Pertanyaan tentang kualitas pendidikan di Indonesia telah menjadi perdebatan yang terus-menerus, memunculkan keraguan, kekhawatiran, namun juga harapan akan masa depan pendidikan di negeri ini. Tidak dapat dipungkiri bahwa pendidikan merupakan fondasi utama pembangunan suatu bangsa. Oleh karena itu, penilaian terhadap kualitas pendidikan di Indonesia tidak bisa hanya dilihat dari satu sisi.
Kurikulum pendidikan yang seringkali berubah juga menjadi perdebatan panjang dalam dunia pendidikan. Meskipun bertujuan untuk meningkatkan relevansi dan kualitas pembelajaran, namun perubahan yang terlalu sering dapat menyebabkan ketidakstabilan dan kebingungan di kalangan guru dan siswa. Konsistensi dan keberlangsungan dalam implementasi kurikulum menjadi kunci dalam mencapai hasil pendidikan yang lebih baik.
Sebagai
seorang pendidik, kita diibaratkan seperti petani yang menjaga dan merawat
biji-biji tanaman yang ditanam di ladangnya. Analogi ini digambarkan dengan
indah oleh Ki Hajar Dewantara dalam ucapannya, "Kalau sebutir jagung yang
baik dasarnya jatuh pada tanah yang baik, banyak airnya, dan mendapat sinar
matahari yang cukup, maka pemeliharaan dari petani tentu akan menambah baiknya
keadaan tanaman."
Ini
menggambarkan pentingnya peran seorang pendidik dalam memelihara dan menuntun
potensi setiap siswa agar mereka dapat berkembang dengan optimal. Bagaimana
kita merawat benih itu dengan cara yang penuh kesabaran dan keuletan, karena
tidak setiap siswa datang dengan dasar yang sama. Lingkungan, pengaruh
eksternal, dan bagaimana kita sebagai pendidik memberikan pemeliharaan adalah
faktor penting dalam kesuksesan mereka.
Mengelola
perilaku siswa yang memburuk adalah salah satu tugas tersulit yang dihadapi
guru. Ketegasan adalah alat yang efektif untuk mengatasi perilaku ini. Namun
penggunaan afirmasi diri harus hati-hati dan dibarengi dengan strategi yang
tepat untuk mencapai hasil yang positif dan mendidik.
Seperti
yang kita ketahui pada saat ini sedang marak kasus perundungan yang terjadi di
sekolah. Bahkan perundungan ini sudah marak di jenjang sekolah dasar, yang
notabenenya peserta didiknya merupakan anak di bawah umur. Perundungan ini
terjadi karena ada beberapa faktor yang bisa mempengaruhinya, diantaranya yaitu
salah memilih pergaulan, memiliki masalah keluarga, pengaruh media sosial, dan
kurangnya pengajaran mengenai pendidikan karakter sejak dini. Perilaku perundungan
ini juga bisa terjadi karena awalnya iseng kemudian menjadi berkelanjutan.
Perilaku perundungan ini juga akan mengakibatkan dampak yang cukup serius
terhadap korbannya, korban menjadi malas untuk datang ke sekolah sehingga pada
akhirnya ia akan mengalami penurunan dalam prestasi belajarnya.
Perundungan
ini merupakan bukti dari masih kurangnya pendidikan karakter yang tertanam pada
anak tersebut. Maka dari itu pendidikan karakter ini sangat perlu diajarkan
kepada anak sejak dini, agar mereka bisa memiliki rasa empati dan simpati yang
tinggi, sehingga kasus perundungan di sekolah ini bisa diatasi atau bahkan
tidak terjadi. Dengan begitu anak akan bisa mengetahui bagaimana caranya
memanusiakan manusia. Sebagai orang tua atau guru, kita juga harus memberikan
contoh yag baik kepada anak-anak kita, karena orang tua atau guru merupakan
role model bagi para anak-anaknya. Dengan begitu mereka akan mencontoh
kegiatan atau perilaku yang kita lakukan. Kita juga harus memberikan pemahaman
terhadap anak-anak kita apa dampak yang terjadi jika melakukan perilaku perundungan.
Dampak
perilaku perundungan terhadap korban selain akan mengakibatkan penurunan
prestasi yaitu akan membuat korban stress bahkan bisa sampai depresi. Hal
tersebut tentunya akan merusak mental korban, ia akan terus menerus merasa
rendah diri dan tidak percaya diri. Ini yang mengakibatkan korban perundungan
menjadi antisosial bahkan ada yang sampai berhenti sekolah. Perilaku ini jika
terjadi terus-menerus akan merusak nilai karakter, perilaku ini harus segera
dihentikan agar khususnya dalam dunia pendidikan tidak ada lagi berita mengenai
perundungan yang mengakibatkan banyak dampak negatif. Sekolah juga bisa
berperan untuk memberikan pengarahan dan menindaklanjuti jika ada perilaku perundungan
yang terjadi di sekolahnya, agar kasus ini tidak dianggap sepele dan bisa di
selesaikan dengan cara yang terbaik.
Kita
terkadang seringkali melupakan, bahwa manusia diberi pendidikan seyogyanya
adalah agar manusia dapat berpikir, memiliki kecerdasan, sekaligus berprilaku
yang baik sehingga dapat mengapresiasi setiap perilakunya sesuai dengan hasil
pendidikannya yang diperoleh. Berpikir dan berperilaku merupakan hasil dari
upaya sebuah pendidikan yang diterapkan, pendidikan tidak hanya berada pada
tataran berpikir untuk kecerdasan, tetapi perilaku (akhlaq) justru merupakan
hal terpenting dari sebuah hasil pendidikan. Yang sangat disayangkan
adalah ketika pendidikan saat ini lebih banyak membentuk orang cerdas tetapi
miskin moral. Kita sangat sulit untuk mencari orang “baik” tapi sangat mudah
mencari orang yang “pintar”. Realitas sekarang yang sering kita saksikan adalah
justru orang-orang yang kemudian melakukan korupsi adalah orang-orang yang
“cerdas” dan berpendidikan, bukan orang-orang yang bodoh.
Pendidikan
moral sejatinya adalah pendidikan untuk menjadikan anak lebih manusiawi dan
berperilaku sesuai norma dan etika. Artinya pendidikan moral adalah pendidikan
yang bukan mengajarkan tentang akademik dan mengutamakan sisi kognisi, namun
non akademik khususnya tentang sikap dan bagaimana perilaku sehari-hari yang
baik.
Dari
hal tersebut diatas kita bersama tahu pentingnya pendidikan karakter untuk anak
bangsa. Kita perlu menanamkan nilai-nilai pada masyarakat Indonesia, dalam
upaya membangun dan menguatkan karakter bangsa, yaitu beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, cintah tanah
air, peduli lingkungan, dan bertanggung jawab. Dengan adanya upaya yang
dilakukan dalam penerapan pendidikan karakter tersebut kita dapat menjadi
pribadi yang lebih baik,saling menghargai setiap ide dan juga tepat dalam
mengambil keputusan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar