Mentari masih malu menampakan diri, mendung yang
menggayut membuat cahaya mentari hanya menyapa lembut. Hari ini adalah minggu
terakhir di bulan oktober yang berarti pengambilan data amatan Kerangka Sampel
Area (KSA) harus segera dilakukan. Pengambilan data KSA sendiri bukanlah hal
yang mudah jika medan yang merupakan segmen dari KSA tidak hanya terdiri dari
hamparan sawah, terkadang untuk mengambil titik amatan harus berjibaku dengan
derasnya aliran sungai, kubangan lumpur, goresan semak belukar serta ancaman
dari hewan liar. Sejak awal KSA mulai dilakukan serentak pada tahun 2018 sudah
ada beberapa teman petugas KSA yang terluka demi menunaikan tugas negara ini. Tapi
luka itu jauh lebih ringan dibandingkan luka yang ditorehkan oleh seorang
mantan menteri pertanian yang menyebut bahwa data yang dirilis dari hasil KSA
adalah data mafia. Sebuah pendapat kontroversial yang perlu diluruskan karena
dapat menimbulkan kegaduhan di masyarakat.
Sebagai metode baru dalam penghitungan produksi padi
di negeri tercinta ini tentunya banyak pro dan kontra saat KSA diluncurkan.
Akan tetapi pendapat kontra itu terjawab dengan hasil KSA yang secara statistik
lebih akurat dibandingkan metode sebelumnya. Perlu perjalanan panjang dalam uji
coba hingga diterapkannya KSA dalam penghitungan produksi padi.
Data luas baku lahan sawah yang dikumpulkan dengan
metode KSA sudah menggunakan teknologi geospasial. Dibantu dengan citra satelit
yang kemudian diverifikasi oleh kementerian ATR/BPN. Dalam penerapan KSA ini
BPS juga menggandeng instansi lain yaitu BIG , BPPT dan LAPAN. Metode ini juga
merupakan salah satu dari top 45 inovasi terpilih dengan nama “Radar Padi”.
Penggunaan metode KSA yang berbasis teknologi ini
diharapkan mampu menghasilkan data produksi yang lebih objektif, akurat dan
tepat waktu. Data yang akurat ini sangat dibutuhkan oleh pemerintah dalam
mengambil berbagai kebijakan di sektor pertanian. Kebijakan ini terutama
terkait dengan kebijakan cadangan beras, impor beras, dan stabilisasi harga
beras. Hal ini sebagai upaya untuk menjaga ketahanan pangan rakyat dan
terwujudnya swasembada pangan di Indonesia.
Menurut data Kementan, produksi gabah tahun 2018
mencapai sebesar 80 juta ton atau 46,5 juta ton setara beras, dengan perkiraan
total konsumsi beras nasional hanya 33,47 juta ton. Dengan demikian, terdapat
surplus beras sebesar 13,03 juta ton sepanjang tahun 2018.
Dengan metode KSA, produksi padi untuk tahun 2018
diketahui total lahan baku sawah 71,1 juta hektare, dengan total produksi 56,54
juta ton GKG (setara dengan 32,42 juta ton beras). Setelah dikurangi konsumsi
per kapita sebesar 111,58 kg atau setara dengan 29,57 juta ton per tahun maka
terdapat surplus 2,85 juta ton. Surplus ini tersebar di 14,1 juta rumah tangga
produsen. Sekitar 47 persennya ada stok di penggilingan, stok pedagang dan
sebagainya.
Dari data hasil KSA tersebut dapat menjawab dengan
terang benderang kenapa setiap tahun selalu ribut impor beras. Kenapa tidak
ditemukan tempat penyimpanan beras dengan jumlah stok yang sangat besar padahal
setiap akhir tahun diumumkan produksinya surplus. Publik kini mendapatkan jawaban soal
kejujuran pasar. Kenapa harga beras naik, kenapa suplai berkurang, kenapa ada
operasi pasar, kenapa Pemerintah memutuskan impor beras.
Metode lama dalam penghitungan produksi padi rawan
kesalahan. Pertama saat menentukan rencana tanam yang berisi luas lahan dan
jenis tanamannya. Kedua saat menentukan hasil produksi. Staf birokrat pada
umumnya memilih cara aman dalam menyusun rencana tanam, tidak menghitung
pengurangan lahan dan potensi ketersediaan air. Sehingga ajuan subsidi pupuknya
setiap tahun cenderung naik. Lebih baik pupuk suplus daripada kurang, sehingga
petani tidak marah. Betapa data yang tidak akurat akibat kesalahan metode telah
menghamburkan berbagai sumberdaya yang tidak diperlukan.
Pada akhirnya keriuhan kecil tentang beras telah
memberikan pelajaran kepada kita tentang pentingnya data. Berbagai klaim
keberhasilan yang tidak berpijak pada data hanya akan menjadi bom waktu. Klaim
tersebut seolah seperti pemanis buatan yang perlahan akan merusak tubuh negara
ini.
Beras juga membuka mata kita bahwa kebijakan Satu Data
harus segera diimplementasikan, agar bangsa ini tidak terus terbuai klaim
keberhasilan serta hanyut dalam kebingungan. Segenap komponen bangsa harus
mendukung BPS agar tetap independen dalam memotret kondisi sebenarnya, serta
mendukung program kerja Menteri Pertanian 2019-2024 Syahrul Yasin Limpo yang akan
memperbaiki data pangan dalam 100 hari kerja. Menteri pertanian ingin data
tersebut mudah dibaca oleh citra satelit dan proses pengambilannya dilakukan
dengan melibatkan seluruh lembaga.
Data KSA bukanlah data mafia, karena Badan Pusat
Statistik dalam menyajikan data selalu berpegang teguh kepada independensi dan
kejujuran. Biarkan data berbicara apa adanya menyuguhkan berbagai potret
kehidupan. Sebab, data itu harus merdeka. Data itu harus satu. Satu data untuk
Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar