Oleh: JSH
Data statistik yg terpercaya merupakan pondasi dan bagian dari penopang moral berkehidupan. Moral itu adalah kebenaran, ketepatan, objektifitas dan ketidakberpihakan.. Itu lah ontologi (hakekat keberadaan) ilmu statistik.
Oleh: JSH
Sektor pertanian membuktikan diri cukup tangguh selama pandemi
COVID-19. Sektor ini tetap bersemi dikala sektor lain mengalami kontraksi cukup
dalam. Tumbuh positif dan berkonstribusi sebesar 1,75 persen pada pertumbuhan
ekonomi 2020. Dalam Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia memberikan kontribusi
sebesar 12 – 14 persen sejak tahun 2014 hingga 2020. Sektor pertanian menjadi
sektor terbesar kedua setelah industri pengolahan di dalam struktur PDB
Indonesia. Sebanyak 29,46 persen tenaga kerja Indonesia bekerja pada sektor
pertanian, terbesar dari seluruh lapangan pekerjaan utama di Indonesia. Dari angka
tersebut, dapat diketahui bahwa sebagian besar penduduk Indonesia masih
menggantungkan keberlangsungan hidupnya di sektor pertanian.
Dalam menyusun perencanaan pembangunan di sektor pertanian diperlukan
data-data terkait indikator pembangunan sektor pertanian. Data tersebut dapat
menjadi dasar bagi pemerintah di dalam menghasilkan kebijakan yang tepat
sasaran dan berkesinambungan. Akan tetapi, ketersediaan data pertanian di
Indonesia belum sepenuhnya mampu mengakomodasi kebutuhan data pertanian yang
dibutuhkan oleh pemerintah.
Global Strategy merekomendasikan adanya
Survei Pertanian Terintegrasi (SITASI) sebagai bagian dari Strategic Plan
for Agricultural and Rural Statistics (SPARS). SITASI merupakan survei yang
dapat mengintegrasikan data-data pertanian sehingga mampu memenuhi kebutuhan
strategis pertanian. Pelaksanaan SITASI yang dilaksanakan pada tahun 2021 oleh
BPS berpedoman pada Agricultural Integrated Survey (AGRIS) yang telah
dilakukan oleh lembaga pangan dunian (FAO).
Survei Pertanian Terintegrasi bertujuan untuk menyamakan metodologi
pengumpulan data pertanian secara internasional. Lainnya, SITASI juga bertujuan
untuk memenuhi kebutuhan data pertanian, menjadikan dasar sistem statistik
pertanian yang efisien, dan membangun survei pertanian berkelanjutan. Pemenuhan
kebutuhan data pertanian meliputi minimum set of core data, pemenuhan
kebutuhan data untuk perencanaan kebijakan pemerintah dalam pembangunan
pertanian, dan pemenuhan kebutuhan data pertanian untuk keperluan penelitian.
SITASI juga dapat digunakan sebagai monitoring dan evaluasi pencapaian target
SDGs khususnya di sektor pertanian di dalam mengestimasi data pertanian pada
level provinsi hingga kabupaten/kota.
Terdapat empat pilar utama statistik pertanian, yaitu produksi
tanaman dan ternak, keadaan sosial ekonomi petani, ongkos produksi, dan neraca
pertanian nasional. Data-data ini perlu dihasilkan dengan kualitas yang baik.
Data yang berkualitas harus memenuhi dimensi akurasi, aktualitas, aksesbilitas,
koherensi, keterbandingan, interpretabilitas dan relevansi.
Pertanian membentuk dasar dari masyarakat dan memainkan peran
penting dalam pembangunan sosial ekonomi negara. Tanpa kehadiran petani, dunia
akan terjadi kelaparan karena produsen makanan tidak ada. Perubahan paradigma
dan konsep juga perlu dilakukan dengan mengubah pendekatan ketahanan pangan ke
kedaulatan pangan. Kedaulatan pangan menempatkan petani kecil di puncak teratas
arus besar pembangunan pertanian. Upaya tersebut diharapkan dapat meneguhkan
narasi ketahanan pangan Indonesia, menuju pertanian berkelanjutan.
Tidaklah mudah mencatat petani dikala pandemi, rintangan dan ancaman
terpapar oleh virus COVID-19 mengintai petugas yang berjibaku dilapangan. Sikap
responden yang bersahabat menerima kedatangan petugas serta memberi keterangan
yang benar sangatlah penting agar survei ini berjalan dengan baik dan
memberikan hasil seperti yang diharapkan.
Semoga hasil SITASI/AGRIS
ini dapat menjadi One Stop Data Pertanian, serta dapat menutupi kesenjangan
antara kebutuhan dan ketersediaan data pertanian di Indonesia. Sehingga sektor
pertanian tetap terus bersemi dan menjadi kunci kedaulatan pangan. Indonesia tumbuh
menjadi negara yang berdaulat dan mandiri sebagai negara agraris.
Telah dua kali lebaran kita lalui bersama pandemi ini. Melalui semarak lebaran dengan cara yang tak biasa. Tak ada jabat erat maupun peluk hangat dari kerabat. Tak ada acara menyantap ketupat bersama sahabat terdekat, karena kontak erat tak diperkenankan selama pandemi masih mendekap.
Dampak
pandemi Covid-19 masih berlangsung di Kalimantan Utara hingga tahun 2021 yang
ditandai dengan kontraksi ekonomi pada triwulan I sebesar 1,91 persen (year on
year). Terkontraksinya pertumbuhan ini disebabkan turunnya nilai tambah bruto
Lapangan usaha Transportasi dan Pergudangan sebesar minus 14,02 persen. Disusul
oleh lapangan usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum sebesar minus 8,64 persen;
Jasa Perusahaan sebesar minus 4,51 persen; dan Administrasi Pemerintahan minus
4,45 persen. Namun demikian ada beberapa
lapangan usaha yang menunjukkan pertumbuhan positif dibandingkan tahun
sebelumnya diantaranya lapangan usaha
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial sebesar 8,17 persen. Disusul Informasi dan Komunikasi tumbuh
sebesar 6,50 persen; Pengadaan Listrik dan Gas sebesar 6,01 persen; dan Jasa
lainnya tumbuh sebesar 5,75 persen.
Hal
yang menarik terjadi pada indeks angka konsumen/inflasi di Kalimantan Utara,
jika pada setiap lebaran tahun-tahun sebelum pandemi harga pasti melonjak
tajam, tapi hal tersebut tidak terjadi disaat lebaran yang kita lalui pada tahun 2020 saat pandemi
covid-19 mulai mendampingi kehidupan kita. Provinsi
Kalimantan Utara (Gabungan Kota Tarakan
dan Kota Tanjung Selor) justru mengalami deflasi
sebesar -0,10 persen, atau terjadi perubahan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari
102,93 pada
bulan April 2020 menjadi 102,82 pada bulan Mei 2020. Deflasi tahun kalender
sebesar -0,42
persen dan deflasi tahun ke tahun sebesar -0,68 persen. Deflasi di Kalimantan Utara
(Gabungan Kota Tarakan dan Kota Tanjung Selor) dipengaruhi oleh penurunan
indeks pada kelompok makanan, minuman dan tembakau sebesar -0,50 persen dan
kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga sebesar -0,00
persen.
Sedangkan Lebaran tahun ini Kalimantan Utara kembali
mengalami inflasi sebesar 1,07 persen. Inflasi di Kalimantan Utara (Gabungan
Kota Tarakan dan Kota Tanjung Selor) dipengaruhi oleh kenaikan indeks pada
kelompok transportasi sebesar 5,99 persen, kelompok perawatan pribadi dan jasa
lainnya sebesar 1,04 persen, kelompok makanan, minuman, dan tembakau sebesar
0,83 persen, kelompok kesehatan sebesar 0,72 persen, kelompok rekreasi, olahraga
dan budaya sebesar 0,39 persen, kelompok pakaian dan alas kaki sebesar 0,28
persen, kelompok perlengkapan, peralatan, dan pemeliharaan rutin rumah tangga
sebesar 0,19 persen, kelompok penyediaan makanan dan minuman/restoran sebesar
0,11 persen, kelompok perumahan, air, listrik dan bahan bakar rumah tangga
sebesar 0,01 persen, kelompok informasi, komunikasi dan jasa keuangan sebesar
0,01 persen dan kelompok pendidikan sebesar 0,00 persen.
Dari angka inflasi diatas terlihat bahwa lebaran di
tahun 2021 ini daya beli dan konsumsi masyarakat mulai membaik, ini
mengisyaratkan bahwa kemampuan konsumsi mulai terpacu meskipun kita masih hidup
berdampingan dengan Covid-19.
Perekonomian Kalimantan Utara triwulan I-2021 juga
tumbuh sebesar 0,49 persen terhadap triwulan IV 2020, hal ini disebabkan adanya
pertumbuhan beberapa lapangan usaha. Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian
merupakan lapangan usaha yang memiliki pertumbuhan terbesar yaitu sebesar 7,37 persen.
Diikuti oleh Informasi dan Komunikasi sebesar 2,45 persen; Jasa Kesehatan dan
Kegiatan Sosial sebesar 2,27 persen; dan Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi
Mobil dan Sepeda Motor sebesar 2,21 persen.
Upaya
pemulihan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah telah berdampak pada
percepatan ekonomi dibandingkan triwulan sebelumnya, namun belum mampu
memberikan pertumbuhan positif secara keseluruhan pada triwulan satu tahun ini.
Pemulihan
ekonomi di kalimantan Utara memerlukan keterlibatan seluruh masyarakat untuk
menerapkan protokol kesehatan secara ketat agar pandemi ini segera terkendali. Kita
menginginkan ditahun mendatang tak lagi melalui lebaran dengan membuka pintu
maaf tapi menutup rapat pintu rumah.
Masalah kemiskinan bukanlah
hal yang baru di Indonesia. Meskipun demikian, masalah kemiskinan selalu aktual
untuk dibahas. Sebab, meskipun telah berjuang puluhan tahun untuk membebaskan
diri dari kemiskinan, kenyataan menunjukan bahwa Indonesia belum bisa
melepaskan diri dari belenggu kemiskinan.
Program pengentasan
kemiskinan seringkali tidak mampu mendorong kemandirian masyarakat miskin. Hal
ini karena pada umumnya program-program tersebut diberikan kepada masyarakat
miskin yang tidak memahami bagaimana mereka harus mengelola bantuan yang
diberikan. Pendekatan yang demikian tentu berakibat negatif karena bantuan yang
mereka terima tidak dimanfaatkan untuk kegiatan produktif yang dapat memberikan
dampak keberlanjutan melainkan untuk kebutuhan-kebutuhan yang sering bersifat
konsumtif.
Kemiskinan
kronis memiliki ciri utama derajat kapabilitas yang rendah pada tingkat
pendidikan dan kesehatan. Hal ini mengakibatkan program pengentasan rakyat
miskin yang bersifat pemberdayaan tidak akan berpengaruh banyak dalam mendorong
mereka keluar dari kemiskinan.
Kemiskinan adalah
sesuatu yang sangat multidimensional dan memang sulit untuk diukur. Diantara
banyak definisi yang ada, Badan Pusat Statistik (BPS) menghitung kemiskinan
sebagai gejala economic poverty yaitu ketidakmampuan dari sisi ekonomi
yang diukur dengan pendekatan pengeluaran makanan, ditambah kemampuan memenuhi kebutuhan
dasar nonmakanan (pendidikan, kesehatan dasar, perumahan dan sandang).
Penggunaan
pendekatan pengeluaran dengan kebutuhan dasar kalori dan kebutuhan dasar
nonmakanan sudah lama diadopsi oleh banyak negara. Pengukuhan yang lebih kuat
penggunaan metode ini didasarkan rekomendasi PBB setelah pertemuan yang
diprakarsai oleh FAO dan WHO dalam Human Energy Requirement : Expert
Consultation, yang dilaksanakan di Roma, Italia, tahun 2001 dan 2005.
Berdasarkan perhitungan
Badan Pusat Statistik jumlah penduduk miskin di Kalimantan Timur pada Maret
2020 tercatat sebesar 230,26 ribu (6,10 persen). Jika dibandingkan dengan penduduk miskin pada
September 2019 sebesar 220,91 ribu (5,91 persen), berarti jumlah penduduk
miskin secara absolut bertambah sebanyak 9,35 ribu orang dan secara persentase
bertambah sebesar 0,19 persen. (Berita
Resmi Statistik, Tingkat Kemiskinan Di Kalimantan Timur Maret 2020, BPS Kaltim,
2020).
Jumlah penduduk miskin
di daerah perkotaan dan perdesaan mengalami kenaikan, baik secara absolut
maupun persentase. Selama periode
September 2019 hingga Maret 2020 penduduk miskin di daerah perkotaan naik
sebanyak 5,11 ribu orang dari 108,16 ribu orang pada September 2019 menjadi 113,27 ribu orang pada Maret 2020
dan secara persentase naik 0,16 persen poin. Penduduk miskin di daerah
perdesaan naik sebanyak 4,24 ribu orang dari 112,75 ribu orang pada September
2019 menjadi 116,99 ribu orang pada Maret 2020 dan secara persentase naik
sebesar 0,25 persen poin.
Permasalahan ini disebabkan
karena terjadi peningkatan Garis Kemiskinan yang tidak dibarengi dengan
peningkatan pengeluaran konsumsi masyarakat, khususnya pada masyarakat
berstatus hampir miskin. Kenaikan
beberapa harga komoditas yang sering dikonsumsi masyarakat seperti beras, rokok
kretek filter, gula pasir juga menjadi salah satu penyebab menurunnya daya beli
masyarakat pada golongan masyarakat kurang mampu sehingga penduduk hampir
miskin jatuh ke dalam status penduduk miskin.
Selama September 2019
sampai dengan Maret 2020, garis kemiskinan naik sebesar 3,70 persen, dari Rp
638.690,- per kapita per bulan menjadi Rp 662.302 per kapita per bulan. Dimana
Garis Kemiskinan Makanan (GKM) menyumbang sebesar 70,03 persen terhadap Garis
Kemiskinan (GK).
Berbagai
upaya pengentasan kemiskinan perlu dilakukan secara simultan agar penduduk
miskin merdeka dari belenggu kemiskinannya. Pemerataan
infrastruktur yang selama ini digalakkan pemerintah Kalimantan Timur harus
mengutamakan daerah pinggiran dan pedesaan mengingat kemiskinan lebih banyak
terjadi di pedesaan. Program padat karya tunai dengan pemanfaatan dana desa
bisa menjadi pendorong dalam mengurangi kemiskinan, terutama di pedesaan. Demikian juga
memberikan ruang yang luas dalam inovasi dan kreativitas akan mengangkat harkat
martabat negara ini.
Pandemi
yang hingga saat ini masih berlangsung
membuat kita harus berjuang lebih keras untuk terlepas dari belenggu
kemiskinan, saat ini kita jatuh tetapi jangan pernah menyerah. Kemiskinan harus
segera dientaskan, agar Kaltim Bangkit tidak hanya menjadi sekedar semboyan
belaka dan Indonesia kembali menjadi Macan Asia.
Tahun 2020 telah berlalu, kita mulai menghitung hari di tahun
yang baru yakni tahun 2021. Harus diakui tahun 2020 adalah tahun yang cukup
berat, kita harus hidup berdampingan dengan pandemi covid-19. Tidak sedikit keluarga, sahabat,
rekan kerja maupun tetangga sekitar kita yang terinfeksi dan harus hidup
terpisah maupun meregang nyawa karena pandemi ini. Saat ini kita telah memasuki
fase transmisi komunitas, dimana pembatasan berskala besar tidak lagi terlalu
efektif menekan laju penyebaran virus covid-19.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Komite Penanganan
Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional per tanggal 9 Januari 2021 tercatat
sebanyak 4.694 kasus di Kalimantan Utara dengan jumlah kasus terbesar pada
kelompok usia 31-45 tahun sebesar 1.578 kasus dan disusul oleh kelompok umur 19-30 tahun sebanyak 1.357 kasus (https://covid19.go.id/peta-sebaran-covid19).
Dari angka diatas ada hal yang menarik bahwa justru kasus
terbanyak terjadi pada usia muda. Hal ini sejalan dengan hasil survei yang
dilakukan oleh Badan pusat Statistik bahwa tingkat kepatuhan terendah memakai
masker berada pada kelompok umur 17-30 tahun sebesar 90,1 persen, sedangkan
kepatuhan memakai masker tertinggi berada pada kelompok umur 46 - 60 tahun
sebesar 94 persen. Kelompok umur 17-30 tahun juga memiliki tingkat kepatuhan
terendah dalam menghindari kerumunan, yaitu sebesar 68,2 persen sedangkan
kelompok umur >60 tahun memiliki tingkat kepatuhan tertinggi yaitu sebesar
85,5 persen. Untuk kepatuhan mencuci tangan dengan menggunakan sabun kelompok
umur 17-30 tahun juga berada pada
tingkat kepatuhan terendah yaitu sebesar 66 persen. (Perilaku Masyarakat Di
Masa Pandemi, BPS, 2020).
Kesadaran kaum muda Kaltara terhadap protokol kesehatan memang
harus terus ditingkatkan, karena disadari atau tidak kepatuhan terhadap
protokol kesehatan ditengah pandemi harus diterapkan secara ketat dan konsisten.
Kita tentunya tidak ingin kerabat maupun orangtua kita terinfeksi oleh covid-19 akibat ketidakpatuhan kita.
Hidup berdampingan dengan virus covid-19 tidaklah mudah, hal
ini dapat kita lihat dikehidupan ekonomi yang ikut terpukul, angka pertumbuhan
ekonomi Kalimantan Utara triwulan III-2020 (y-on-y)
mengalami kontraksi sebesar 1,46 persen. Penurunan pertumbuhan ini disebabkan
oleh penurunan beberapa lapangan usaha, dimana yang tertinggi adalah lapangan
usaha Penyediaan Akomodasi dan makan Minum sebesar 10,79 persen. Selanjutnya
Industri Pengolahan sebesar 7,62 persen; Pertambangan dan Penggalian sebesar 7,58
persen; dan Transportasi dan Pergudangan sebesar 6,90 persen. (Berita Resmi
Statistik, Pertumbuhan Ekonomi Kalimantan Utara Triwulan III-2020)
Pandemi COVID-19 juga membawa pengaruh terhadap pembangunan
manusia di Kalimantan Utara. Hal ini terlihat dari turunnya Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) tahun 2020. Sebelumnya, selama periode 2013-2019, angka IPM terus
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Namun, angka IPM tahun 2020 turun
0,52 poin menjadi 70,63. Penurunan capaian IPM tahun 2020 disebabkan oleh
menurunnya pertumbuhan komponen pengeluaran perkapita pertahun yang
disesuaikan, sedangkan komponen lainnya masih tumbuh positif. (Berita Resmi
Statistik, Indeks Pembangunan Manusia Kalimantan Utara 2020)
Kita harus bangkit dan tidak boleh menyerah. Kepatuhan kita
terhadap protokol kesehatan adalah syarat mutlak agar dapat terbebas dari
pandemi ini, selalu memakai masker dengan benar, mencuci tangan memakai sabun
dan menjaga jarak serta menghindari kerumunan adalah perilaku baru yang harus
kita jalankan. kita bisa terus hidup, bahkan bisa menjadi manusia yang lebih
baik di peradaban yang semakin menjadi lebih baik di tahun-tahun mendatang.
Pilkada adalah momen untuk memilih
pemimpin terbaik, memilih pemimpin dengan visi dan misi yang mampu membawa
perubahan kearah yang lebih baik. Pilkada adalah momentum memilih pemimpin yang
mampu mengelola daerah dengan baik, bukan malah terus memicu konflik.
Tanggal 9 Desember 2020 ini kembali Kabupaten
Berau melaksanakan pesta demokrasi yang bernama Pilkada, memilih putra putri
terbaiknya untuk memimpin Kabupaten yang kita cintai untuk 5 tahun kedepan.
Tidaklah mudah melaksanakan Pilkada ditengah pandemi Covid-19 saat ini. Perlu upaya yang luar biasa
agar pilkada kali ini berjalan dengan lancar dan tidak menimbulkan masalah baru
ditengah pandemi.
Kabupaten Berau dengan 159.254
pemilih yang terbagi menjadi 74.293 pemilih perempuan dan 84.961 pemilih
laki-laki, yang nantinya tersebar di 558 TPS haruslah memiliki aturan yang
ketat saat pelaksanaan pilkada nantinya agar tidak menjadi sumber penularan
virus covid-19.
KPU sebaga penyelenggara telah mengatur
pelaksanaan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati dalam kondisi bencana non alam
covid-19 sebagaimana tercantum dalam Peraturan KPU No. 6 Tahun 2020 yang terakhir
diubah dalam Peraturan KPU no. 13 tahun 2020. Ada beberapa perbedaan dalam
pelaksanaan pilkada kali ini. Pada pasal 5 ayat 2.d menyebutkan bahwa penyelenggara
diharuskan menggunakan alat pelindung
diri berupa masker yang menutupi hidung dan mulut hingga dagu, sarung tangan
sekali pakai, dan pelindung wajah (face shield). Pada saat pelaksanaan tahapan
penylenggaraan pemilihan juga harus tersedia fasilitas cuci tangan dengan air
mengalir dan sabun, disinfektan dan/atau cairan antiseptik berbasis alkohol.
Jika biasanya kita mencelupkan salah
satu jari kita kedalam tinta sebagai tanda sudah memilih, maka berdasarkan PKPU
no. 13 tahun 2020 pasal 69 ayat 3 point d disebutkan bahwa anggota KPPS memberikan
tinta menggunakan alat tetes dan tidak mencelupkan jari pemilih ke dalam tinta.
Pada point f juga disebutkan KPPS
melakukan pengecekan suhu tubuh terhadap pemilih yang akan menggunakan hak
pilihnya dengan menggunakan alat yang tidak bersentuhan secara fisik.
Hal diatas merupakan hal baru yang
harus kita patuhi agar pesta demokrasi ini berjalan dengan lancar dan tidak
menimbulkan kluster baru pandemi. Bukan suatu hal yang mudah untuk merubah
kebiasaan. Tapi dengan kerja keras KPU dan jajarannya hal ini dapat terwujud.
Badan Pusat Statistik dari hasil Survei
Perilaku Masyarakat di Masa Pandemi COVID-19 merilis bahwa kepatuhan masyarakat
memakai masker diluar rumah sebesar
91,98% untuk yang sering dan selalu memakai masker, sebesar 6% menyatakan
jarang atau kadang-kadang saja memakai masker dan masih ditemukan sebesar 2,02%
yang jarang sekali atau tidak memakai masker. Hasil survei ini juga menunjukan
bahwa responden perempuan memiliki kepatuhan memakai masker yang lebih tinggi
yaitu sebesar 94,8 % dibandingkan responden laki-laki yang sebesar 88,5%.
(Perilaku Masyarakat Di Masa Pandemi, BPS, 2020).
Tingkat kepatuhan memakai masker
tertinggi berada pada kelompok umur 44-60 tahun sebesar 94% sedangkan terendah
pada kelompok umur 17-30 tahun sebesar 90,1%. Untuk tingkat kepatuhan
menghindari kerumunan berdasarkan kelompok umur angka kepatuhan tertinggi
berada pada kelompok umur diatas 60 tahun sebesar 88,5 % dan umur 46 – 60 tahun
sebesar 81,9%. Sedangkan kelompok umur 17-30 tahun memiliki tingkat kepatuhan
terendah dalam menghindari kerumunan, yaitu sebesar 64%.
Dari data diatas menunjukan bahwa
kita harusnya tidak hanya menuntut pemerintah untuk menjamin keselamatan tetapi
kesadaran masyarakat pun juga sangat diperlukan dalam mengakhiri krisis ini.
Terkhusus dalam pelaksaan pilkada ada kebiasaan baru yang mesti diperhatikan
oleh masyarakat untuk datang menyalurkan hak pilihnya di TPS. Misalnya, memakai
masker, menjaga jarak dengan pemilih lain dan menghidari kontak dengan orang
lain. KPU juga membagi waktu bagi pemilih dalam jadwal dan undangan yang
disampaikan sehingga saat hari pelakasaan pencoblosan pemilih tidak menumpuk di
area TPS yang berpotensi terjadinya kerumunan dalam jumlah besar. Pemilih juga
diharapkan untuk segera pulang ke rumah setelah menyalurkan hak pilih.
Seperti yang kita ketahui bersama
bahwa keputusan menggelar Pilkada ditengah pandemi seperti ini adalah keputusan
yang tergolong sulit. Sehingga kita semua dituntut masing-masing punya andil
dalam mendukung hal tersebut. Sebab kepatuhan kita semua akan membawa negara
ini segera bebas dari rongrongan virus ini.
Pada akhirnya kita semua harus mau
peduli dan mau beradaptasi. Kita tidak menginginkan lahirnya klaster-klaster
baru setelah pelaksanaan Pilkada. Kesadaran akan pentingnya keselamatan jiwa kita
harus senantiasa dikedepankan. Jika penyelenggara/petugas Pilkada aman, para
peserta patuh dan masyarakat taat terhadap apa yang sudah dihimbaukan jauh-jauh
hari maka Pilkada ini akan berlangsung sehat dan aman dari penyebaran covid-19.