Rabu, 17 Juni 2015

Mencari Rumah Tangga Miskin

Bulan Ramadhan tahun ini bagi aparat BPS (Badan Pusat Statistik) adalah bulan Ramadhan yang sedikit berbeda dibandingkan dengan Ramadhan tahun lalu, Ramadhan kali ini semua aparat BPS bahu-membahu dalam melaksanakan tugas pemutakhiran basis data terpadu yang bertujuan untuk memperoleh keterangan rumah tangga dan individu anggota rumah tangga pada kondisi tahun 2015 yang akan dipergunakan sebagai data informasi terakhir bagi rumah tangga sasaran program perlindungan sosial.
Perlindungan sosial merupakan bagian dari visi, misi dan program pemerintah yang dikenal dengan “Nawa Cita”, yang berarti 9 agenda perubahan. Salah satunya adalah mengenai peningkatan kualitas hidup manusia Indonesia melalui program perlindungan sosial. Berbagai program yang dimaksud adalah Program Keluarga Sejahtera, Program Indoneisa Pintar, Program Indonesia Sehat, Beras Untuk Rakyat Miskin (Raskin), Program Keluarga Harapan (PKH) dan lain-lain.
Ada dua kesalahan yang mungkin akan terjadi saat pendataan, yaitu masuknya rumah tangga yang secara sosial ekonomi dianggap mampu kedalam data (inclusion error) dan tidak masuknya rumah tangga yang tidak mampu dalam basis data (exclusion error). Untuk memperbaiki hal tersebut maka dilakukan perbaikan metodologi. Kegiatan dibagi menjadi dua tahap, pertama menyelenggarakan Forum Konsultasi Publik (FKP) tingkat desa yang melibatkan para ketua RT dan yang kedua adalah tahap pendataan rumah tangga yang merujuk pada hasil tahap pertama (FKP).
Bukan hal yang mudah dalam menentukan sebuah rumah tangga tersebut masuk kedalam kategori rumah tangga sasaran atau bukan, seringkali terjadi perbedaan pendapat dalam menentukan apakah rumah tangga tersebut termasuk rumah tangga miskin atau tidak miskin. Seringkali juga petugas pendata dikecoh dengan pengakuan responden yang tidak menjawab dengan jujur apa yang ditanyakan oleh pendata mengenai kepemilikan barang berharga oleh petugas pendata.Hal ini terkadang juga diperparah dengan sikap masyarakat yang tidak miskin tetapi merasa miskin.
Hal inilah yang sering membuat data yang dihasilkan oleh para petugas lapangan menjadi bias dan kurang tepat, bukan karena kesalahan mereka dalam mendata rumah tangga miskin tapi lebih kepada ketidakjujuran responden dalam menjawab pertanyaan yang diajukan, dengan harapan nama mereka tercantum dalam daftar penerima bantuan mereka cenderung memiskinkan diri. Sebagaimana kita ketahui untuk menentukan tingkat kemiskinan kita memiliki beberapa kriteria yang harus terpenuhi rumah tangga yang bersangkutan agar dapat dikategorikan sebagai rumah tangga miskin. Banyak responden yang akhirnya merasa miskin dan hal ini sangat berpengaruh terhadap kualitas data yang dihasilkan.
Ketika menghitung angka kemiskinan, BPS sadar ini adalah pekerjaan yang sangat mulia untuk membantu upaya pengentasan kemiskinan di negeri yang kita cintai ini. Sungguh saudara-saudara kita yang sedang terjerat kemiskinan itu tidak begitu perlu dengan angka, tetapi tindakan nyata dari kita semua. Dan BPS telah berbuat sesuatu yang nyata untuk membantu upaya pengentasan kemiskinan di negeri ini, meskipun dengan hanya menghasilkan data mikro dan makro kemiskinan yang kami yakin begitu berharga bagi upaya mengentaskan saudara-saudara kita dari jerat kemiskinan.
Sebagai instansi yang diamanahi untuk merekam jejak pembangunan bangsa lewat data, BPS tentu sadar bahwa data kemiskinan sangatlah strategis. Keberadaannya ibarat pisau bermata dua. Di satu sisi dapat menjadi dasar bagi pemerintah untuk mengklaim keberhasilannya dalam menjalankan roda pembangunan, dan di sisi lain dapat digunakan oleh pihak oposisi untuk mengkritisi bahkan menyerang kinerja pemerintah. Karena itu, BPS berupaya memposisikan diri seindependen mungkin. Meskipun sebagai instansi pemerintah, BPS berusaha memotret kondisi kemiskinan apa adanya, objektif, dan tanpa rekayasa. BPS bekerja berdasarkan metodologi yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah serta diterima secara internasional.
Peran dan keaktifan seluruh elemen masyarakat dibutuhkan agar pelaksanaan PBDT 2015 berjalan lancar. Diharapkan pula, masyarakat yang terpilih menjadi responden PBDT bisa memberikan informasi yang apa adanya dan tanpa rekayasa demi tercapainya target kebijakan pemerintah dalam mengurangi angka kemiskinan Indonesia. Pelakasanaan PBDT 2015 diharapkan mampu memberi pembelajaran kepada masyarakat agar mampu secara jujur memberikan informasi tentang kondisi ekonominya. Dengan demikian, program pemerintah yang bentuknya seperti bantuan akan tepat sasaran, tak salah pilih sekaligus tak menyebabkan kecemburuan sosial di kalangan masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar