Sabtu, 07 Januari 2017

TANTANGAN PENYAJIAN DATA

Dekade ini ketika melihat data semua orang akan terpusat pada BPS (Badan Pusat Statistik) sebagai leading sector. Tentu saja betul, karena BPS merupakan instansi pemerintah yang dibentuk untuk menjalankan mandat Undang-Undang, yang diatur dalam UU No 16 Tahun 1997 tentang Statistik. Dalam UU tersebut, jelas bukan hanya BPS satu-satunya lembaga yang diakui oleh Negara sebagai lembaga yang konsen dalam menangani kegiatan statistik, bisa perorangan ataupun swasta. Namun, BPS merupakan leading sector bagi pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan datanya.
Berkembangnya wacana “satu data” memang mengundang banyak pendapat. Apakah BPS mampu dan siap sebagai penyedia satu-satunya data. Sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Statistik kita sudah tahu ada tiga jenis statistik yang diatur didalamnya, Statistik Dasar, Statistik Sektoral dan Statistik Khusus. Aturan inilah yang harus menjadi bahan acuan, bukan hanya BPS sebagai penyelenggara perstatistikan nasional saja, namun juga harus dimengerti oleh pemerintah sebagai stakeholder dan terinformasikan ke masyarakat.
Statistik dasar tidak hanya tiga sensus besar yang dilakukan serentak secara nasional, namun juga terdiri dari berbagai survei besar berskala nasinal yang diselenggarakan BPS. Terbayang banyaknya data yang dihasilkan dari kegiatan tersebut. Yang sudah seharusnya menjadi perhatian bagi stakeholder agar dapat mendiseminasikan data statistik tersebut.
Statistik sektoral diselenggarakan oleh instansi pemerintah sesuai lingkup tugas dan fungsinya, dapat dilakukan secara mandiri atau bersama BPS. Kebutuhan data sektoral memang mutlak datang dari instansi terkait, namun tetap dikoordinasikan dengan BPS sebagaimana yang diamanahkan oleh UU no. 16 tahun 1997.
Dari kualitas data, BPS tidak hanya dituntut untuk menyajikan data yang akurat, relevan, akuntable dan terbaru saja, namun varian data yang mencakup berbagai bidang dan spesifik menjadi demand yang tidak akan mudah dipenuhi. Hal ini menuntut kerja keras bagi segenap aparatur BPS. Semangat menyajikan data terbaik harus selalu berkobar, walau kita tahu untuk mengumpulkan data dilapangan bukanlah suatu hal yang mudah. Kesukaran dalam pengumpulan data sangat beragam, dari medan yang sulit, penolakan dari responden sampai kepada akomodasi yang sangat terbatas dalam melaksanakan tugas pencacahan. Sebagai contoh saja saat pelaksanaan Sensus Ekonomi tahun 2016 kemarin masih ada perusahaan besar yang berada di bumi battiwakal ini tidak memberikan datanya. Tidak hanya sekali dua petugas sensus datang berkunjung untuk memperoleh data yang diperlukan, tetapi petugas selalu terbentur dengan regulasi yang dimiliki oleh perusahaan. Harapan disegenap petugas BPS agar UU tentang statistik bukanlah UU macan ompong yang tidak mampu menjerat pengusaha maupun perusahaan serta responden yang tidak mau memberikan datanya demi kepentingan pembangunan negeri ini.
Selain pengumpulan data, pelayanan publik juga menjadi perhatian serius di tahun yang baru ini. Keluhan agak sulitnya mendapat data BPS menjadi permasalahan klasik yang selalu menjadi langganan masukan dari pengguna data. Website BPS hingga saat ini sudah cukup mumpuni, hal ini dibuktikan dengan dipredikatkan sebagai salah satu Top 99 Inovasi Pelayanan Publik yang dikeluarkan Kementrian PAN dan RB, namun apa artinya jika website yang lengkap berisi data strategis itu tidak tersosialisasikan dengan baik. Ditahun 2017 ini nampaknya sosialisasi lewat tatap muka langsung dengan pengguna data merupakan cara terbaik untuk mensosialisasikan data BPS. 
Kobarkan terus semangat pejuang data, jangan pernah surut langkahmu. Kita implementasikan semangat profesinalisme, integritas dan amanah dalam setiap langkah. Mari kita cerdaskan negeri ini dengan data. Membangun data itu memang mahal tapi akan jauh lebih mahal membangun tanpa data.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar