Sebentar lagi pada tanggal 17 Agustus 2016 bangsa Indonesia
kembali memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 71
tahun. 71 Tahun sudah usia Kemerdekaan Negeri ini, Negeri yang berjuluk Gemah
Ripah Loh JInawi, Tata Tentram Tata Rahaja. Negeri Khatulistiwa, Ratna Mutu
Manikam. Negeri ini akan kembali bersolek, larut dalam kegembiraan perayaan
hari kemerdekaan yang terkadang meninabobokan kita dari arti kemerdekaan
sesungguhnya.
Betapa besar perjuangan para pahlawan negeri ini dalam
merebut dan mempertahankan kemerdekaan negeri. tidak terhitung jumlah korban
jiwa yang berjatuhan. Beribu anak kehilangan orang tuanya, isteri kehilangan
suami, dan suami kehilangan isteri. Harta dan jiwa melayang, namun tidak
mengendorkan semangat mereka dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan
Indonesia. “beribu kami
terbaring antara Kerawang Bekasi“ kata Chairil Anwar dalam bait-bait puisinya.
“kami mati muda, sebuah lobang peluru bundar di dadanya, senyum bekunya mau
berkata, kita sedang perang.“
Generasi 45 telah mewariskan kekayaan yang tak ada
bandingannya, yaitu sebuah kemerdekaan. Inti dari kemerdekaan itu adalah
kebebasan, baik kebebasan dari rasa takut, bebas berpendapat, serta bebas
menentukan nasib sendiri. Namun sayang dalam kurun waktu rentang yang panjang,
71 tahun, hakekat kemerdekaan belum dapat dinikmati oleh mayoritas rakyat
Indonesia. Kemerdekaan secara penuh dan utuh masih belum tercapai, yaitu
kemerdekaan yang meliputi, memperjuangkan hak-hak rakyat, merdeka politik,
merdeka ekonomi dan sosial budaya, dan merdeka dari penjajahan global yang akan
merusak identitas dan jati diri bangsa Indonesia.
Kalau kita menengok ke belakang dan kembali membuka lembaran
sejarah, maka akan didapatkan sebuah mutiara tentang jiwa dan semangat
perjuangan 45. Para pahlawan 45 telah mewariskan sebuah nilai tentang “kerelaan
berkorban”. Jiwa rela berkorban seharusnya dimiliki kembali oleh semua komponen
anak bangsa untuk mengejar ketertinggalan. Tak kalah penting adalah mempererat
kembali tali persatuan dari Sabang sampai Merauke, yaitu dengan jalan membangun
jiwa dan semangat nasionalisme yang mulai tercabik-cabik. Memperkokoh mental
generasi muda serta penekanan pada moralitas keagamaan.
Pengisi kemerdekaan haruslah mampu memerdekakan akalnya,
memerdekakan hati nuraninya, memerdekakan tindakannya, dan memerdekakan
ruhaninya dari ikatan, belenggu, penindasan, dan kekuasaan hawa nafsu
rendah. Kemerdekaan dari komponen
penting di dalam diri manusia tersebut akan mendorong suatu peleburan menjadi
satu kesatuan utuh, mengandung kekuatan Sang Pencipta yang sangat dahsyat.
Inilah sesungguhnya hakikat kemerdekaan. Dengan demikian, di dalam mengisi
kemerdekaan selalu dalam tuntunanNya dan keridhaanNya, dan pasti sejalan dengan
visi dan misi para pejuang.
Berjuanglah dengan apa yang Kita bisa lakukan hari ini dan
lakukan walau sekecil apapun, kalaupun kondisi tidak juga berubah ketika Kita
hidup paling tidak Kita telah menitipkan sejumput pengetahuan yang nantinya
akan menjadi sebuah asa yang kemudian akan berkobar lewat letupan api semangat
dalam dada anak-anak muda generasi penerus bangsa yang akan terus hidup untuk
mengisi kemerdekaan. Nasionalisme yang berpikir bukan sekedar mengumbar
erotisme belaka.
Setiap tahunnya, jarak antara masa perjuangan kemerdekaan
dengan masa kini semakin jauh. Para pelaku sejarah yang dikenal sebagai
angkatan 45, banyak yang telah meninggalkan alam fana dengan meninggalkan
nilai-nilai juang dan semangat 45 kepada generasi penerus. Persembahan yang paling
agung dan tak ternilai harganya adalah keberhasilan meraih kemerdekaan. Patut
kiranya apabila kita menundukkan kepala sejenak, mengheningkan cipta,
menjadikannya sebuah renungan panjang ketika memperingati hari bersejarah bagi
bangsa Indonesia. Peringatan tersebut bukan hanya sekedar formalitas yang
bersifat seremonial belaka. Mudah-mudahan kita benar-benar menjadi bangsa yang
merdeka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar