaku sesuai norma dan etika. Artinya pendidikan moral adalah pendidikan yang bukan mengajarkan tentang akademik dan mengutamakan sisi kognisi, namun non akademik khususnya tentang sikap dan bagaimana perilaku sehari-hari yang baik. Tentu saja pendidikan moral bisa dikatakan sebagai pendidikan yang akan dibawa sampai akhir hayat. Pendidikan yang akan menentukan bagaimana ia dipandang masyarakat lain kelak. Dan tentu saja, satu negara bisa saja hancur karena moral anak bangsanya yang rendah. 
Selamat Hari Ulang Tahun Republik Indonesia ke-71, semoga momentum hari kemerdekaan ini juga menjadi kemerdekaan bagi pendidikan di Indonesia, kemerdekaan untuk mencetak generasi-generasi bangsa yang cerdas dan berakhlak yang akan menopang tegaknya bangsa ini dan dapat sejajar dengan bangsa-bangsa lain yang sudah lebih dahulu maju dibanding kita. Jadikanlah pendidikan sebagai skala prioritas dalam membentuk bibit-bibit anak bangsa yang semakin berkualitas mampu bersaing secara sehat dengan bangsa di belahan dunia manapun !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar