Dekade ini ketika melihat data semua orang akan terpusat pada
BPS (Badan Pusat Statistik) sebagai leading
sector. Tentu saja betul, karena BPS merupakan instansi pemerintah yang
dibentuk untuk menjalankan mandat Undang-Undang, yang diatur dalam UU No 16
Tahun 1997 tentang Statistik. Dalam UU tersebut, jelas bukan hanya BPS
satu-satunya lembaga yang diakui oleh Negara sebagai lembaga yang konsen dalam
menangani kegiatan statistik, bisa perorangan ataupun swasta. Namun, BPS
merupakan leading sector bagi
pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan datanya.
Berkembangnya wacana “satu data” memang mengundang banyak
pendapat. Apakah BPS mampu dan siap sebagai penyedia satu-satunya data.
Sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Statistik kita sudah tahu ada tiga
jenis statistik yang diatur didalamnya, Statistik Dasar, Statistik Sektoral dan
Statistik Khusus. Aturan inilah yang harus menjadi bahan acuan, bukan hanya BPS
sebagai penyelenggara perstatistikan nasional saja, namun juga harus dimengerti
oleh pemerintah sebagai stakeholder
dan terinformasikan ke masyarakat.
Statistik dasar tidak hanya tiga sensus besar yang dilakukan
serentak secara nasional, namun juga terdiri dari berbagai survei besar
berskala nasinal yang diselenggarakan BPS. Terbayang banyaknya data yang
dihasilkan dari kegiatan tersebut. Yang sudah seharusnya menjadi perhatian bagi
stakeholder agar dapat mendiseminasikan
data statistik tersebut.
Statistik sektoral diselenggarakan oleh instansi pemerintah
sesuai lingkup tugas dan fungsinya, dapat dilakukan secara mandiri atau bersama
BPS. Kebutuhan data sektoral memang mutlak datang dari instansi terkait, namun
tetap dikoordinasikan dengan BPS sebagaimana yang diamanahkan oleh UU no. 16 tahun 1997.
Dari kualitas data, BPS tidak hanya dituntut untuk menyajikan
data yang akurat, relevan, akuntable dan terbaru saja, namun varian data yang
mencakup berbagai bidang dan spesifik menjadi demand yang tidak akan mudah dipenuhi. Hal ini menuntut kerja keras
bagi segenap aparatur BPS. Semangat menyajikan data terbaik harus selalu
berkobar, walau kita tahu untuk mengumpulkan data dilapangan bukanlah suatu hal
yang mudah. Kesukaran dalam pengumpulan data sangat beragam, dari medan yang
sulit, penolakan dari responden sampai kepada akomodasi yang sangat terbatas
dalam melaksanakan tugas pencacahan. Sebagai contoh saja saat pelaksanaan
Sensus Ekonomi tahun 2016 kemarin masih ada perusahaan besar yang berada di
bumi battiwakal ini tidak memberikan datanya. Tidak hanya sekali dua petugas
sensus datang berkunjung untuk memperoleh data yang diperlukan, tetapi petugas
selalu terbentur dengan regulasi yang dimiliki oleh perusahaan. Harapan
disegenap petugas BPS agar UU tentang statistik bukanlah UU macan ompong yang
tidak mampu menjerat pengusaha maupun perusahaan serta responden yang tidak mau
memberikan datanya demi kepentingan pembangunan negeri ini.
Selain pengumpulan data, pelayanan publik juga menjadi
perhatian serius di tahun yang baru ini. Keluhan agak sulitnya mendapat data
BPS menjadi permasalahan klasik yang selalu menjadi langganan masukan dari
pengguna data. Website BPS hingga saat ini sudah cukup mumpuni, hal ini dibuktikan
dengan dipredikatkan sebagai salah satu Top 99 Inovasi Pelayanan Publik yang
dikeluarkan Kementrian PAN dan RB, namun apa artinya jika website yang lengkap
berisi data strategis itu tidak tersosialisasikan dengan baik. Ditahun 2017 ini
nampaknya sosialisasi lewat tatap muka langsung dengan pengguna data merupakan
cara terbaik untuk mensosialisasikan data BPS.
Kobarkan terus semangat pejuang data, jangan pernah surut
langkahmu. Kita implementasikan semangat profesinalisme, integritas dan amanah
dalam setiap langkah. Mari kita cerdaskan negeri ini dengan data. Membangun
data itu memang mahal tapi akan jauh lebih mahal membangun tanpa data.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar