Rabu, 23 Maret 2016

MENJADI RESPONDEN KOOPERATIF

Gaung Sensus Ekonomi 2016 semakin terasa, berbagai macam spanduk, baliho, leaflet dan berbagai media sosialisasi lainnya telah gencar mewartakan kegiatan SE2016 tersebut. Kegiatan besar sepuluh tahun sekali ini secara tidak langsung juga menguras segenap energi yang ada pada seluruh pegawai Badan Pusat Statistik Kabupaten Berau. Bulan Mei 2016 nanti seluruh petugas SE2016 akan turun kelapangan untuk memperoleh data yang akurat.
Menjadi ujung tombak Sebagai institusi pemerintah yang diamanahi tugas memotret sejarah pembangunan negeri ini dengan data, Badan Pusat Statistik (BPS) secara konsisten menyajikan berbagai rupa data statistik untuk memuaskan kebutuhan pengguna data,  pemerintah dan publik secara luas. Data-data tersebut dihasilkan melalui sejumlah kegiatan statistik, baik sensus maupun survei. Karena yang hendak dipotret adalah gambaran tentang Indonesia yang maha luas, kegiatan statistik, sensus maupun survei bukan merupakan pekerjaan yang enteng dan remeh. Rangkaian kegiatan mulia dari perencanaan, pengumpulan data di lapangan, pengolahan, hingga data siap tersaji sebagai statistik resmi (official statistics) di ruang publik sangat menguras tenaga dan pikiran. Bayangkan, betapa lelahnya jika Anda diminta mengumpulkan data mengenai pola konsumsi ratusan sampel rumah tangga melalui proses wawancara yang menghabiskan waktu tak kurang dari dua setengah jam dengan berbekal kuesioner yang berisi lebih dari 300 item pertanyaan. Atau, bila Anda diminta mengumpulkan keterangan demografi dari sekitar 60 ribu lebih rumah tangga yang tersebar di seluruh Kabupaten Berau. Tentu bukan pekerjaan yang ringan. Di pundak para petugas statistiklah kesuksesan setiap kegiatan pengumpulan data disandarkan.
Petugas Statistik adalah ujung tombak BPS, penentu kualitas serta akurasi data-data yang tersaji di ruang publik. Di dalam statistik ada ungkapan, garbage in garbage out. Jika (data) sampah yang masuk, maka sampah pula yang keluar, kurung lebih seperti itu maknanya. Karena itu, jika sampah yang mereka kumpulkan, maka sampah pula hakekatnya yang tersaji di ruang publik. Tanpa dedikasi petugas statistik yang luar biasa tak akan tersaji di depan Anda data-data seperti inflasi, jumlah penduduk miskin, rasio gini, jumlah orang menganggur, produksi padi, dan nilai tukar petani. Data-data tersebut ibarat lentera untuk membangun negeri ini. Karena tanpa data sebagai dasar perumusan dan pengambilan kebijakan, mustahil membangun negeri ini dengan baik. Sungguh tanggungjawab yang tidak ringan. Bayangkan, apa jadinya jika berbagai kebijakan di kabupaten ini, yang menghabiskan milyaran uang rakyat, dieksekusi berdasarkan data-data sampah, yang melenceng jauh dari realitas sesungguhnya. Tentu sebuah dosa kepada bangsa dan negara. Namun patut diperhatikan, Anda sebagai responden (sumber data) juga amat menentukan kualitas data yang dikumpulkan oleh para petugas BPS. Pada akhirnya, dedikasi mereka yang luar biasa dan semangat mereka yang berkobar dalam mengumpulkan data tak akan berguna jika data yang  Anda berikan adalah “sampah”, apalagi jika Anda sampai menolak untuk diwawancarai. Mari bekerjasama membangun negeri ini dengan menjadi responden yang baik dan kooperatif.
Sensus Ekonomi 2016 yang datang pada tanggal 1 Mei 2016 ini juga memiliki kesulitan yang cukup besar dilapangan, karena responden yang didata adalah pengusaha atau kegiatan usaha. Sebagaimana kita tahu masih banyak pengusaha di Kabupaten Berau ini yang alergi apabila pertanyaan sudah menyangkut pendapatan dan pengeluaran. Walaupun sudah berulangkali disampaikan bahwa semua kegiatan sensus dan survey yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik kerahasiaannya dijamin oleh Undang-Undang nomor 16 tahun 1997 tentang Statistik. Ada banyak alasan mereka untuk menghindari pertanyaan tersebut, dari yang merasa tidak tercatat dengan baik maupun yang merasa enggan rahasia perusahaannya diketahui oleh orang lain.
Sebetulnya berdasarkan Undang-Undang No.16 Tahun 1997 tentang statistik, menolak didata oleh petugas BPS tanpa alasan yang dibenarkan adalah perbuatan melawan hukum (pidana). Karena itu, BPS dapat mempidanakan responden yang menolak untuk didata tanpa alasan yang dibenarkan. Ancaman hukuman bagi responden yang menolak memberi ketarangan dalam penyelenggaraan statistik (sensus dan survei) lumayan berat, yakni kurungan maksimal 1 tahun dan denda maksimal Rp25.000.000,-. Meskipun kerap mendapat penolakan saat sensus dan survei, selama ini BPS tidak pernah mempidanakan responden. Sekalipun ruang untuk itu sangat terbuka, BPS lebih memilih cara-cara yang lebih persuasif lewat sosialisasi untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya statistik. Karena itu, mari menjadi responden yang kooperatif untuk pembangunan negeri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar