Gaung Sensus Ekonomi 2016 semakin terasa, berbagai macam
spanduk, baliho, leaflet dan berbagai media sosialisasi lainnya telah gencar
mewartakan kegiatan SE2016 tersebut. Kegiatan besar sepuluh tahun sekali ini
secara tidak langsung juga menguras segenap energi yang ada pada seluruh
pegawai Badan Pusat Statistik Kabupaten Berau. Bulan Mei 2016 nanti seluruh
petugas SE2016 akan turun kelapangan untuk memperoleh data yang akurat.
Menjadi ujung tombak Sebagai institusi pemerintah yang
diamanahi tugas memotret sejarah pembangunan negeri ini dengan data, Badan
Pusat Statistik (BPS) secara konsisten menyajikan berbagai rupa data statistik
untuk memuaskan kebutuhan pengguna data, pemerintah dan publik secara luas. Data-data
tersebut dihasilkan melalui sejumlah kegiatan statistik, baik sensus maupun
survei. Karena yang hendak dipotret adalah gambaran tentang Indonesia yang maha
luas, kegiatan statistik, sensus maupun survei bukan merupakan pekerjaan yang
enteng dan remeh. Rangkaian kegiatan mulia dari perencanaan, pengumpulan data
di lapangan, pengolahan, hingga data siap tersaji sebagai statistik resmi (official statistics) di ruang publik sangat
menguras tenaga dan pikiran. Bayangkan, betapa lelahnya jika Anda diminta
mengumpulkan data mengenai pola konsumsi ratusan sampel rumah tangga melalui
proses wawancara yang menghabiskan waktu tak kurang dari dua setengah jam
dengan berbekal kuesioner yang berisi lebih dari 300 item pertanyaan. Atau,
bila Anda diminta mengumpulkan keterangan demografi dari sekitar 60 ribu lebih rumah
tangga yang tersebar di seluruh Kabupaten Berau. Tentu bukan pekerjaan yang
ringan. Di pundak para petugas statistiklah kesuksesan setiap kegiatan
pengumpulan data disandarkan.
Petugas Statistik adalah ujung tombak BPS, penentu kualitas
serta akurasi data-data yang tersaji di ruang publik. Di dalam statistik ada
ungkapan, garbage in garbage out.
Jika (data) sampah yang masuk, maka sampah pula yang keluar, kurung lebih
seperti itu maknanya. Karena itu, jika sampah yang mereka kumpulkan, maka
sampah pula hakekatnya yang tersaji di ruang publik. Tanpa dedikasi petugas
statistik yang luar biasa tak akan tersaji di depan Anda data-data seperti
inflasi, jumlah penduduk miskin, rasio gini, jumlah orang menganggur, produksi
padi, dan nilai tukar petani. Data-data tersebut ibarat lentera untuk membangun
negeri ini. Karena tanpa data sebagai dasar perumusan dan pengambilan
kebijakan, mustahil membangun negeri ini dengan baik. Sungguh tanggungjawab
yang tidak ringan. Bayangkan, apa jadinya jika berbagai kebijakan di kabupaten
ini, yang menghabiskan milyaran uang rakyat, dieksekusi berdasarkan data-data
sampah, yang melenceng jauh dari realitas sesungguhnya. Tentu sebuah dosa
kepada bangsa dan negara. Namun patut diperhatikan, Anda sebagai responden
(sumber data) juga amat menentukan kualitas data yang dikumpulkan oleh para
petugas BPS. Pada akhirnya, dedikasi mereka yang luar biasa dan semangat mereka
yang berkobar dalam mengumpulkan data tak akan berguna jika data yang Anda berikan adalah “sampah”, apalagi jika
Anda sampai menolak untuk diwawancarai. Mari bekerjasama membangun negeri ini
dengan menjadi responden yang baik dan kooperatif.
Sensus Ekonomi 2016 yang datang pada tanggal 1 Mei 2016 ini
juga memiliki kesulitan yang cukup besar dilapangan, karena responden yang
didata adalah pengusaha atau kegiatan usaha. Sebagaimana kita tahu masih banyak
pengusaha di Kabupaten Berau ini yang alergi apabila pertanyaan sudah
menyangkut pendapatan dan pengeluaran. Walaupun sudah berulangkali disampaikan
bahwa semua kegiatan sensus dan survey yang dilakukan oleh Badan Pusat
Statistik kerahasiaannya dijamin oleh Undang-Undang nomor 16 tahun 1997 tentang
Statistik. Ada banyak alasan mereka untuk menghindari pertanyaan tersebut, dari
yang merasa tidak tercatat dengan baik maupun yang merasa enggan rahasia
perusahaannya diketahui oleh orang lain.
Sebetulnya berdasarkan Undang-Undang No.16 Tahun 1997 tentang
statistik, menolak didata oleh petugas BPS tanpa alasan yang dibenarkan adalah
perbuatan melawan hukum (pidana). Karena itu, BPS dapat mempidanakan responden
yang menolak untuk didata tanpa alasan yang dibenarkan. Ancaman hukuman bagi
responden yang menolak memberi ketarangan dalam penyelenggaraan statistik
(sensus dan survei) lumayan berat, yakni kurungan maksimal 1 tahun dan denda
maksimal Rp25.000.000,-. Meskipun kerap mendapat penolakan saat sensus dan
survei, selama ini BPS tidak pernah mempidanakan responden. Sekalipun ruang
untuk itu sangat terbuka, BPS lebih memilih cara-cara yang lebih persuasif
lewat sosialisasi untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya
statistik. Karena itu, mari menjadi responden yang kooperatif untuk pembangunan
negeri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar