Sabtu, 08 Juli 2023

STATISTISI YANG (bukan) STATISTISI

Oleh: JSH

Sahabatku.
Pemimpinmu boleh datang dan pergi. Juga kehidupan kita. Kadang pasang, kadang surut, tetapi energi statistik itu, bagi yg bekerjanya dengan data, idealnya terus bertumbuh, mengalir dan merembesi darah kehidupan kita.

Data statistik yg terpercaya merupakan pondasi dan bagian dari penopang moral berkehidupan. Moral itu adalah kebenaran, ketepatan, objektifitas dan ketidakberpihakan.. Itu lah ontologi (hakekat keberadaan) ilmu statistik.
Sudahkah prinsip-prinsip berstatistik itu ada dalam kehidupan non dinasmu? Mari kita cerita hal paling dasar dan sederhana terkait salah satu minat telaah ilmu statistik yaitu Konsep.
Konsep adalah abstraksi dari suatu phenomena dan atau ide. Sering pula disebut sebagai general notion dan atau sesuatu yg diberi atribut. Takkan pernah ada proses sains tanpa berawal dari konsep. Agar suatu abstraksi atau konsep itu lebih terang-benderang diperlukan gambaran konstruksinya dengan keterjelasan batasan yg disebut sebagai definisi. Maka selalu bergandeng 2 kata: Konsep dan definisi.
Berlimpah-ruah di bumi ini orang bicara tentang sesuatu yg di dalamnya bermuatan konsep, tetapi yg bersangkutan kurang memahaminya apalagi mendefinisikannya. Nganggur, kerja, miskin, kawin, lahir, mati, bencana dan lain lain adalah serangkaian konsep yg sudah terdefinisikan mendekati baku. Karena tidak jelas mana konsep , mana definisi maka narasi yang dibangun dan biasa kita baca di berbagai media, umumnya, sangat ngambang.
Bagi seorang statistisi, konsep-definisi seharusnya bukan sekadar ada di laci kantor, di meja belajar, di buku pedoman survei atau di pidato dinas, tapi merembesi darah kehidupan keseharian. Ada dalam setiap proses interaksi kita. Itulah statistisi yang sesungguhnya.
Selain pentingnya konsep- definisi untuk menuntun kita memahami sesuatu, jantung statistik itu ada di sampling (memilih wakil yang akan diobservasi) mengamati gerakan pemusatan dari suatu nilai (measure of central tendency) keragaman (variability) keterhubungan antar variabel (relasi asosiatif) dan makna data (data meaning).
Dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa, sampai sejauh mana kita menerapkan logika dan filosofi sampling ini. Mendengar suatu perdebatan misalnya, tumbuhkah reflekmu untuk mencermati keterwakilan dan kecukupan setiap poin argumen sebelum sampai pada suatu kesimpulan, atau apakah kesimpulan itu hanya dibangun dari sesuatu yang kasuistik.
Apa pun yg kita akan simpulkan idealnya berbasis keterwakilan yg cukup dari serangkaian fakta, dan itu menjadi ciri berpikir dan bertindak seorang statistisi.
Lihat berita di TV, baca di twitter, FB atau media apapun sering menampilkan data. Reflekkah anda untuk berpikir dengan cara statistik bahwa setiap data itu memiliki perilakunya yang khas. Apakah data yg disajikan itu cenderung memusat (central tendency) membentuk rata-rata hitung, ataukah nilai yg berada di tengah ( median) nilai yang mayoritas ( modus) Lalu pikiran seorang statistisi biasanya berlanjut ke sejauh mana nilai itu membentuk pengelompokan di perseratusan (percentile) persepuluhan ( decile) atau perduapuluhan (quintile) dst. Bagaimana variasinya, kenormalannya, kemencengannya dan kelancipan kurvanya (kurtosis) Cara-cara sederhana ini idealnya selalu menjadi the way of thinking kita. Kajilah segala sesuatu menurut jalur jalan statistik itu sendiri.
Terlalu panjang jika diurai di FB. Tapi satu lagi sekadar contoh. Ketika membaca berita terkait pencapaian kinerja tertentu, seorang statistisi tentu akan berpikir tidak saja terkait apa yang jadi dasar orang itu menarik kesimpulan tetapi lebih jauh bahwa dalam ilmu statistik suatu nilai pasti terbentuk oleh sekumpulan nilai yang lain. Besaran suatu variabel dan atau parameter tertentu pasti terkait dengan variabel lain sebagai determinan yg membentuknya, baik yg langsung ( bersifat antara) atau yg tidak langsung (berdimensi antecedent).
Ketika anda membaca berita tentang kegelisahan Jepang menghadapi fenomena banyaknya sekolah-sekolah SD yg tutup karena tak ada lagi murid, sebagai orang statistik tentu tidak akan berhenti sampai di situ, tapi akan antusias mengikuti perkembangan TFR (tingkat kelahiran) di Jepang dan juga mencari dinamika perubahan di variabel antaranya dan di variabel besar yg menggerakkan variabel antara itu. Itulah cara berpikir manusia statistik.
Sudahkah dalam hari-hari kita, berpikir, bertindak dan berperilaku di jalan statistik yang menjadi darah kita dan sekaligus bagian dari martabat diri kita. Energi yg menghiasi perilaku kita..
Jika ia, anda statistisi sesungguhnya. Jika belum, jangan-jangan kita sekadar numpang hidup dalam bayang-bayang dan cangkang lembaga statistik semata.
Sejatinya profesi kita sebatas berburu. Jenis pekerjaan: berburu. Status pekerjaan: buruh perburuan.
Spesialisasi berburu angka kredit, berburu honor tambahan, berburu makan tidur di hotel atas nama konsinyir, berburu perjalanan dinas, dan...
Lebih "kerennya" lagi Berburu Jabatan. Lalu tiba-tiba menjadi insan penting statistik..dan dipentingkan.
Boleh-noleh saja..tapi bagusnya: jangan sampai ketiduran.


#ditulis oleh statistisi yang saya kagumi

Senin, 20 September 2021

MENCATAT PETANI DIKALA PANDEMI

 


Pertanian adalah pencarian yang paling bijaksana karena pada akhirnya itulah yang paling banyak berkonstribusi pada kekayaan, moral baik, dan kebahagiaan (Thomas Jefferson)

Sektor pertanian membuktikan diri cukup tangguh selama pandemi COVID-19. Sektor ini tetap bersemi dikala sektor lain mengalami kontraksi cukup dalam. Tumbuh positif dan berkonstribusi sebesar 1,75 persen pada pertumbuhan ekonomi 2020. Dalam Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia memberikan kontribusi sebesar 12 – 14 persen sejak tahun 2014 hingga 2020. Sektor pertanian menjadi sektor terbesar kedua setelah industri pengolahan di dalam struktur PDB Indonesia. Sebanyak 29,46 persen tenaga kerja Indonesia bekerja pada sektor pertanian, terbesar dari seluruh lapangan pekerjaan utama di Indonesia. Dari angka tersebut, dapat diketahui bahwa sebagian besar penduduk Indonesia masih menggantungkan keberlangsungan hidupnya di sektor pertanian.

Dalam menyusun perencanaan pembangunan di sektor pertanian diperlukan data-data terkait indikator pembangunan sektor pertanian. Data tersebut dapat menjadi dasar bagi pemerintah di dalam menghasilkan kebijakan yang tepat sasaran dan berkesinambungan. Akan tetapi, ketersediaan data pertanian di Indonesia belum sepenuhnya mampu mengakomodasi kebutuhan data pertanian yang dibutuhkan oleh pemerintah.

Global Strategy merekomendasikan adanya Survei Pertanian Terintegrasi (SITASI) sebagai bagian dari Strategic Plan for Agricultural and Rural Statistics (SPARS). SITASI merupakan survei yang dapat mengintegrasikan data-data pertanian sehingga mampu memenuhi kebutuhan strategis pertanian. Pelaksanaan SITASI yang dilaksanakan pada tahun 2021 oleh BPS berpedoman pada Agricultural Integrated Survey (AGRIS) yang telah dilakukan oleh lembaga pangan dunian (FAO).

Survei Pertanian Terintegrasi bertujuan untuk menyamakan metodologi pengumpulan data pertanian secara internasional. Lainnya, SITASI juga bertujuan untuk memenuhi kebutuhan data pertanian, menjadikan dasar sistem statistik pertanian yang efisien, dan membangun survei pertanian berkelanjutan. Pemenuhan kebutuhan data pertanian meliputi minimum set of core data, pemenuhan kebutuhan data untuk perencanaan kebijakan pemerintah dalam pembangunan pertanian, dan pemenuhan kebutuhan data pertanian untuk keperluan penelitian. SITASI juga dapat digunakan sebagai monitoring dan evaluasi pencapaian target SDGs khususnya di sektor pertanian di dalam mengestimasi data pertanian pada level provinsi hingga kabupaten/kota.

Terdapat empat pilar utama statistik pertanian, yaitu produksi tanaman dan ternak, keadaan sosial ekonomi petani, ongkos produksi, dan neraca pertanian nasional. Data-data ini perlu dihasilkan dengan kualitas yang baik. Data yang berkualitas harus memenuhi dimensi akurasi, aktualitas, aksesbilitas, koherensi, keterbandingan, interpretabilitas dan relevansi.

Pertanian membentuk dasar dari masyarakat dan memainkan peran penting dalam pembangunan sosial ekonomi negara. Tanpa kehadiran petani, dunia akan terjadi kelaparan karena produsen makanan tidak ada. Perubahan paradigma dan konsep juga perlu dilakukan dengan mengubah pendekatan ketahanan pangan ke kedaulatan pangan. Kedaulatan pangan menempatkan petani kecil di puncak teratas arus besar pembangunan pertanian. Upaya tersebut diharapkan dapat meneguhkan narasi ketahanan pangan Indonesia, menuju pertanian berkelanjutan.

Tidaklah mudah mencatat petani dikala pandemi, rintangan dan ancaman terpapar oleh virus COVID-19 mengintai petugas yang berjibaku dilapangan. Sikap responden yang bersahabat menerima kedatangan petugas serta memberi keterangan yang benar sangatlah penting agar survei ini berjalan dengan baik dan memberikan hasil seperti yang diharapkan.

Semoga hasil SITASI/AGRIS ini dapat menjadi One Stop Data Pertanian, serta dapat menutupi kesenjangan antara kebutuhan dan ketersediaan data pertanian di Indonesia. Sehingga sektor pertanian tetap terus bersemi dan menjadi kunci kedaulatan pangan. Indonesia tumbuh menjadi negara yang berdaulat dan mandiri sebagai negara agraris.

Minggu, 04 Juli 2021

MENYANDINGKAN DUA LEBARAN

Telah dua kali lebaran kita lalui bersama pandemi ini. Melalui semarak lebaran dengan cara yang tak biasa. Tak ada jabat erat maupun peluk hangat dari kerabat. Tak ada acara menyantap ketupat bersama sahabat terdekat,  karena kontak erat tak diperkenankan selama pandemi masih mendekap.

Dampak pandemi Covid-19 masih berlangsung di Kalimantan Utara hingga tahun 2021 yang ditandai dengan kontraksi ekonomi pada triwulan I sebesar 1,91 persen (year on year). Terkontraksinya pertumbuhan ini disebabkan turunnya nilai tambah bruto Lapangan usaha Transportasi dan Pergudangan sebesar minus 14,02 persen. Disusul oleh lapangan usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum sebesar minus 8,64 persen; Jasa Perusahaan sebesar minus 4,51 persen; dan Administrasi Pemerintahan minus 4,45 persen. Namun demikian  ada beberapa lapangan usaha yang menunjukkan pertumbuhan positif dibandingkan tahun sebelumnya diantaranya lapangan usaha  Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial sebesar 8,17 persen.  Disusul Informasi dan Komunikasi tumbuh sebesar 6,50 persen; Pengadaan Listrik dan Gas sebesar 6,01 persen; dan Jasa lainnya tumbuh sebesar 5,75 persen.

Hal yang menarik terjadi pada indeks angka konsumen/inflasi di Kalimantan Utara, jika pada setiap lebaran tahun-tahun sebelum pandemi harga pasti melonjak tajam, tapi hal tersebut tidak terjadi disaat lebaran  yang kita lalui pada tahun 2020 saat pandemi covid-19 mulai mendampingi kehidupan kita. Provinsi Kalimantan Utara  (Gabungan Kota Tarakan dan Kota Tanjung Selor) justru mengalami deflasi sebesar -0,10 persen, atau terjadi perubahan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 102,93 pada bulan April 2020 menjadi 102,82 pada bulan Mei 2020. Deflasi tahun kalender sebesar -0,42 persen dan deflasi tahun ke tahun sebesar -0,68 persen. Deflasi di Kalimantan Utara (Gabungan Kota Tarakan dan Kota Tanjung Selor) dipengaruhi oleh penurunan indeks pada kelompok makanan, minuman dan tembakau sebesar -0,50 persen dan kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga sebesar -0,00 persen.

Sedangkan Lebaran tahun ini Kalimantan Utara kembali mengalami inflasi sebesar 1,07 persen. Inflasi di Kalimantan Utara (Gabungan Kota Tarakan dan Kota Tanjung Selor) dipengaruhi oleh kenaikan indeks pada kelompok transportasi sebesar 5,99 persen, kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya sebesar 1,04 persen, kelompok makanan, minuman, dan tembakau sebesar 0,83 persen, kelompok kesehatan sebesar 0,72 persen, kelompok rekreasi, olahraga dan budaya sebesar 0,39 persen, kelompok pakaian dan alas kaki sebesar 0,28 persen, kelompok perlengkapan, peralatan, dan pemeliharaan rutin rumah tangga sebesar 0,19 persen, kelompok penyediaan makanan dan minuman/restoran sebesar 0,11 persen, kelompok perumahan, air, listrik dan bahan bakar rumah tangga sebesar 0,01 persen, kelompok informasi, komunikasi dan jasa keuangan sebesar 0,01 persen dan kelompok pendidikan sebesar 0,00 persen.

Dari angka inflasi diatas terlihat bahwa lebaran di tahun 2021 ini daya beli dan konsumsi masyarakat mulai membaik, ini mengisyaratkan bahwa kemampuan konsumsi mulai terpacu meskipun kita masih hidup berdampingan dengan Covid-19.

Perekonomian Kalimantan Utara triwulan I-2021 juga tumbuh sebesar 0,49 persen terhadap triwulan IV 2020, hal ini disebabkan adanya pertumbuhan beberapa lapangan usaha. Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian merupakan lapangan usaha yang memiliki pertumbuhan terbesar yaitu sebesar 7,37 persen. Diikuti oleh Informasi dan Komunikasi sebesar 2,45 persen; Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial sebesar 2,27 persen; dan Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor sebesar 2,21 persen.

Upaya pemulihan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah telah berdampak pada percepatan ekonomi dibandingkan triwulan sebelumnya, namun belum mampu memberikan pertumbuhan positif secara keseluruhan pada triwulan satu tahun ini.

Pemulihan ekonomi di kalimantan Utara memerlukan keterlibatan seluruh masyarakat untuk menerapkan protokol kesehatan secara ketat agar pandemi ini segera terkendali. Kita menginginkan ditahun mendatang tak lagi melalui lebaran dengan membuka pintu maaf tapi menutup rapat pintu rumah.

Rabu, 03 Februari 2021

MELIRIK ANGKA KEMISKINAN KALTIM

 

Masalah kemiskinan bukanlah hal yang baru di Indonesia. Meskipun demikian, masalah kemiskinan selalu aktual untuk dibahas. Sebab, meskipun telah berjuang puluhan tahun untuk membebaskan diri dari kemiskinan, kenyataan menunjukan bahwa Indonesia belum bisa melepaskan diri dari belenggu kemiskinan.

Program pengentasan kemiskinan seringkali tidak mampu mendorong kemandirian masyarakat miskin. Hal ini karena pada umumnya program-program tersebut diberikan kepada masyarakat miskin yang tidak memahami bagaimana mereka harus mengelola bantuan yang diberikan. Pendekatan yang demikian tentu berakibat negatif karena bantuan yang mereka terima tidak dimanfaatkan untuk kegiatan produktif yang dapat memberikan dampak keberlanjutan melainkan untuk kebutuhan-kebutuhan yang sering bersifat konsumtif.

Kemiskinan kronis memiliki ciri utama derajat kapabilitas yang rendah pada tingkat pendidikan dan kesehatan. Hal ini mengakibatkan program pengentasan rakyat miskin yang bersifat pemberdayaan tidak akan berpengaruh banyak dalam mendorong mereka keluar dari kemiskinan.

Kemiskinan adalah sesuatu yang sangat multidimensional dan memang sulit untuk diukur. Diantara banyak definisi yang ada, Badan Pusat Statistik (BPS) menghitung kemiskinan sebagai gejala economic poverty yaitu ketidakmampuan dari sisi ekonomi yang diukur dengan pendekatan pengeluaran makanan, ditambah kemampuan memenuhi kebutuhan dasar nonmakanan (pendidikan, kesehatan dasar, perumahan dan sandang).

Penggunaan pendekatan pengeluaran dengan kebutuhan dasar kalori dan kebutuhan dasar nonmakanan sudah lama diadopsi oleh banyak negara. Pengukuhan yang lebih kuat penggunaan metode ini didasarkan rekomendasi PBB setelah pertemuan yang diprakarsai oleh FAO dan WHO dalam Human Energy Requirement : Expert Consultation, yang dilaksanakan di Roma, Italia, tahun 2001 dan 2005.

Berdasarkan perhitungan Badan Pusat Statistik jumlah penduduk miskin di Kalimantan Timur pada Maret 2020 tercatat sebesar 230,26 ribu (6,10 persen).  Jika dibandingkan dengan penduduk miskin pada September 2019 sebesar 220,91 ribu (5,91 persen), berarti jumlah penduduk miskin secara absolut bertambah sebanyak 9,35 ribu orang dan secara persentase bertambah sebesar 0,19  persen. (Berita Resmi Statistik, Tingkat Kemiskinan Di Kalimantan Timur Maret 2020, BPS Kaltim, 2020).

Jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan dan perdesaan mengalami kenaikan, baik secara absolut maupun persentase. Selama  periode September 2019 hingga Maret 2020 penduduk miskin di daerah perkotaan naik sebanyak 5,11 ribu orang dari 108,16 ribu orang pada September 2019 menjadi            113,27 ribu orang pada Maret 2020 dan secara persentase naik 0,16 persen poin. Penduduk miskin di daerah perdesaan naik sebanyak 4,24 ribu orang dari 112,75 ribu orang pada September 2019 menjadi 116,99 ribu orang pada Maret 2020 dan secara persentase naik sebesar 0,25 persen poin.

Permasalahan ini disebabkan karena terjadi peningkatan Garis Kemiskinan yang tidak dibarengi dengan peningkatan pengeluaran konsumsi masyarakat, khususnya pada masyarakat berstatus hampir miskin.  Kenaikan beberapa harga komoditas yang sering dikonsumsi masyarakat seperti beras, rokok kretek filter, gula pasir juga menjadi salah satu penyebab menurunnya daya beli masyarakat pada golongan masyarakat kurang mampu sehingga penduduk hampir miskin jatuh ke dalam status penduduk miskin.

Selama September 2019 sampai dengan Maret 2020, garis kemiskinan naik sebesar 3,70 persen, dari Rp 638.690,- per kapita per bulan menjadi Rp 662.302 per kapita per bulan. Dimana Garis Kemiskinan Makanan (GKM) menyumbang sebesar 70,03 persen terhadap Garis Kemiskinan (GK).

Berbagai upaya pengentasan kemiskinan perlu dilakukan secara simultan agar penduduk miskin merdeka dari belenggu kemiskinannya. Pemerataan infrastruktur yang selama ini digalakkan pemerintah Kalimantan Timur harus mengutamakan daerah pinggiran dan pedesaan mengingat kemiskinan lebih banyak terjadi di pedesaan. Program padat karya tunai dengan pemanfaatan dana desa bisa menjadi pendorong dalam mengurangi kemiskinan, terutama di pedesaan. Demikian juga memberikan ruang yang luas dalam inovasi dan kreativitas akan mengangkat harkat martabat negara ini.

Pandemi yang hingga saat ini masih berlangsung  membuat kita harus berjuang lebih keras untuk terlepas dari belenggu kemiskinan, saat ini kita jatuh tetapi jangan pernah menyerah. Kemiskinan harus segera dientaskan, agar Kaltim Bangkit tidak hanya menjadi sekedar semboyan belaka dan Indonesia kembali menjadi Macan Asia.

Senin, 11 Januari 2021

MENGUKUR KEPATUHAN DITENGAH PANDEMI

Tahun 2020 telah berlalu, kita mulai menghitung hari di tahun yang baru yakni tahun 2021. Harus diakui tahun 2020 adalah tahun yang cukup berat, kita harus hidup berdampingan dengan pandemi   covid-19. Tidak sedikit keluarga, sahabat, rekan kerja maupun tetangga sekitar kita yang terinfeksi dan harus hidup terpisah maupun meregang nyawa karena pandemi ini. Saat ini kita telah memasuki fase transmisi komunitas, dimana pembatasan berskala besar tidak lagi terlalu efektif menekan laju penyebaran virus covid-19.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional per tanggal 9 Januari 2021 tercatat sebanyak 4.694 kasus di Kalimantan Utara dengan jumlah kasus terbesar pada kelompok usia 31-45 tahun sebesar 1.578 kasus dan disusul oleh kelompok umur    19-30 tahun sebanyak 1.357 kasus (https://covid19.go.id/peta-sebaran-covid19).

Dari angka diatas ada hal yang menarik bahwa justru kasus terbanyak terjadi pada usia muda. Hal ini sejalan dengan hasil survei yang dilakukan oleh Badan pusat Statistik bahwa tingkat kepatuhan terendah memakai masker berada pada kelompok umur 17-30 tahun sebesar 90,1 persen, sedangkan kepatuhan memakai masker tertinggi berada pada kelompok umur 46 - 60 tahun sebesar 94 persen. Kelompok umur 17-30 tahun juga memiliki tingkat kepatuhan terendah dalam menghindari kerumunan, yaitu sebesar 68,2 persen sedangkan kelompok umur >60 tahun memiliki tingkat kepatuhan tertinggi yaitu sebesar 85,5 persen. Untuk kepatuhan mencuci tangan dengan menggunakan sabun kelompok umur      17-30 tahun juga berada pada tingkat kepatuhan terendah yaitu sebesar 66 persen. (Perilaku Masyarakat Di Masa Pandemi, BPS, 2020).

Kesadaran kaum muda Kaltara terhadap protokol kesehatan memang harus terus ditingkatkan, karena disadari atau tidak kepatuhan terhadap protokol kesehatan ditengah pandemi harus diterapkan secara ketat dan konsisten. Kita tentunya tidak ingin kerabat maupun orangtua kita terinfeksi oleh      covid-19 akibat ketidakpatuhan kita.

Hidup berdampingan dengan virus covid-19 tidaklah mudah, hal ini dapat kita lihat dikehidupan ekonomi yang ikut terpukul, angka pertumbuhan ekonomi Kalimantan Utara triwulan III-2020 (y-on-y) mengalami kontraksi sebesar 1,46 persen. Penurunan pertumbuhan ini disebabkan oleh penurunan beberapa lapangan usaha, dimana yang tertinggi adalah lapangan usaha Penyediaan Akomodasi dan makan Minum sebesar 10,79 persen. Selanjutnya Industri Pengolahan sebesar 7,62 persen; Pertambangan dan Penggalian sebesar 7,58 persen; dan Transportasi dan Pergudangan sebesar 6,90 persen. (Berita Resmi Statistik, Pertumbuhan Ekonomi Kalimantan Utara Triwulan III-2020)

Pandemi COVID-19 juga membawa pengaruh terhadap pembangunan manusia di Kalimantan Utara. Hal ini terlihat dari turunnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tahun 2020. Sebelumnya, selama periode 2013-2019, angka IPM terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Namun, angka IPM tahun 2020 turun 0,52 poin menjadi 70,63. Penurunan capaian IPM tahun 2020 disebabkan oleh menurunnya pertumbuhan komponen pengeluaran perkapita pertahun yang disesuaikan, sedangkan komponen lainnya masih tumbuh positif. (Berita Resmi Statistik, Indeks Pembangunan Manusia Kalimantan Utara 2020)

Kita harus bangkit dan tidak boleh menyerah. Kepatuhan kita terhadap protokol kesehatan adalah syarat mutlak agar dapat terbebas dari pandemi ini, selalu memakai masker dengan benar, mencuci tangan memakai sabun dan menjaga jarak serta menghindari kerumunan adalah perilaku baru yang harus kita jalankan. kita bisa terus hidup, bahkan bisa menjadi manusia yang lebih baik di peradaban yang semakin menjadi lebih baik di tahun-tahun mendatang.

Sabtu, 05 Desember 2020

PILKADA DITENGAH PANDEMI

Pilkada adalah momen untuk memilih pemimpin terbaik, memilih pemimpin dengan visi dan misi yang mampu membawa perubahan kearah yang lebih baik. Pilkada adalah momentum memilih pemimpin yang mampu mengelola daerah dengan baik, bukan malah terus memicu konflik.

Tanggal 9 Desember 2020 ini kembali Kabupaten Berau melaksanakan pesta demokrasi yang bernama Pilkada, memilih putra putri terbaiknya untuk memimpin Kabupaten yang kita cintai untuk 5 tahun kedepan. Tidaklah mudah melaksanakan Pilkada ditengah pandemi  Covid-19 saat ini. Perlu upaya yang luar biasa agar pilkada kali ini berjalan dengan lancar dan tidak menimbulkan masalah baru ditengah pandemi.

Kabupaten Berau dengan 159.254 pemilih yang terbagi menjadi 74.293 pemilih perempuan dan 84.961 pemilih laki-laki, yang nantinya tersebar di 558 TPS haruslah memiliki aturan yang ketat saat pelaksanaan pilkada nantinya agar tidak menjadi sumber penularan virus covid-19.

KPU sebaga penyelenggara telah mengatur pelaksanaan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati dalam kondisi bencana non alam covid-19 sebagaimana tercantum dalam Peraturan KPU No. 6 Tahun 2020 yang terakhir diubah dalam Peraturan KPU no. 13 tahun 2020. Ada beberapa perbedaan dalam pelaksanaan pilkada kali ini. Pada pasal 5 ayat 2.d menyebutkan bahwa penyelenggara diharuskan menggunakan  alat pelindung diri berupa masker yang menutupi hidung dan mulut hingga dagu, sarung tangan sekali pakai, dan pelindung wajah (face shield). Pada saat pelaksanaan tahapan penylenggaraan pemilihan juga harus tersedia fasilitas cuci tangan dengan air mengalir dan sabun, disinfektan dan/atau cairan antiseptik berbasis alkohol.

Jika biasanya kita mencelupkan salah satu jari kita kedalam tinta sebagai tanda sudah memilih, maka berdasarkan PKPU no. 13 tahun 2020 pasal 69 ayat 3 point d disebutkan bahwa anggota KPPS memberikan tinta menggunakan alat tetes dan tidak mencelupkan jari pemilih ke dalam tinta. Pada point f juga disebutkan KPPS melakukan pengecekan suhu tubuh terhadap pemilih yang akan menggunakan hak pilihnya dengan menggunakan alat yang tidak bersentuhan secara fisik.

Hal diatas merupakan hal baru yang harus kita patuhi agar pesta demokrasi ini berjalan dengan lancar dan tidak menimbulkan kluster baru pandemi. Bukan suatu hal yang mudah untuk merubah kebiasaan. Tapi dengan kerja keras KPU dan jajarannya hal ini dapat terwujud.

Badan Pusat Statistik dari hasil Survei Perilaku Masyarakat di Masa Pandemi COVID-19 merilis bahwa kepatuhan masyarakat memakai masker  diluar rumah sebesar 91,98% untuk yang sering dan selalu memakai masker, sebesar 6% menyatakan jarang atau kadang-kadang saja memakai masker dan masih ditemukan sebesar 2,02% yang jarang sekali atau tidak memakai masker. Hasil survei ini juga menunjukan bahwa responden perempuan memiliki kepatuhan memakai masker yang lebih tinggi yaitu sebesar 94,8 % dibandingkan responden laki-laki yang sebesar 88,5%. (Perilaku Masyarakat Di Masa Pandemi, BPS, 2020).

Tingkat kepatuhan memakai masker tertinggi berada pada kelompok umur 44-60 tahun sebesar 94% sedangkan terendah pada kelompok umur 17-30 tahun sebesar 90,1%. Untuk tingkat kepatuhan menghindari kerumunan berdasarkan kelompok umur angka kepatuhan tertinggi berada pada kelompok umur diatas 60 tahun sebesar 88,5 % dan umur 46 – 60 tahun sebesar 81,9%. Sedangkan kelompok umur 17-30 tahun memiliki tingkat kepatuhan terendah dalam menghindari kerumunan, yaitu sebesar 64%.

Dari data diatas menunjukan bahwa kita harusnya tidak hanya menuntut pemerintah untuk menjamin keselamatan tetapi kesadaran masyarakat pun juga sangat diperlukan dalam mengakhiri krisis ini. Terkhusus dalam pelaksaan pilkada ada kebiasaan baru yang mesti diperhatikan oleh masyarakat untuk datang menyalurkan hak pilihnya di TPS. Misalnya, memakai masker, menjaga jarak dengan pemilih lain dan menghidari kontak dengan orang lain. KPU juga membagi waktu bagi pemilih dalam jadwal dan undangan yang disampaikan sehingga saat hari pelakasaan pencoblosan pemilih tidak menumpuk di area TPS yang berpotensi terjadinya kerumunan dalam jumlah besar. Pemilih juga diharapkan untuk segera pulang ke rumah setelah menyalurkan hak pilih.

Seperti yang kita ketahui bersama bahwa keputusan menggelar Pilkada ditengah pandemi seperti ini adalah keputusan yang tergolong sulit. Sehingga kita semua dituntut masing-masing punya andil dalam mendukung hal tersebut. Sebab kepatuhan kita semua akan membawa negara ini segera bebas dari rongrongan virus ini.

Pada akhirnya kita semua harus mau peduli dan mau beradaptasi. Kita tidak menginginkan lahirnya klaster-klaster baru setelah pelaksanaan Pilkada. Kesadaran akan pentingnya keselamatan jiwa kita harus senantiasa dikedepankan. Jika penyelenggara/petugas Pilkada aman, para peserta patuh dan masyarakat taat terhadap apa yang sudah dihimbaukan jauh-jauh hari maka Pilkada ini akan berlangsung sehat dan aman dari penyebaran covid-19.

Sabtu, 26 Oktober 2019

KSA BUKANLAH PRODUK MAFIA


Mentari masih malu menampakan diri, mendung yang menggayut membuat cahaya mentari hanya menyapa lembut. Hari ini adalah minggu terakhir di bulan oktober yang berarti pengambilan data amatan Kerangka Sampel Area (KSA) harus segera dilakukan. Pengambilan data KSA sendiri bukanlah hal yang mudah jika medan yang merupakan segmen dari KSA tidak hanya terdiri dari hamparan sawah, terkadang untuk mengambil titik amatan harus berjibaku dengan derasnya aliran sungai, kubangan lumpur, goresan semak belukar serta ancaman dari hewan liar. Sejak awal KSA mulai dilakukan serentak pada tahun 2018 sudah ada beberapa teman petugas KSA yang terluka demi menunaikan tugas negara ini. Tapi luka itu jauh lebih ringan dibandingkan luka yang ditorehkan oleh seorang mantan menteri pertanian yang menyebut bahwa data yang dirilis dari hasil KSA adalah data mafia. Sebuah pendapat kontroversial yang perlu diluruskan karena dapat menimbulkan kegaduhan di masyarakat.
Sebagai metode baru dalam penghitungan produksi padi di negeri tercinta ini tentunya banyak pro dan kontra saat KSA diluncurkan. Akan tetapi pendapat kontra itu terjawab dengan hasil KSA yang secara statistik lebih akurat dibandingkan metode sebelumnya. Perlu perjalanan panjang dalam uji coba hingga diterapkannya KSA dalam penghitungan produksi padi.
Data luas baku lahan sawah yang dikumpulkan dengan metode KSA sudah menggunakan teknologi geospasial. Dibantu dengan citra satelit yang kemudian diverifikasi oleh kementerian ATR/BPN. Dalam penerapan KSA ini BPS juga menggandeng instansi lain yaitu BIG , BPPT dan LAPAN. Metode ini juga merupakan salah satu dari top 45 inovasi terpilih dengan nama “Radar Padi”.
Penggunaan metode KSA yang berbasis teknologi ini diharapkan mampu menghasilkan data produksi yang lebih objektif, akurat dan tepat waktu. Data yang akurat ini sangat dibutuhkan oleh pemerintah dalam mengambil berbagai kebijakan di sektor pertanian. Kebijakan ini terutama terkait dengan kebijakan cadangan beras, impor beras, dan stabilisasi harga beras.  Hal ini sebagai upaya untuk menjaga ketahanan pangan rakyat dan terwujudnya swasembada pangan di Indonesia. 
Menurut data Kementan, produksi gabah tahun 2018 mencapai sebesar 80 juta ton atau 46,5 juta ton setara beras, dengan perkiraan total konsumsi beras nasional hanya 33,47 juta ton. Dengan demikian, terdapat surplus beras sebesar 13,03 juta ton sepanjang tahun 2018.
Dengan metode KSA, produksi padi untuk tahun 2018 diketahui total lahan baku sawah 71,1 juta hektare, dengan total produksi 56,54 juta ton GKG (setara dengan 32,42 juta ton beras). Setelah dikurangi konsumsi per kapita sebesar 111,58 kg atau setara dengan 29,57 juta ton per tahun maka terdapat surplus 2,85 juta ton. Surplus ini tersebar di 14,1 juta rumah tangga produsen. Sekitar 47 persennya ada stok di penggilingan, stok pedagang dan sebagainya.
Dari data hasil KSA tersebut dapat menjawab dengan terang benderang kenapa setiap tahun selalu ribut impor beras. Kenapa tidak ditemukan tempat penyimpanan beras dengan jumlah stok yang sangat besar padahal setiap akhir tahun diumumkan produksinya surplus. Publik kini mendapatkan jawaban soal kejujuran pasar. Kenapa harga beras naik, kenapa suplai berkurang, kenapa ada operasi pasar, kenapa Pemerintah memutuskan impor beras.
Metode lama dalam penghitungan produksi padi rawan kesalahan. Pertama saat menentukan rencana tanam yang berisi luas lahan dan jenis tanamannya. Kedua saat menentukan hasil produksi. Staf birokrat pada umumnya memilih cara aman dalam menyusun rencana tanam, tidak menghitung pengurangan lahan dan potensi ketersediaan air. Sehingga ajuan subsidi pupuknya setiap tahun cenderung naik. Lebih baik pupuk suplus daripada kurang, sehingga petani tidak marah. Betapa data yang tidak akurat akibat kesalahan metode telah menghamburkan berbagai sumberdaya yang tidak diperlukan.
Pada akhirnya keriuhan kecil tentang beras telah memberikan pelajaran kepada kita tentang pentingnya data. Berbagai klaim keberhasilan yang tidak berpijak pada data hanya akan menjadi bom waktu. Klaim tersebut seolah seperti pemanis buatan yang perlahan akan merusak tubuh negara ini. 
Beras juga membuka mata kita bahwa kebijakan Satu Data harus segera diimplementasikan, agar bangsa ini tidak terus terbuai klaim keberhasilan serta hanyut dalam kebingungan. Segenap komponen bangsa harus mendukung BPS agar tetap independen dalam memotret kondisi sebenarnya, serta mendukung program kerja Menteri Pertanian 2019-2024 Syahrul Yasin Limpo yang akan memperbaiki data pangan dalam 100 hari kerja. Menteri pertanian ingin data tersebut mudah dibaca oleh citra satelit dan proses pengambilannya dilakukan dengan melibatkan seluruh lembaga. 
Data KSA bukanlah data mafia, karena Badan Pusat Statistik dalam menyajikan data selalu berpegang teguh kepada independensi dan kejujuran. Biarkan data berbicara apa adanya menyuguhkan berbagai potret kehidupan. Sebab, data itu harus merdeka. Data itu harus satu. Satu data untuk Indonesia.